Bab 20

925 190 16
                                    

Suasana kantin rumah sakit nampak ramai. Siapa pula kalo bukan Yuta biang keroknya yang membawa seluruh buntutnya ke sini. Bahkan sedari tadi mereka semua menjadi pusat perhatian di antara keluarga pasien.

"Ngapa Ce?" Amanda menyenggol lengannya.

Oce sedikit tersentak, namun kemudian mengulas senyum tipis. Ia melanjutkan makannya kembali.

"Nggak."

"Lo kenapa jadi kalem gini sih?" Ela membuka suara.

"Iya! Beli pil kalem dimana lo?? Gue juga mau sih ... Hehe ..." Tiba-tiba Lisa menyahut dengan semangat empat lima.

Oce menghela nafas, "Tiga hari lagi bokap gue mau jengukin ke kosan."

"Hah?! Beneran??" Kini Lucas yang berdiri seakan-akan dirinya kaget macam kesengat listrik.

"Suruh traktir kita di mekdi enak tuh. Kan kaya ..." Echan menggosokkan telunjuk dengan jempolnya.

"Kaya apa?"

"Banyak duit bego! Dikira kayak monyet heh?? Kenapa lo jadi dongo gini sih?? Abis main sama siapa hayo?!"

"Riweuh disini." Oce berbisik kearah Ela.

"Hooh. Macem lo jaman dulu yang rasanya kayak trenggiling yang lagi menggelinding..." Ela mengendikkan bahunya.

"Emang kenapa kalo Papa lo ke kosan? Nggak nyembunyiin cowok juga." Gina menyahut. Oce balas tersenyum paksa.

"Gin, bisa ikut gue?" Tyan berdiri dari duduknya.

Mereka semua yang semula makan dengan sedikit lebih tenang kini harus mengalihkan atensi kearah Tyan. Tyan yang ditatap seperti itu menatap tajam mereka balik.

"Gue colok itu mata." Ucapnya kesal.

"Oke." Walaupun sedikit ragu, Gina tetap berdiri dan memotong ucapan anak kos lain yang hendak membalas Tyan.

Jennie menatap mereka berdua dengan tatapan mencurigakan. Setelah keduanya keluar dari kantin, ia cepat-cepat berdiri menuju Oce. Perempuan itu nampak berbisik.

"Ati-ati Ce."

Oce mengangguk paham dengan senyuman tipis. Jennie yang melihatnya sedikit bingung. Pasalnya, Oce tidak pernah bersikap sediam ini. Bahkan hanya beberapa kali mengucapkan kata.

"Gue tau kalo Gina dari dulu suka Tyan." Tambahnya sembari tetap menurunkan nada suaranya.

Oce menghentikan makannya. Menatap Jennie cepat. Tatapannya tak terbaca. Mulutnya bergerak dengan amat lambat karena masih mengunyah makanan.

"Apa? Lo kira gue belum mup on dari si Tyan? Kagak lah!" Jennie menepuk bahu Oce sembari terkekeh tak terkendali.

"Dih dih dih...Mbak Jennie kenapa tuh?" Januar bertanya entah ke siapa.

"Kena racun rabies bebeknya Mbak Iren. Aduh! Sakit Mbak!" Jungwoo mengelus belakang kepalanya. Ia baru ingat jika dia duduk membelakangi Iren yang sama-sama duduk membelakanginya.

"Enak aja kalo ngomong! Mulutnya mau gue sumpel pake sambel?!" Iren masih membalikkan badannya.

"Jangan Mbak. Cabe rawit sekarang mahal, adanya cabe-cabean di lampu ijo yang murah. Jungwoo jelas nggak mau." Jeno menjawab dengan eyes smilenya.

"Lo juga mau gue sumpel?!" Iren ikutan membentak Jeno. Sedangkan Jungwoo tertawa keras.

Tyan mendudukkan dirinya diatas kayu yang sudah sedikit lapuk. Ia mendongak menatap Gina agar mencari tempat duduk juga. Yang penting, tempat itu bukan tepat di sampingnya.

Rumah BuRonan (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang