28

351 63 4
                                    

Sudah semingguan ini, tiap pulang sekolah aku dijemput sama orang suruhannya Om Tama. Karena abang lagi disibukkan dengan pelajaran tambahan, jadi aku bisa bebas ke kantor maupun apartemennya Om Tama.

Meskipun wajahnya terkesan dingin dan bengis, tapi aku menikmati sekali saat berhubungan badan dengan Om Tama.

Tubuhnya yang terpahat dengan sempurna. Air liurnya yang wangi. Begitu juga dengan setiap bulir peluhnya yang menetes pada wajah, dan tubuhku.

Meskipun dia bisa membuatku puas, namun tetap saja bayangan akan tubuh dan vagina Tante Hafsah, melintas begitu saja di pikiranku.

Lidahku ini rasanya ingin kembali menikmati aroma harum vagina, dengan cairan pekat yang keluar dari dalamnya.

Aku ingin merojok-rojok lubang vaginanya dengan jariku, sampai dia mengejang terkencing-kencing. Dan disaat itulah, jeritannya semakin menjadi, saat kumasukkan kontolku ke dalam vaginanya.

Kontol Om Tama masih menancap di dalam lubangku. Sementara aku memposisikan tubuhku, duduk dengan posisi memeluk lehernya yang kokoh.

"Zilan mengatakan sesuatu..."

"Apa yang dia katakan?" Suara Om Tama yang berat dan tegas, serasa berdesir-desir di telinga kiriku.

"Dia bilang, kalau aku ini bukan anak kandung Pak Mike."

"Apa kau lebih percaya dengan ucapan ngawurnya itu?"

"Bukan masalah percaya atau tidak. Tapi, kalau aku memang bukan anak kandung Pak Mike ---" aku terdiam sejenak. Kucium lehernya Om Tama yang harum. "Bukankah itu bagus, karena aku bisa tinggal dengan Om Tama..?"

Goyangan pinggul Om Tama, tidak kurasakan lagi. Perasaanku jadi nggak enak. Apakah mungkin, aku telah mengatakan sesuatu yang menyinggungnya...?

Dia mengangkat tubuhku. Kontolnya pun terlepas keluar begitu saja. Tubuhku didudukan di atas meja kerjanya.

"Kamu tahu kan, kalau Mike itu adalah pengacara handal yang sudah memenangkan ratusan kasus yang bahkan dianggap mustahil untuk bisa dimenangkan..?"

Aku angkat bahu. "Pengacara tetaplah pengacara. Mereka tidak akan bisa apa-apa, tanpa klien, dan uang. Kupikir, Om Tama lebih hebat dalam segala hal.."

Dia mencubit bibirku. "Saya belum selesai bicara."

"Maaf..."

Sekarang dia mengangkat daguku. "Perhatikan wajah dari lawan bicara. Jangan malah ke arah lain.."

Aku mesem mendengarnya. Bagaimana tidak, meski sudah hampir sejam menggenjot lubangku, tapi kontol Om Tama masih tetap berdiri dengan kokoh dan indahnya.

"Apa kamu siap, jika kita harus pindah dan menetap di luar negeri?"

"Luar negeri..?"

"Kenapa?"

"Luar negerinya, dimana..?"

"Saya sudah bisa membaca pikiranmu. Saya ini tidak bodoh, Febryan." Om Tama menyenderkan tubuhnya. Dia nyalakan sebatang rokok. "Ketika saya sedang tidak ada, kamu dan Zilan bisa saling melepas nafsu berdua --- itu kan, yang ada di pikiranmu...?"

The Dark SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang