54

51 5 0
                                    

"Harusnya kamu bilang dari awal..." Raka mendesis di dekatku.

"Bilang, ya?"

Rasanya wajah dan bibirku terasa begitu kering, karena harus selalu tersenyum, saat kamera ponsel milik saudara-saudaranya Rizka itu, terus tertuju padaku.

Apalagi saat aku sedang dipakaikan  kain batik untuk menutupi bagian bawah, sementara tubuh bagian atas dibiarkan terbuka begitu saja.

"Hai aku Febryan, aku gay. Mau ngentot nggak..?"

Mata Raka membulat, nyaris tak berkedip. "Itu sih terlalu vulgar."

"Udah, ya. Nanti aku nggak mau nusuk kamu lagi."

"Ya nggak bisa gitulah, Feb! Kan gantian..."

"Nah kan, mamah udah suruh kamu buat makan, tapi kamu nggak pernah mau..!"

"Apaan sih mah, dateng-dateng langsung nyembur..."

"Tante.." Aku melempar senyum pada wanita cantik yang mungkin umurnya udah setengah abad itu.

"Untung ada Febryan ya, Wa. Coba kalau nggak, bisa tepar si Raka.." Rizka juga belum sepenuhnya selesai berdandan. "Makasih ya, Feb. Kamu nggak ngebatalin janji ini.."

"Aku udah terlanjur fitting. Seragamnya pun udah jadi. Masa iya, aku mau ngebatalin..?"

"Kakak cakep itu teteknya warna pink!"

"Iya, ih..!"

"Ayo-ayo, bubar! Kalian ini, mau sampai kapan foto-fotoin terus temannya Teteh Rizka..?!"

"Yahh, uwa kok pelit...!?"

"Cucu kakek kelihatan sangat gagah dan tampan.."

"Ka --- kek..?"

Karena kemunculan kakek, nenek, dan siapa lagi kalau bukan Mas Tama --- semua anggota inti, dari keluarga Rizka jadi pada mendekat.

Raka malah menjauh, setelah dia dan Mas Tama saling bertukar pandang. Kayaknya Raka takut dan segan, dengan ekspresi wajah Mas Tama, yang sama sekali nggak ada ramah-ramahnya.

"Sarapan apa tadi?"

"Pop mie."

"Semalam?"

"Pop mie."

Matanya Mas Tama, langsung melotot. "Memangnya kamu nggak dikasih makan, sampai-sampai..."

"Mas Tama!" Aku menghentak. "Jangan ngomong sembarangan ihh, kan nggak enak..."

"Tidak seharusnya mereka memperlakukan cucu seorang --"

"Kok Mas Tama pagi-pagi bisa udah disini..?"

"Mas nginap disini. Kakek mengkhawatirkan kamu.."

"Tahu kalian nginep disini, ngapain juga aku harus bawa koper besar..?"

"Mas akan suruh Agus, untuk memindahkan koper dan barang bawaanmu."

"Yes! Berarti nanti aku bisa ---"

Mas Tama melenggang pergi meninggalkanku. Rupanya dia bisa risih juga, tiap kali aku menggodanya.

"Kakak kamu..?" Raka kembali mendekat.

"Kok kamu tahu?"

"Lah segitu miripnya. Semua orang juga pasti tahu, kalau kalian itu kakak beradik.."

"Apa, iya.." Aku mamandangi pantulan wajahku di cermin. "Aku mirip dengan Mas Tama..?"

Acara pertama pun berlangsung dengan lancar, dan sukses. Meski prosesi adat yang digelar memakan waktu sampai hampir 4 jam lamanya, tapi ada perasaan bangga dan bahagia, sesaat setelahnya.

The Dark SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang