"Selamat datang di neraka, tempat siksaan terpedih di dunia. Selamat berjuang, hanya yang terbaik yang akan bertahan. Kombinasi antara otak dan hati, menjadi hal yang utama. Untukmu, anggota baru yang masih pemula, satu pintaku; tetaplah hidup, kita bertemu di pintu keluar. Aku harap, kau bisa tepati itu."
<Re-Search>
=/•🗝️• \=
SMA Chase.
Ah, rasa-rasanya, seantero Indonesia sudah pasti mengenalnya. Sekolah elite dengan kualitas pendidikan yang tinggi dan bermutu. Sekolah yang sangat mewah, tapi tidak memungut biaya pada siswa. Fasilitasnya sangat lengkap, membuat SMA Chase menempati urutan pertama sekolah terfavorit.
Di balik gemerlap kemewahannya, tentu saja sekolah ini tetaplah sekolah biasa yang memiliki sisi gelap tersendiri. Persyaratan yang ketat serta diskriminasi kemampuan otak menjadi hal paling mencolok, menutup sisi buruk lainnya yang mungkin saja jauh lebih fatal.
Untuk menjadi siswa juga diperlukan usaha keras serta keberuntungan, karena sekolah ini tidak menerima sembarang orang. Hanya siswa-siswi dengan kadar kejeniusan tingkat tinggi yang bisa menginjakkan kaki melewati gerbang.
Jenius di sini bukanlah anak kutu buku dengan ribuan hafalannya. Bukan juga anak perfeksionis yang serba A+ raportnya. Bukan, bukan itu. Tidak harus jenius seperti itu, itu berlebihan, kawan. Kau bisa saja masuk sini dengan kejeniusan yang lain.
Sekolah ini menampung berbagai macam siswa. Mulai dari kutu buku banyak hafalan, perfeksionis tanpa kecacatan, hiperaktif yang tidak bisa diam, musisi kesasar, kalkulator berjalan, sampai preman pasar tobat dadakan. Semua ada karena mereka semua jenius di bidangnya sendiri.
Baik, cukup untuk perkenalan mengenai SMA impian semua pelajar ini. Mari kita beralih ke salah satu sudut area mewah itu, tepat di lorong lobi-01. Di sana, ada 3 remaja jenius yang menjadi siswa di SMA Chase. Ketiganya tengah mengobrol seru, menunggu bel masuk.
"Kak Aze, gimana kemarin?" Gadis satu-satunya itu bertanya.
"Gimana apanya, Za?" Remaja yang dipanggil Aze itu menatap temannya bingung.
"Astaga Kak Azery ... maksud gue itu, gimana kemarin aksi Kakak bobol jaringan BI, berhasil gak? Ish, gemes deh." Halza, gadis itu, meremas jarinya gemas.
"Owalah, bilang dari tadi, kek. Itu mah, aman. Lagipula, gue kan baru intai saldo aja, belum bobol bank yang bener-bener bobol gitu," jelas Aze, remaja tadi.
"Lo yang lemot, be*o!"
Sebuah mur melayang ke dahi mulus Aze, meninggalkan bekas kemerahan. Pelakunya, Halza, menatap Aze kesal.
"Udah, ah. Tiap ketemu selalu berantem, bosen gue. Lo sendiri, Za? Udah jadi proyek lo yang baru?" Remaja terakhir yang sedari tadi menyimak, akhirnya ikut bersuara.
"Belum, Kak Jun. Ada masalah di pengaturan otomatisnya," jelas Halza.
Sekedar informasi, mereka bertiga adalah anggota dari satu-satunya kelas unggulan sekolah. Kelas yang dinamai X-Class itu hanya menampung 10 siswa. Fasilitasnya berlipat-lipat lebih baik dari siswa normal yang sebenarnya sudah hidup mewah di sini.
Iroila Halza Kraja, 13 tahun. Siswi kelas 10 yang berhasil masuk X-Class tepat di hari pertamanya bersekolah. Keahliannya di bidang teknologi sangat tinggi, membuatnya berhasil masuk kelas istimewa ini.
Jun Putra Mallete, 15 tahun. Siswa kelas 11 dengan aura super tipis serta keahlian di atas rata-rata dalam hal menyelinap dan memata-matai. Kerap kali dimintai pertolongan oleh organisasi raksasa di Indonesia untuk menyelidiki segala sesuatu membuatnya berada di kelas istimewa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
School: Re-Search [Terbit]
Teen Fiction[Open PO sampai 20 Agustus 2022] Sekolah. Apa yang kalian pikirkan tentang kata itu? Tumpukan tugas? Nilai di atas kertas? Perebutan ranking kelas? Atau ... kalian memiliki pikiran lain? Tidak apa, semua itu memang benar. Iya 'kan? Semua sekolah itu...