Sebagai gantinya, Bonchap-nya pendek;)
•~•'•~•
"Heh Oyan sama Oyen turun dooong! Kamu mau Om dimarahi sama Papa kamu??" Januar mencak-mencak di bawah pohon, memelototi dua anak yang sedang tertawa di atas penderitaannya.
"Ndak au! Ndak au! Um Anu bhauk!!" (Nggak mau! Nggak mau! Om Janu bauk!!) teriak salah satu bocah kembar itu.
Januar dibuat semakin kesal. Ia sedikit memanjat, menarik salah satu kaki kedua anak tersebut.
"Aaaaaa!!! Yen au diulik ama Um Anu!!!!" (Aaaaaa!!! Oyen mau di culik sama Om Janu!!!!) teriakan Oyen langsung menggema dengan logat cadelnya.
Januar semakin dibuat frustasi. Dirinya tidak bisa memanjat. Hal itu benar-benar membuatnya hampir putus asa mengingat seberapa galaknya Papa kedua anak lelaki kembar itu. Untung saja namanya bukan Upin Ipin.
"Oyan! Oyen!" panggil Janu dengan nada peringatan.
Oyan melempar Januar menggunakan sandal yang ia kenakan, "Ndak au! Ndak au!" (Nggak mau! Nggak mau!
"Um Anu bhauk ai ayam!!" teriak keduanya.
Seketika Januar membulatkan matanya, "Duo tuyul! Basanya udah kayak bapaknya aje ya!! Emang buah jatuh nggak jauh dari pohonnya!!"
"Om Janu kutuk kalian jadi batu!!" tuding Januar ke arah Oyan dan Oyen.
"Joan! Joen! Kenapa naik ke situ?"
Oyan dan Oyen langsung menolehkan kepalanya mendengar suara khas sang Papa. Raut wajah menyebalkan langsung berubah senang bukan kepalang melihat Ayah berkuda loreng mereka sudah datang. Dan tentu saja oknum yang dirugikan adalah Januar.
"Lo apain anak gue?" Tyan bertanya sengit.
"Santai Bang. Santai. Jangan salah paham dulu." Januar menampilkan wajah setenang mungkin, walaupun sesekali ingin meremas wajah imut kedua ponakannya yang sedang mengejeknya dengan menunjukkan kepalan tangan. Tau aja itu dua bocah kalo Ayahnya bakalan ngasih sebuah bogeman.
"Oyan sama Oyen di apain sama Om Janu?" Tyan memilih bertanya kepada kedua putranya.
Oyen langsung menggerucutkan bibirnya. Dalam hati Januar membatin jika drama seorang bocil baru lahir akan di mulai.
"Um Anu, mbil andal Yan!" (Om Janu ambil sandal Oyan!) tunjuk Oyen ke arah sandal Oyan yang memang tergeletak tepat di samping kaki Januar. Padahal kenyataannya Oyan lah yang melemparnya ke arah Januar.
"Bukan Bang! Anak lo tuh pinter ngeles-" Januar langsung mengangkat tangannya saat lelaki yang menggendong kedua putranya itu meliriknya sengit.
"Iya-iya Om Janu yang nakal. Om Janu minta maaf ya Oyan, Oyen." Secepat kilat, Januar mencium pipi Joan dan Joen sehingga membuat kedua anak itu berteriak.
Berbeda di luar rumah, berbeda juga dengan keadaan di dalam rumah. Di sana, di sebuah sofa putih gading, terdapat dua orang bersaudara yang asik berbincang.
"Iya, Kak Ale bisa chek-up ke ruangan aku aja. Biar kakak lebih nyaman."
"Makasih ya Ce. Lo bisa buat gue keluar dari rumah sakit itu."
Ini sudah keberapa kalinya Ale memeluknya dan mengucapkan kata terimakasih. Padahal Oce sudah menghentikan kakaknya untuk melakukan hal tersebut. Lagipula, itu keinginannya sendiri. Ia ingin kembali bersama dengan Ale seperti saat dirinya masih kecil.
Oce menepuk punggung kakaknya itu dengan senyuman lembut. Ia sangat bahagia saat rehabilitas kakaknya benar-benar mampu dilakukan. Itu semua seimbang dengan perjuangannya mendalami bidang farmasi dan belajar psikologi selama tiga tahun.
"Oh iya, ponakan gue mana? Dari tadi gue nggak liat." Ale mengedarkan pandangannya. Mencari kedua ponakannya yang baru berumur tiga tahun.
"Iya, nanti Om Janu Papa suruh manjat pohon di rumahnya Tante Ronan. Kamu tenang aja."
"No no no! Papa alluss antung Um Anu di ohon!!" Oyen protes. (Papa harus gantung Om Janu di pohon!!)
"Papanya galak, Mamanya cerewet. Paket lengkap sudah." Ale mengambil Joan dan Joen dari gendongan Tyan. Menggendongnya dengan kedua tangan.
"Nte Alle!!" seru keduanya gembira.
Berbeda saat dengan Januar, Joan dan Joen lebih lengket bersama Ale. Hal itu tentu saja membuat Januar iri bukan main. Tapi apalah daya, bahkan kekuatan mbah dukun saja tidak mempan di anak kecil.
Ale membawa kedua putra adiknya itu ke arah karpet di depan TV. Bermain bersama setelah mengeluarkan seluruh mainan dari kotak besar. Rasa-rasanya bahkan Januar bisa tenggelam di kotak itu dengan mainan sebagai ganti dari air.
"Oyen, 1-1 berapa?"
Oyen menoleh. Anak itu langsung tersenyum sangat lebar sampai matanya menghilang.
"Papa!!" serunya gembira.
"Lho, kok Papa sih?" Ale bertanya heran.
Oyen menunjuk Tyan yang duduk di sebelah Oce.
"Papa au awaban." (Papa tau jawaban).
Ale mengangguk maklum, "Dasar ponakan."
"Mau nyusul kapan Kak?"
Ale menoleh menatap Oce yang berjalan menghampirinya. Wajahnya mengulas senyum tipis.
"Doain aja ya," jawab Ale pelan.
"Bang Ar-"
"HALOOO SEMUANYA!! LUCAS WONG BAGUS IS COMING!! OYAAAAAN!! OYEEEEEN!! OM LUCAS BAWA MARSHMELLOW GEPREK NIH!! SIAPA MAUUU???"
Suara khas seorang Lucas berhasil memenuhi ke setiap penjuru rumahnya. Oce menggelengkan kepalanya saat melihat seberapa banyak tentengan yng di bawa Lucas.
"Halo Mbak, halo Bang. Lucas bawa-"
"Berisik, gue usir." Tyan memotong sinis.
"Yang punya anak tapi masih galak kalo bukan??" Janu memprovokasi.
"BANG TYAAAN!!"
"Yang punya bini tapi masih galak kalo bukan??" Januar sekali lagi berteriak.
"BANG TYAAAN!!"
Pecah sudah. Oce benar-benar akan dibuat kewalahan saat satu kosan datang ke rumahnya dengan suara semacam gledek radius lima meter. Lebih baik ia meminta Tyan yang mengurus orang dengan mulut selebar lima meter agar tidak terlalu berisik dan menganggu para tetangga.
•~•|•~•
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah BuRonan (Republish)
Fanfiction⚠️Warning!⚠️ (Pertama kali buat story. Bahasa super duper berantakan. Ditambah lagi alur macem sinetron^^) Menceritakan seorang Tyan yang kesulitan mengatur adik tingkatnya untuk belajar disiplin di kos-an BuRonan. Sebagai pemuda berjiwa teguh memeg...