10 - Ingatan Sang Hafidz

2.3K 326 10
                                    

"Percayalah, sepandai-pandai tupai melompat, pasti jatuh juga. Sehebat-hebatnya orang mengingat, pasti ada lupanya juga."

<Re-Search>

=/•🗝️• \=

Libur t'lah tiba
Libur t'lah tiba
Hore! Hore!
Hatiku gembi—Eh?!

Ini sedang libur semester bukan? Mengapa cerita ini masih berlanjut?

(Karena kita akan menelusuri liburan mereka agar cerita ini tidak terputus.)

Ah, baiklah, baiklah.

Berhubung tuntutan cerita ini memaksa kita menjelajahi kehidupan mereka di waktu libur, jadi ... mari kita intip keseharian mereka di rumah masing-masing.

Sebagai permulaan, mari kita ikuti keseharian seorang Ahmad Thariq Ibrahim. Kita semua tahu, sepupu dari Nadira ini adalah seorang hafidz yang erat kaitannya dengan ingatan tajam, tapi tidak semua tahu betapa buruknya ingatan seorang Thariq. Untuk lebih jelasnya, mari kita menuju kamar pemuda itu di kediamannya.

Sepertinya dia tengah mengaji dengan damainya, seakan dunia ini tiada artinya. Sayang, kekhusyu'an Thariq terhenti akibat suara ketukan tanpa nada yang merusak ketenangannya barusan.

Meski kesal, Thariq tetap menyudahi kegiatan mengajinya dan membukakan pintu untuk tamu tidak diundangkannya.

"Khaal Ibra kok lama buka pintunya?! Nanda sudah capek ketuk pintu kamar Khaal."

Astaga ... siapakah gerangan balita imut ini? Pipi chubby kemerahan serta mata bulat nan menggemaskan. Aa ... ingin rasanya tangan ini menyubitnya gemas.

"Maaf, maaf. Khaal tadi mengaji. Nanda ada apa kok cari Khaal?" balas Thariq lembut sambil berlutut di hadapan balita itu.

"Khal kan udah janji mau ajak Nanda sama Khaalah Icha ke taman pagi ini. Khaalah Icha udah ngambek lho gara-gara Khaal lama nda turun-turun," jelas balita itu, Nanda.

Terlihat pemuda pemimpin X-Class ini menepuk dahi keras-keras, seakan baru teringat sesuatu yang sangat penting. Dia segera berdiri dengan agak tergesa, berbalik setelah mengatakan sesuatu pada gadis mungil di hadapannya.

"Nanda tunggu di bawah sama Khaalah ya? Khaal ganti bawahan dan ambil HP dulu, terus nanti Khaal nyusul," tukasnya cepat.

Sesuai perintah Thariq, Nanda melangkah turun dengan hati-hati, pergi menemui seorang gadis yang tampak menekuk wajah penuh bosan di sofa ruang tamu kediaman keluarga ini.

"Khaalah Icha, Khaal Thariq masih siap-siap. Katanya bentar lagi turun," lapor gadis mungil itu.

Sang gadis yang diajak bicara, Nadira, menghela napas pendek—kesal terhadap ulah saudaranya.

"Kebiasaan emang si Ibra ini. Awas aja lama," gerutunya sepelan mungkin agar tidak terdengar oleh balita di sebelahnya.

"Aisyah! Maaf, Ibra kelupaan," kata Thariq yang baru turun itu. Dia terlihat rapi dengan celana training hitam, kaos putih polos, serta jaket hitam yang membungkus tubuhnya.

Decakan malas terdengar dari bibir Nadira, menandakan betapa marahnya gadis ini. Meski begitu, dia tidak mengumpati kakaknya itu mengingat ada keponakan mereka—anak dari kakak perempuan Thariq—di sini.

Menyadari kemarahan Nadira, Thariq hanya mampu menggaruk tengkuk lalu mengajak mereka pergi.

"Ayo."

Mereka berjalan bertiga ke taman dekat rumah Thariq. Terlihat banyak anak balita seumuran Nanda yang tengah asik bermain, membuat gadis mungil itu menatap keduanya meminta ijin.

"Khaal, Khaalah, Nanda main di sana ya? Nanda janji nda nakal. Boleh?" ijinnya.

"Oke. Khaalah tunggu di sini ya. Kalau ada apa-apa langsung ke sini," balas Nadira lembut.

Seperginya Nanda, sikap lembut Nadira juga hilang saking kesalnya gadis ini pada Thariq.

"Ais, sorry. Beneran, gue lu—"

"Udah sadar kalau pelupa, kenapa gak pasang pengingat? Lo pikir gue alarm lo, Ibra?!" sembur Nadira kesal.

Thariq terdiam. Dia sadar betul jika ini adalah salahnya. Dia bahkan tidak membantah amarah Nadira.

"Hh ... sekarang gue tanya. Lo udah selesai koreksi tugas kita yang dikasih Pak Hasan hari itu?" tanya Nadira selepas marah-marah.

Wajah Thariq terlihat bingung dan tidak mengerti dengan kalimat Nadira barusan. Dia menggaruk pelipisnya pelan, berpikir apa yang diucapkan Nadira meski pada akhirnya bertanya karena tidak paham.

"Tugas dari Pak Hasan? Tugas apa?"

"Astagfirullah Ibra .... Tugas biografi fisikawan Ibra ...! Tugas yang dikasih Pak Hasan terus dikumpulkan ke Pak Budi! Jangan bilang lo belum koreksi itu tugas?!"

"O–oh, tugas itu. B–belum, gue lupa. Hehehe ...."

Thariq tertawa kaku. Dia sepertinya benar-benar lupa mengenai tugas hari itu, membuatnya harus siap diamuk Nadira untuk kedua kalinya.

"AHMAD THARIQ IBRAHIM!! Hh ... kita balik sekarang. Lo panggil si Nanda, gue tunggu di gerbang taman."

"Kasihan Nanda kalau balik sekarang. Nanti aj—"

"Se-ka-rang," eja Nadira penuh penekanan.

(Maaf, sebagian part dihapus untuk keperluan penerbitan)


1005 kata
10 Juni 2021

____________________________________________________________________________

(≧▽≦)Kamus mini cerita(≧▽≦)

Khaal : sebutan bagi paman dari pihak ibu
Khaalah : sebutan bagi bibi dari pihak ibu - Bahasa Arab

Konnichiwa minna ....
Hika balik, yeay!

Terima kasih atas dukungan kalian, Hika kaget lho dapat teror komentar. Bukan karena tidak suka, tapi karena senang karya ini dibaca.

Semoga sedikit catatan ini menghibur ya!

Ja ne~

School: Re-Search [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang