"Tekad. Satu kata ajaib yang dapat membuatmu menjadi apapun yang kau mau."
<Re-Search>
=/•🗝️• \=
Duk!
Duk!"Bisa diem gak sih?! Gue lagi baca bu—,"
Sring!
Tak!"Terserah gue mau apa. Apa urusannya sama lo, Kak?"
Ara, ara. Baru saja datang, kita sudah disuguhi perdebatan antara Kirana dan Thomas, siswa U-Class III. Padahal masalahnya sepele, tapi Kirana dengan entengnya melayangkan pisau sampai menancap sempurna di buku yang dibaca Thomas.
Farley selaku orang terdekat Kirana hanya geleng-geleng kepala melihat kawannya itu. Begitu juga dengan Wildan, teman sekelas sekaligus bodyguard Thomas.
"Bangs*t! Maksud lo apa nyobek buku gue, hah?! Jadi adek kelas jangan belagu napa! Baru juga kelas satu udah songong," bentak Thomas sambil mendekati Kirana.
Tanpa pikir panjang, pemuda itu menarik kerah kaos Kirana, memaksa si empunya berdiri dari posisi rebahan. Sorot mata keduanya sama-sama tajam dan penuh intimidasi, membuat anggota tim yang lain merotasikan mata mereka.
Cengkeraman Thomas mengencang, membuat Kirana terpaksa menggerakkan tangannya untuk balik menyengkeram pergelangan tangan pemuda kurang ajar ini. Terlihat jelas jika Thomas kesakitan, tetapi dia sama sekali tidak mau melepaskan tangannya.
Perkelahian mereka membuat Samuel jengah. Sebagai ketua tim, dirinya cukup kesulitan karena keduanya suka berkelahi nyaris setiap saat.
"Wildan, Farley, mending kalian lerai mereka sebelum Pak Adam sama Bu Winda dateng," titah pemuda itu pada akhirnya.
Wildan segera bertindak, melepaskan cengkraman Thomas pada baju Kirana dan menariknya mundur perlahan.
"Tahan emosi Anda, Tuan Muda. Kita semua tidak akan bisa lulus ujian ini jika Anda berkelahi," katanya.
Farley sendiri tidak beranjak melerai seperti Wildan, hanya memberi peringatan pada Kirana melalui kata-kata. Bukan karena malas, tetapi dia tahu persis seperti apa Kirana itu.
Gadis pembunuh ini tidak pernah suka jika kegiatannya diusik seseorang, apapun alasannya. Dia juga tidak segan-segan membunuh orang yang dianggap mengganggu. Dengan kebiasaan buruknya itu, jelas saja Farley tidak mau ikut campur.
"Sara, cobalah sedikit lebih sopan. Kau tidak ingin dikeluarkan dari sini, bukan?"
"Cih. Kau berisik sekali, bayi kuda," kesal Kirana.
"Sialan memang kau! Untung saja kau tuanku, dasar ulat bulu," balas Farley enteng.
Ceklek.
"Aku mendengar keributan. Ada apa ini?"
Suara bariton Adam terdengar tepat setelah pintu ruang santai terbuka. Wajah datarnya menyorot tajam seluruh anak didik yang dibimbingnya kali ini.
Winda juga sama. Wajahnya mengisyaratkan ketegasan yang sangat ketara, membuat perkelahian kecil itu seketika terjeda.
Gawat! Adam dan Winda datang di waktu yang kurang tepat. Kondisi di sini yang sedari awal sudah panas menjadi semakin runyam akibat kedatangan mereka.
"Sara, Dania, Thomas, dan Wildan. Bisa jelaskan?" tanya pria itu lagi, kali ini nadanya penuh penekanan dan intimidasi.
Thomas dan Wildan langsung terdiam tanpa kata. Oh, ayolah. Memangnya siapa yang berani mencari gara-gara dengan pria ini? Mantan pembunuh bayaran berdarah dingin dengan kecerdasan luar biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
School: Re-Search [Terbit]
Fiksi Remaja[Open PO sampai 20 Agustus 2022] Sekolah. Apa yang kalian pikirkan tentang kata itu? Tumpukan tugas? Nilai di atas kertas? Perebutan ranking kelas? Atau ... kalian memiliki pikiran lain? Tidak apa, semua itu memang benar. Iya 'kan? Semua sekolah itu...