42

61 7 0
                                    

Nggak ada hal-hal spesial yang terjadi, saat jalan-jalan ke Dufan dengan Pak Agus tadi. Cuma aku agak kesal sama papa. Bisa-bisanya dia memborbardir hapeku dengan teleponnya, padahal aku baru akan menaiki wahana arung jeram, setelah berpanas-panasan.

Gantian dengan sengaja aku pulang malam. Tepatnya hanya beberapa menit sebelum tempat wisata itu ditutup untuk para pengunjung.

Aku membeli banyak oleh-oleh. Tapi kebanyakan boneka. Rencananya, aku mau bagi Regi kaos dan boneka. Kalau Willy, aku nggak akan kasih dia. Karena percuma aja. Yang ada dia pasti marah, karena aku ke Dufan nggak ngajak-ngajak dia.

Dari jarak seratusan meter sebelum rumah papa, aku lihat ada beberapa orang yang lagi berdiri-diri. Sepertinya papa, atau papi baru aja kedatangan tamu.

"Hai, Feb..."

Aku terkejut, karena sebelum turun aku sama sekali nggak melihat keberadaannya.

"Adek salim dulu sama Bapak dan Ibu Soetoyo."

"Pak Mike, jangan begitu." Kakek tua itu tertawa renyah. Kemudian dia tersenyum lebar padaku. "Kakek. Bukankah itu terdengar lebih baik ya, nek..?"

Kakek-kakek tua ini, rasa-rasanya aku pernah melihat dia sebelumnya. Selain wajahnya, suaranya pun seperti tak asing.

"Besok, pulang sekolah datanglah bersama Zilan."

Perasaanku langsung nggak enak. Apalagi aku melihat ekspresi wajah Zilan yang penuh dengan kelicikan.

"Kalau begitu, kami pamit. Pikirkan baik-baik apa yang sudah kita bicarakan tadi.."

"Baik, Pak Soetoyo."

Aku dan papa masuk ke dalam rumah, dalam keheningan. Dia sama sekali tak terlihat antusias, seperti pagi tadi. Apa mungkin dia marah, karena aku pulang terlalu malam?

"Adek sudah makan?" Papi yang sedang duduk di meja makan, langsung menghampiri. "Kalau belum, biar papi siapkan dulu.."

"Aku udah kenyang, pi. Tadi habis makan mie tek-tek sama Pak Agus."

Karena driver taksi online yang kupesan tadi masih muda, dan ganteng, jadi kuajak aja sekalian dia makan. Untungnya dia nggak nolak, dan ramah juga orangnya.

"Mandi, terus istirahat." Kata papi sambil membelai kepalaku.

"Pi, papa marah ya?"

"Nggak. Papa kalau sudah mengantuk, ya begitu.."

Aku bugil-bugilan dulu sebentar, sambil memeriksa hapeku yang satunya. Ternyata benar. Willy terus menerus menerorku seharian.

Aneh. Kenapa nggak ada satupun telepon dan WA dari Regi...?

Layar hapeku berkedip. Untungnya bukan Willy. Tapi Mas Taka.

"Iya, mas..."

'Kamu baik-baik aja, dek?'

"Baik, mas. Mas Taka sendiri?"

'Baik.'

Bukan abang yang telepon, dan menanyaiku kabar. Tapi, malah Mas Taka. Tumben sekali orang ini.

"Belum tidur, mas..?"

Mas Taka meminta untuk merubah ke panggilan video. Beberapa detik aku berpikir. Seperti ada yang aneh, dengan keadaan sekitar Mas Taka.

'Kamu nggak pakai baju?'

"Aku baru pulang dari Dufan. Mau mandi, tapi males."

'Kebiasaan lama, jangan diteruskan. Nggak baik buat kesehatan kamu nanti..'

"Mas Taka lagi dimana..?"

'Di kosan, dek.'

"Kosan..? Kosan siapa..?"

'Alden minta mas buat pindah. Kosan ini, dia yang cari sendiri. Lokasinya nggak jauh dari apartemen..'

Nah kan, apa yang pernah kubilang. Mereka berdua itu nggak akan pernah cocok. Mana mau abang tidur sama Mas Taka..? Apalagi abang kalau tidur suka telanjang.

'Mas masih suka malu, sama diri sendiri..'

"Malu..?"

'Kesalahan mas ke kamu, sudah terlalu banyak...'

"Mas Taka..."

Perhatian Mas Taka beralih ke arah lain. Dia tak mengatakan apa-apa, hanya saja dia tetap memegang hape, di tangan kirinya.

Sepertinya ada yang mengetuk pintu kosannya. Soalnya aku dengar suara ketukkan pintu. Tapi anehnya, kenapa Mas Taka nggak langsung membukakan pintu kosannya...?

Klek.

'Kamu ---'

Teleponan sama Mas Taka, kenapa kontolku malah ngaceng?

Karena posisi tiduran terlungkup nggak enak, jadi aku berpindah posisi dengan duduk sambil bersandar pada tembok kamar.

Layar hapeku bergoyang-goyang tak karuan. Ehh, salah. Maksudnya hapenya Mas Taka kenapa tampilannya jadi seperti...

Seketika aku terdiam. Kulihat Mas Taka sedang terduduk dengan wajahnya yang sangat pucat.

Kucoba untuk memutar-mutar posisi hapeku. Maksudnya biar aku bisa lihat dengan jelas, karena posisi hapenya Mas Taka yang terbalik.

Seseorang mendekatinya. Aku nggak bisa melihatnya dengan jelas. Karena hanya sebagian kaki dan sepatunya saja yang terlihat.

Orang itu siapa, dan mau apa di kosannya Mas Taka..?

Dia mengayunkan sesuatu ke arah Mas Taka. Namun kulihat Mas Taka berusaha melawan, dengan menahannya.

Pandanganku tidak begitu jelas. Karena kamera depan Mas Taka buram sekali. Apalagi penerangan di kamarnya itu, cuma berasal dari lampu kamar mandi.

Ahh, nggak jelas juga. Kayaknya itu orang lagi mau ngerjain Mas Taka aja.

"Mas, aku mau mandi dulu. Keburu ngantuk."

Aku putuskan sambungan teleponku dengan Mas Taka. Namun aku sungguh tak tahu apa yang terjadi malam itu, sampai kemudian aku baru mendapatkan sebuah kabar mengejutkan esok paginya...

• • •

The Dark SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang