Bab 33

861 178 22
                                    


•~•'•~•

"Gue nggak ngira kalo ikannya udah besar. Padahal waktu pertama kali ke sini baru seukuran ikan cebong." Oce melengokkan kepalanya lebih dekat dengan kolam di taman komplek perumahan.

"Lo dateng ke sini dua tahun yang lalu. Ya iya lah, bakalan segede ikan paus kalo lo datengnya sepuluh tahun lagi!" Tyan berjalan ke samping, mengambil posisi jongkok. Ia mendongak, menatap Oce yang duduk di kursi roda tepat di sampingnya.

"Ya nggak papa. Kan lebih baik awet muda." Oce menggelengkan kepala pelan, ingin protes namun sebenarnya ia tidak tau harus mencari topik seperti apa.

Tyan mendengus, "Udah keriput dari awal."

Oce menolehkan kepalanya dengan heran. Alisnya mengerut serius menganggap perkataan Tyan barusan. Padahal Tyan juga terlalu malas mencari topik baru.

"Kenapa bisa gitu??"

"Kan berenang terus di air. Ya keriput dong." Tyan menghela nafas lelah, meliukkan badannya ke kanan dan ke kiri hingga menimbulkan suara retakan yang melegakan.

Oce mendengus. Kembali menatap kolam tersebut. Tangannya sibuk mengambil makanan ikan dan melemparkannya ke kolam. Sesekali ia memundurkan wajahnya karena air yang tak sengaja terciprat ke atas.

"Tyan ... itu apa?" Oce menatap ke arah kolam dengan raut wajah sedikit jijik.

Tyan bangkit, ikut melihat ke dalam kolam. Dia mengerutkan alisnya, kemudian menoleh ke sekitar mencari ranting atau sembarang benda asalkan bisa untuk meraih hewan kecil di dalam kolam tersebut.

"Oh, ini telur siput. Buang aja." Tyan menunjukkan sebentar ranting yang telah ditempeli beberapa telur berwarna merah.

Oce menahan tangan lelaki itu dengan wajah panik, "Jangan!"

Tyan menoleh dengan salah satu alis terangkat, "Kenapa emangnya? Lo mau melihara?"

Oce menatap Tyan dengan kesal, "Kasian! Belum lahir masa udah di buang??"

Tyan tak mengindahkan ucapan perempuan itu. Malah dengan santai membuang ranting tersebut ke semak-semak dan ia yakin akan jatuh ke selokan di sampingnya.

Alhasil Oce yang melihatnya merenggut kesal. Ia memilih menyibukkan diri dengan pakan di pangkuannya.

"Dunia kejam. Mati lebih baik buat dia dari pada lahir." Tyan berjalan mendekat ke arah perempuan itu. Menumpu ke-dua tangannya di pendorong kursi roda.

"Jadi manusia harus kreatif," celetuk Oce.

"Iya-iya." Tyan memilih mengalah.

Ia berjalan ke depan. Mengambil wadah pakan ikan yang Oce bawa. Mengambil pakan sebanyak genggaman tangannya. Langsung melempar pakan tersebut ke dalam kolam.

"Jangan di sini terus. Di sana ganti. Ikan yang lain juga butuh makan." Tyan mendorong kursi roda yang diduduki Oce setelah menaruh wadah pakan tersebut ke pangkuan Oce kembali.

Oce mengangguk setuju, "Kolamnya ada berapa?"

"Ada lima."

Oce mengangguk paham.

"Ada enam."

Oce sedikit melengokkan kepala. Lalu kembali mengangguk setuju, mungkin Tyan salah hitung.

"Eh nggak. Ada enam setengah."

Oce menoleh ke belakang dan memukul tangan lelaki itu dengan perasaan kesal, "Main-main aja!"

Tyan terkekeh. Mengusak rambut perempuan itu pelan dan melanjutkan langkahnya menuju kolam selanjutnya.

Di taman ini terdapat empat kolam. Masing-masing memiliki jarak sepuluh meter dengan berbagai macam tanaman hias mengelilingi taman tersebut.

Rumah BuRonan (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang