9

561 84 5
                                    

"Bang! Bang Agung..!"

Suara gaduh-gaduh rusun sebelah, membuat aku terbangun di tengah malam. Bang Agung aku bangun-bangunin, malah ngigo nggak jelas. Orang itu, kalau habis ngentot, memang tidurnya kayak mayat. Nanti, sekiranya tenaganya sudah terkumpul lagi, dia bangun dengan sendirinya. Terus lanjut menghajar lubang anusku.

Sekali dua kali, aku dengar pelan suara kayak orang lagi teriak tapi tertahan sesuatu gitu.

Aku senyum-senyum sendiri sesudahnya. Bisa jadi tetangga sebelah lagi perang syahwat, persis seperti yang biasa aku sama Bang Agung lakukan tiap malam.

Jam 03.00 dini hari, aku terus terjaga di ruang tengah karena harus mengerjakan beberapa tugas milik siswa kelas X. Nggak begitu banyak, tinggal 8 orang lagi yang harus kuselesaikan kemudian kukirimkan via email.

Bang Agung kebangun juga. Masih dengan kondisi telanjang bulat, dia berjalan ke kamar mandi. Sebelumnya dia sempat mencium kepalaku dulu.

"Hhaahh..." Dia duduk di sofa reyotku. Sambil memperhatikanku. "Maaf ya, dek. Abang cuma keluar sedikit. Biasalah, Yesi minta jatah. Terpaksa deh, abang ngentotin dia.."

"Sama calon isteri masa terpaksa..?"

Kalau dari segi penampilan fisik, badannya Bang Agung itu biasa aja. Meskipun agak gemuk, cuma karena badannya tinggi, jadi enak aja buat dilihat, apalagi dipeluk.

"Kalo ngantuk tidur aja lagi, bang.."

"Yahh, si adek. Lagi 'on' begini masa disuruh tidur lagi.."

Perhatianku teralihkan. Jam segini, memang jam-jamnya Bang Agung minta jatah. Aku dekati dia, kukocok-kocok perlahan batang kontolnya yang panjang, dan gemuk itu.

Baru dihisap sebentar, precumnya sudah mengalir deras. Kulumuri seluruh batang kontolnya dengan precum miliknya, dan liur miliku.

Pergumulan panas pun kembali terjadi. Bahkan ketika adzan subuh berkumandang, kami berdua masih saja asyik melampiaskan syahwat di balkon belakang.

"Jangan, bang!" Aku menolak, saat Bang Agung mau mengocok kontolku.

"Kok bisa kamu nggak keluar-keluar..?"

"Diawet-awet, bang. Hehe.."

Bang Agung mandi duluan, sementara aku menyelesaikan tugas yang tinggal kukirim  saja via email.

"Dek, maaf ya abang cuma bisa bantu lima juta."

"Enggak, bang. Nggak usah." Aku tolak uang darinya. "Abang kan mau nikah, pasti butuh uang banyak."

"Jangan sok tahu, kamu!" Dia mengacak rambutku. "Abang udah transfer, ya."

Aku tatap matanya intens. Bahkan dia yang bukan siapa-siapaku aja, begitu ringan dalam hal mengeluarkan uangnya untuku.

"Bang..." Aku panggil lagi dia, saat dia sedang memakai sepatunya.

"Hmm.." Dia berdiri di dekat pintu, sambil menatapku.

Aku menghampirinya, masih dengan tidak mengenakan baju. Aku peluk dia, kemudian aku cium bibirnya.

"Yah, dek. Ngaceng lagi.."

The Dark SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang