05 - Z-Class

2.8K 385 36
                                    

"Kami diam bukan karena takut. Kami tidak membalas bukan karena kami pasrah. Kami hanya tidak ingin kalian ketakutan tanpa bisa melawan."

<Re-Search>

=/•🗝️• \=

Pagi ini, suasana X-Class tenang dan damai seperti biasa. Pembelajaran berlangsung kondusif. Semua menyimak dengan te—

Tunggu.

Ada yang aneh di sini. Mengapa ada dua bangku kosong? Siapa yang tidak hadir?

Hm ... coba kita lihat. Ada Thariq, Halza, Violla, Hasna, Freya, Aze, Jun, Alvand, Re—

Eh?! Di mana Revan dan Nadira?

Oke, untuk sementara kita asumsikan jika Revan membolos. Itu masuk akal, terlebih dia memang siswa yang nakal. Akan tetapi, sangat sulit untuk menyimpulkan hal serupa pada Nadira.

Pertama, gadis itu bukanlah siswa nakal maupun malas. Selama bersekolah di sini, dia belum pernah membolos kelas. Kedua, sepertinya akan sangat mustahil jika Nadira membolos hari ini.

Mengapa?

Sederhana. Saat ini, X-Class tengah belajar matematika. Sebagai seseorang yang dijuluki kalkulator berjalan SMA Chase, tentu saja Nadira tidak akan melewatkan pelajaran penuh hitungan ini.

Oke. Untuk menghilangkan rasa penasaran ini, mari kita ca—

"Sebentar. Thariq, di mana Revano? Apa dia membolos lagi?"

Ah, sepertinya lebih baik kita diam di sini terlebih dahulu untuk beberapa waktu. Percakapan ini pasti bisa memberikan kita petunjuk.

Ketua kelas X-Class itu tersentak kaget. Dia mengalihkan pandangannya dari meja elektronik, menatap sang guru.

"Maaf Pak, saya lupa memberi tahu Bapak. Revan menemani Nadira mengajar Z-Class III."

"Menemani?"

"Benar, Pak. Nadira sedikit trauma mengajar Z-Class III, sehingga saya meminta Revan untuk menemaninya."

Sang guru, Candra Malik, mengangguk paham, menyambung penjelasannya.

Sementara X-Class belajar, mari kita pergi ke Z-Class III, mengintip gaya mengajar seorang Nadira Citra Aisyah.

Terlihat, gadis itu berdiri di depan papan elektronik. Jemari-jemari lentiknya sibuk menulis belasan soal untuk digarap seniornya.

Beberapa kali siulan usil terdengar, berlomba untuk menggoda gadis cantik berhijab ini.

"Cantik, hadap sini dong."

"Dedek Nadir ... main sama Babang, yuk!"

Jemari Nadira berhenti menulis. Kedua tangan gadis itu—Nadira seorang ambidextrous—menggantung di udara tanpa pergerakan. Tubuhnya mulai gemetar, ingatan sewaktu anak-anak Z-Class mengganggunya dulu muncul ke permukaan, menghadirkan rasa takut yang berlebihan.

"Woi, lo! Nadira di sini jadi guru, be*o! Hormat dikit napa," sentak Revan yang sedari tadi mengamati dari meja guru.

Dirinya geram bukan kepalang melihat Nadira gemetar karena kumpulan pria tanpa otak yang lebih pantas dipanggil berengs*k.

"Aduh, aduh. Revano kalau marah cool banget, sih."

"Iya. Jadi makin sayang."

Gantian, kini para gadis yang bersuara. Mereka sibuk menggoda premannya X-Class yang terkenal cool itu.

"Apa gini kelakuan jenius SMA Chase? Miris. Tahu, gak? Kelakuan lo lebih rendah dari gembel. Mending tuh duit sumbangkan ke panti asuhannya Bang Alvand, daripada dipakai generasi sampah kayak kalian."

Mari kita beri tepuk tangan untuk Revan. Meski penampilannya seperti orang tidak berpendidikan, tapi keberaniannya patut diacungi jempol.

Dengan mudahnya dia menghujat Z-Class III yang semuanya lebih tua darinya. Ah, bukan hanya menghujat. Revan bahkan sukses membungkam total kelas itu.

"Nad, ayo balik kelas. Percuma lo ninggal pelajaran MTK kesukaan lo buat manusia gak ada adab gini."

Pemuda itu menarik lengan baju Nadira, membawanya kembali ke kelas mereka. Satu lagi poin plus untuk Revan. Meski dia merupakan sosok yang nakal dan kasar, Revan sangat menghormati perempuan.

Selama ini, dia tidak pernah melayangkan tinjunya pada perempuan. Bahkan, dia membiarkan dirinya babak belur saat dulu dia dihadang para perempuan punk yang merampok di jalanan.

Sampai di area X-Class, Revan baru melepaskan tangannya. Dia berbalik, menatap Nadira yang masih gemetar ketakutan.

"Lo oke? Kalau masih gak nyaman mending ke UKS aja, gue ijinin Pak Candra."

Tangan pemuda itu terulur, menawarkan diri untuk menuntun Nadira yang masih terlihat lemas.

"G–gue ... gak apa. Ayo balik ke kelas," jawab Nadira diakhiri senyum simpul.

Revan menatap sekeliling, menemukan papan nama ruang UKS di sisi kiri, dekat posisi mereka. Matanya kembali menatap Nadira, menimbang sesuatu.

"Lo ke UKS aja. Bentar, gue panggilin anak cewek kelas buat nemenin lo."

Belum juga Revan mengirimkan pesan di grup kelas, bel istirahat berbunyi, diikuti dengan pingsannya sosok Nadira.

=/•🗝️• \=

(Maaf, sebagian part dihapus untuk keperluan penerbitan)

1064 kata
28 Mei 2021

____________________________________________________________________________

(≧▽≦)Kamus mini cerita(≧▽≦)

Ambidextrous : suatu kemampuan yang memungkinkan seseorang untuk menggunakan anggota tubuh kiri dan kanannya secara seimbang.

Assalamu'alaikum ....

Hika kembali ....<( ̄︶ ̄)>

Ada yang kangen?

//Pembaca: GAK!//

Hm ... okelah, tidak masalah. Ne, Hika mau bilang sesuatu.

Chapter ini Hika buat berdasarkan pengalaman Hika yang ditambah sedikit bumbu cerita, semoga tidak terkesan memaksakan ya.

//Malah curhat.//

Sudahlah, selamat membaca. Terima kasih atas dukungannya.

Ja~

Wassalamu'alaikum ....

School: Re-Search [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang