22

352 64 4
                                    

Seperti pagi-pagi sebelumnya, Zilan datang untuk menjemputku. Dia melakukan ini, hanya untuk melampiaskan nafsu syahwatnya semata.

Setibanya di parkiran sekolah, kembali aku dan dia berhubungan seks. Namun kali ini, aku tidak begitu bernafsu dengannya. Spermaku saja sudah muncrat, padahal baru 3 menit lamanya berada di dalam lubangnya.

Lubang milik Zilan, yang selama ini kupuja dan kupuji karena sensasi sempit, dan hangatnya itu, ternyata pernah dimasuki oleh kontolnya Regi.

"Feb, aku udah diizinin sama nenek buat masuk club renang."

"Oh, ya..?" reaksi biasa saja mendengarnya.

"Iya. Selama kegiatannya positif, aku dibolehin ikut..."

"Baguslah kalau begitu."

Nggak ada lagi ciuman-ciuman hangat setelah kami sama-sama memuncratkan lahar panas. Sekarang, dia sudah sibuk dengan hapenya. Entah, mungkin dia sedang berkirim pesan cabul dengan Regi.

Sejak bel masuk, Regi asyik dengan hapenya. Meskipun dia bodoh dan pemalas, tapi baru sekali ini aku lihat dia terus-terusan berkirim pesan.

Aku menoleh ke belakang. Ternyata Zilan pun sedang melakukan hal yang sama. Mungkinkah mereka berdua lagi janjian, untuk ketemuan setelah pulang sekolah nanti...?

Saat jam pelajaran kimia, pintu kelasku diketuk dari luar. Guru piket yang datang, memberitahu kalau aku dipanggil ke ruang kepala sekolah.

Sebelum meninggalkan meja, kusempatkan menoleh ke arah Regi. Sedikitpun dia nggak mau menoleh, apalagi mau tahu, kenapa aku sampai dipanggil ke ruangan kepala sekolah.

Dari kejauhan, aku bisa melihat wali kelasku sedang berdiri-diri tepat di depan ruang kepala sekolah.

Begitu melihat ke arahku, Bu Rahma berlari mendekat. Dia rapihkan rambut, kerah seragam, dan juga dasiku.

"Ada apa ya bu, kok aku dipanggil ke ruangannya Pak Toti..?"

"Ibu minta maaf ya, Febryan. Selama ini, ibu benar-benar tidak tahu..."

"Minta maaf segala, bu. Lebaran kan masih lama."

Bu Rahma yang mengetuk, juga membukakan pintu ruang kepsek. Tapi anehnya dia nggak ikut masuk ke dalam.

"Selamat pagi, pak."

Bukan cuma ada Pak Toti di ruangannya. Tapi ada Pak Mike, orang tuanya Kak Alden. Dan juga Pak Raga.

"Pagi, Febryan. Silahkan duduk. Jangan sungkan.." Pak Toti ramah dan baik sekali. Aku sampai dipegangin tangan, buat duduk di salah satu sofa mahalnya. "Begini Febryan..."

Pak Toti memulai penjelasannya. Bukan dia namanya, kalau bicaranya kadang melantur kemana-mana.

Saat upacara rutin tiap Senin pagi saja, dia suka berbicara yang tidak ada hubungannya dengan dunia sekolah, dan pendidikan.

Mataku terus mengarah pada bibirnya yang gelap itu. Terkadang, aku juga memperhatikan perutnya yang buncit itu.

Orang seperti dia ini, sudah bisa kutebak bentuk kontolnya yang pasti, berukuran kecil dan bantet.

The Dark SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang