Bab 10

1.4K 241 32
                                    

Ganti background warna hitam. (Request)


•~•'•~•

Tyan menyelesaikan makanannya dengan cepat. Semua orang bersendau gurau, namun perempuan yang ia tunggu kedatangannya tidak kunjung keluar dari gedung kosan. Lelaki itu mengambil tisu untuk membersihkan sekitar mulutnya kemudian berdiri darisana.

"Terimakasih Om dan Tante. Tyan pamit dulu." Tyan membungkukkan badannya kearah mereka berdua.

"Lho? Kok cepet banget? Kumpul sini dulu, emang kamu keburu ada tugas yang harus dikerjain?" Ronan bertanya kearah ponakannya itu.

Tyan menggeleng dengan mata yang terus-terusan melirik gedung kosan B.

"Nggak. Saya pengen mandi keburu gatel."

Maklum, mereka semua belum mandi. Kopet semuanya. Tyan segera berjalan kearah gedung B tanpa mendengar jawaban yang BuRonan lontarkan. Semua orang yang sedang menikmati makanannya memperhatikan sekilas. Namun kemudian mereka melanjutkan kembali.

"Yasudah. Kalo ada apa-apa buruan diselesaikan. Kan udah mau lulus juga."

Tyan melangkah dengan lebar menuju kosannya. Mata lelaki itu menyorot tajam. Alisnya mengerut seakan ada sesuatu yang akan meledak dalam dirinya.

Cklek.

Tyan mengunci pintu utama kosan kemudian memasukkan kunci tersebut ke dalam saku celananya. Lelaki itu berbalik dengan pelan begitupun saat mengambil langkah kaki. Ia memasukkan tangan kanannya yang menggenggam kunci di salah satu sakunya.

Ia melangkah dengan raut wajah yang begitu datar. Tyan tidak habis pikir dengan perempuan itu yang semakin lama semakin menjadi. Dari yang semula pulang dini hari sekarang berani tidak menghubunginya sama sekali saat melakukan hal yang lebih buruk.

Tyan mengambil langkah cepat kearah tangga. Namun saat dianak tangga pertama dia menghentikan langkahnya karena melihat siluet orang di dapur. Tyan memutar langkah ke dapur tanpa basa-basi.

Tyan menghentikan langkahnya saat tepat berada di belakang tubuh Oce. Ia tidak mengeluarkan sepatah katapun kepada perempuan itu yang sedang memilih minuman di dalam kulkas. Tyan menurunkan pandangannya.

"Mbak? Mbak Iren?? Ini greentea-nya aku minum ya?" Oce bersuara dengan posisi kepala masih melengok ke dalam kulkas. Sepertinya perempuan itu mendengar suara pintu dibuka dan mengira orang itu adalah Iren.

Tyan tetap membungkam mulutnya. Lelaki itu tidak menggerakkan badannya sama sekali sebelum cewek itu membalikkan tubuhnya.

"Mbak??"

"Lho? Kok—"

Tyan memojokkan perempuan itu ke pintu kulkas setelah menutupnya. Matanya menatap tajam netra Oce yang sekarang berani menatapnya tanpa gentar. Wajah mereka berdua begitu dekat, namun Tyan mengabaikan itu.

"Kenapa nggak bilang gue?" Tyan bertanya dengan nada rendah.

Oce tidak menjawab. Perempuan itu memilih sedikit menundukkan kepalanya. Hal itu membuat Tyan sedikit geram dan semakin memajukan wajahnya. Bahkan hidung mereka dua senti lagi hampir bersentuhan.

"Nggak jawab? Kemana aja lo kemarin? Gue tau lo nggak nginep di rumah temen lo." Tyan berkata dengan suara parau. Satu tangannya dia tempelkan di pintu kulkas.

Bukan tanpa alasan Tyan berucap seperti itu. Hampir semua temen dekat Oce tinggal di kosan mereka. Jika tidak, Lisa pasti tau semuanya karena Oce selalu bercerita kepada gadis keturunan Thailand itu.

Rumah BuRonan (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang