27

351 57 0
                                    

"Abang gembira banget..."

"Iya, dong.." Abang noleh sekilas, sambil senyum.

"Habis menang lotere ya, bang?"

"Lebih dari itu..."

"Traktir dong, bang.."

Lampu merah yang menyala, memaksa mobil yang kami tumpangi berhenti sejenak. Abang menoleh, namun kali ini dia mencubit gemas pipiku.

"Sekarang ketahuan ya, adek suka cium-cium bibir abang waktu lagi bobo.."

Mataku langsung membulat. "Kok abang bisa tahu...?!"

"Ya jelas tahulah, adek. Memang adek pikir, abang ini bodoh?"

"Maaf ya, bang..."

Abang tiba-tiba mencium bibirku. Namun ciuman itu tidak berlangsung lama, karena lampu lalu lintas sudah berganti menjadi hijau kembali.

"Abang nggak marah?"

"Abang marah, sama adek. Sebagai hukuman, nanti malam adek harus cium bibir abang selama satu jam!"

"Satu jam, bang?!"

"Protes? Kalau gitu, abang tambah hukumannya jadi --- dua jam!"

"Abang jangan gila, deh! Mana ada orang ciuman sampai dua jam nonstop...?!"

Sekali lagi, aku bersyukur dengan kehidupanku yang sekarang. Berangkat pagi-pagi dengan menaiki mobil mewah yang nyaman, ditambah lagi aku berangkat dengan kondisi perut yang sudah kenyang.

Kalau aku mengingat lagi, kehidupanku yang sebelumnya --- betapa menyedihkannya diriku ini.

Ada pemandangan tak biasa, saat mobil abang melalui gerbang sekolah. Mataku menangkap ada beberapa pria dengan setelan formal sekali, sedang berdiri-diri di dekat sebuah mobil --- mobil apakah itu sebenarnya..?

Rasa-rasanya, aku baru sekali ini melihat mobil dengan bentuk dan warnanya yang tidak biasa itu.

Sekilas aku mendapati abang yang sedang memperhatikan mobil itu, dengan tatapan tidak suka.

"Abang, aku duluan.."

"Hmm, iya." Jawaban abang singkat dan cuek.

Kupercepat langkahku, karena ada sesuatu yang harus kuselesaikan dengan Zilan. Jika dia memang punya bukti kuat yang mengatakan bahwa aku bukanlah anak kandung dari Pak Mike, maka aku harus melihatnya secara langsung.

Zilan memang orang baik. Awalnya kukira demikian. Tapi sekarang, aku tahu kalau dia itu tipe manusia licik, dan penuh dengan tipu daya.

Seseorang menarik tangan kananku kasar. Zilan. Dengan kepala tertunduk, dan langkah tergesa, dia membawaku menjauh dari keramaian.

Aroma parfumnya yang manis, serta kulitnya yang lembutnya ketika bersentuhan langsung dengan tanganku, rasanya membuat birahiku bergejolak.

Sekarang aku paham, kalau pria-pria berbadan tegap yang kulihat di parkiran tadi, pastilah para pengawalnya Zilan.

Dia membawaku ke area kamar ganti kolam renang. Pagi-pagi begini, Pak Kian pun pastinya belum datang. Zilan tahu betul, kalau area kolam baru akan memulai aktivitasnya, saat jam istirahat pertama nanti.

The Dark SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang