"Terimakasih ..." Oce menundukkan badannya sedikit kala seorang penjaga membukakan pintu akses CCTV tepat dimana kamar kakaknya berada.
"Maaf ... apa bapak bisa keluar? Saya hanya ingin melihat CCTV nomer 56. Itu ruangan dimana kakak saya berada." Oce mengulas senyum tipis.
Bapak tersebut terkekeh keras. "Tidak usah sungkan seperti itu! Bapak tau dari keponakan bapak!"
"Semoga kamu bisa dekat dengan Ale lagi ya. Jangan sedih." Bapak tersebut menepuk bahu Oce. Darimana lagi Oce bisa mendapat akses semudah itu jika bukan dari Yuta?
Oce tersenyum lebar. Membalikkan tubuhnya ke layar sebesar tiga meter tersebut. Untungnya bapak yang tadi sudah mengubah akses CCTV pada rekaman ke 56. Dimana CCTV tersebut berada di kamar Ale.
Untuk sementara ini, Oce tidak ingin bertemu kakaknya. Ia ingin membenci Ale, namun hanya Ale lah yang tersisa untuknya. Hanya Ale saja yang masih satu anggota keluarga dengannya. Apalagi jangkauan kakaknya dengan Oce begitu dekat.
Oce ingin dirinya berhenti datang ke sini karena bagaimanapun Ale tidak pantas dikunjungi karena sikap gilanya. Namun kembali pada hal semula, Oce tidak bisa melakukannya. Ada sesuatu yang mendorongnya untuk selalu menjenguk Ale.
Kasih sayang. Sebuah rasa sayang yang ia miliki membuat Oce selalu ingin berdekatan dengan Ale. Ppppp
Jika dipandang dari sudut pandang orang lain, Oce adalah manusia terbodoh karena masih bersikap baik kepada Ale. Namun kembali lagi, lagi dan lagi, Oce tidak bisa menghentikannya begitu saja. Tolong mengertilah, perasaan tidak bisa dipaksakan. Entah itu rasa benci yang begitu kuat, rasa sayang kepada Ale malah membuat Oce menghiraukan sikap tidak waras kakaknya.
Oce mengalihkan pandangan menatap ruangan Ale. Entah apa yang sedang Ale lakukan, perempuan itu nampak terduduk di depan jendela dengan tirai terbuka lebar. Pandangannya nampak kosong.
Oce membiarkannya asal bukan sesuatu yang membahayakan Ale dan orang lain. Selama sepuluh menit kakinya berdiri dengan tegak. Menghiraukan sebuah kurus yang memiliki fungsi guna.
"Lo bakal lebih lega kalo terbuka."
Oce menoleh dengan penuh keterkejutan. Bagaimanapun hanya dirinya yang memiliki akses di ruangan ini. Sedikit gelisah mengingat jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam, dikarenakan sang empu suara yang mengagetkannya.
"Kok bisa ada disini sih??" Oce bertanya dengan nada keras.
Tyan terkekeh pelan. "Ya gitu."
Oce memberikan tatapan bertanya kearah lelaki itu yang mengambil posisi duduk di kursi sampingnya.
"Apa?" Tyan bertanya bingung.
"Ya kenapa abang bisa ada disini??" Oce mengusap wajahnya kesal.
"Ya gitu." Tyan mengendikkan bahunya masih menjawab dengan kata yang sama.
Oce memilih menghiraukan lelaki itu. Kembali ke posisi semula, matanya fokus menatap gerak-gerik Ale yang mulai terlihat mencurigakan. Matanya menyipit, menandakan jika perempuan itu sedang fokus.
"Ish apaan sih??" Oce menepis tangan Tyan yang mengusap wajahnya secara tiba-tiba.
"Mata lo hampir gak keliatan." Tyan ikut berdiri di samping Oce. Ia menatap kesamping, menuju tepat dimana mata Oce berada walaupun dari profil samping wajahnya.
"Sini." Tyan menghadapkan tubuh Oce kearahnya. Tangannya terbuka lebar.
"Sini." Tyan memberi isyarat masih dengan kedua tangan direntangkan.
"Apa?" Oce bertanya bingung.
Tyan menurunkan tangannya kembali. Lelaki itu nampak kesulitan mencari sepatah kata maksud dari tindakannya. Beberapa saat kemudian, tangannya kembali terbuka lebar menyamping.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah BuRonan (Republish)
Fiksi Penggemar⚠️Warning!⚠️ (Pertama kali buat story. Bahasa super duper berantakan. Ditambah lagi alur macem sinetron^^) Menceritakan seorang Tyan yang kesulitan mengatur adik tingkatnya untuk belajar disiplin di kos-an BuRonan. Sebagai pemuda berjiwa teguh memeg...