"Manusia tetaplah manusia, boneka hidup mainan takdir Tuhan. Serapi apapun sebuah rencana tercipta, pada akhirnya akan berakhir sia-sia di kala takdir telah berkata."
<Re-Search>
=/•🗝️• \=
Hari terus berganti. Berbagai permainan berlangsung di pulau ini. Tim-tim yang memperoleh kemenangan kembali berjuang, sementara tim yang kalah hanya bisa pasrah pada keadaan.
Mengingat jumlah minimal kemenangan untuk bisa lanjut ke final adalah sepuluh, tak heran jika banyak yang mengadakan pertandingan mandiri di luar bagan.
Sejauh ini, hanya ada seperempat dari keseluruhan tim yang ada yang masih menapak di pulau. Sisanya sudah tamat, dipulangkan paksa oleh pria-pria misterius berjas hitam.
Satu persatu tim mulai hengkang, memanaskan kondisi di lapangan. Para pemenang bertanding dengan sungguh-sungguh, membawa harapan semua tim yang telah mereka kalahkan.
Sebenarnya, akan menarik jika kita ulas pertandingan mereka secara menyeluruh. Akan tetapi, mengingat banyaknya jumlah pertandingan yang terjadi, mari kita lompati pertandingan-pertandingan tersisa. Bukan bermaksud untuk menyembunyikan fakta sebenarnya, tetapi untuk menyelamatkan kita semua.
Cerita ini sudah terlalu lambat berjalan. Oleh karena itu, mari kita lompati beberapa kisah, dan langsung menuju babak final di Pulau Apala.
Sebelum kita lanjut, coba tebak. Siapa saja tim yang lolos?
Yup!
Tim A, tim K, dan tim Q tentunya.
Ketiga tim penuh monster itu kini tengah celingak-celinguk di pelabuhan Pulau Apala, bingung harus melakukan apa. Untunglah, Infinity dan Galaxy muncul, menggiring mereka ke sebuah stadion super besar nan megah di tengah pulau, tempat berlangsungnya final.
"Jadi, kita akan bertanding apalagi kali ini?" tanya Alvand kalem.
"Kami juga tidak tahu. Master hanya berkata untuk mengantarkan kalian ke sini," jawab Galaxy masa bodoh.
"Oh ya, sebelum pertandingan di mulai, Master meminta semua guru untuk beristirahat di hotel tersedia. Kalian tidak diperkenankan ikut campur dalam pertandingan ini," jelas Infinity sopan.
Cukup langka melihat tingkah dua remaja misterius itu. Wajah angkuh dan nada sombong yang biasanya melekat, kita tergantikan oleh sifat murah senyum dan ramah tamah.
Penuturan terakhir membuat kelima guru, selain Indriani, mengangguk setuju dan langsung pergi. Indriani tidak beranjak, dia menatap kedua sosok misterius di hadapannya dengan tatapan selidik.
"Mohon maaf, Bu. Ibu harap meninggalkan ruangan," ulang Infinity dengan nada sopannya.
"Bagaimana bisa saya mempercayai kalian? Bukankah keempat penguasa lekat dengan kelicikannya?" sarkas wanita itu.
Kedua remaja itu tidak menunjukkan raut tersinggung sama sekali, seakan telah memprediksi ini. Sebagai gantinya, Infinity mengucapkan sesuatu yang membuat Indri membeku sesaat.
"Mohon maaf sebelumnya, Bu. Tapi, apa Ibu tidak ingat? Kami sendiri adalah siswa SMA Chase, sama seperti mereka. Tidak mungkin kami berbuat kekerasan."
Sadar dari keterkejutannya, Indri langsung membantah, "Kalian pikir, sikap kalian yang suka mengeluarkan siswa seenaknya itu bukan tindak kekerasan?!"
"Begini Bu, mengenai tindakan itu kami hanya men—,"
"Saya tidak berubah pikiran."
Alvand mendengus kesal. Indri sama sekali tidak berubah. Sifat keras kepala, kekanakan, dan mudah curiga masih tertanam kuat dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
School: Re-Search [Terbit]
Novela Juvenil[Open PO sampai 20 Agustus 2022] Sekolah. Apa yang kalian pikirkan tentang kata itu? Tumpukan tugas? Nilai di atas kertas? Perebutan ranking kelas? Atau ... kalian memiliki pikiran lain? Tidak apa, semua itu memang benar. Iya 'kan? Semua sekolah itu...