"Kebahagiaan sejati hanya akan terwujud melalui keikhlasan hati menerima keadaan."
<Re-Search>
=/•🗝️• \=
Kring .... Kring ....
Astaga, alarm Violla berisik sekali, padahal ini masih jam setengah empat pagi. Apa Violla tidak tergang—
Tunggu. Di mana anak itu?!
Ceklek.
Ah, ternyata dia sudah bangun rupanya. Sungguh rajin. Dia bahkan sudah rapi—selesai mandi. Langkah kakinya menuju lemari pakaian, mengambil beberapa potong baju untuk dikenakan sebelum kemudian menyisir rambut di hadapan cermin lemari super besar.
Dengan kaos oversize putih berlengan panjang, rok ungu sepanjang lutut, legging ungu tua, serta bando ungu yang menghiasi kepala, gadis itu turun—keluar kamar.
"Pagi, Bibi!"
"Selamat pagi, Nona Vio. Sepertinya Anda sedang bahagia, ya?"
"Tiap hari Vio bahagia, kok. Oh ya, Bibi sudah memasak?"
"Belum, Nona. Anda ingin sarapan apa hari ini?"
"Terserah Bibi saja. Semua yang Bibi masak enak," jawab gadis itu.
"Baik Nona. Oh ya Nona, ada seseorang yang menunggu Nona di ruang tamu."
"Siapa Bi?"
"Sebaiknya Nona menemui beliau langsung untuk lebih jelasnya. Saya permisi, mau memasak sarapan terlebih dahulu."
Raut wajah Violla terlihat bingung, meski begitu dia tetap menemui si tamu setelah berterima kasih.
"Maaf, Anda mencari sia—"
Violla mematung begitu raga si tamu tertangkap indra penglihatannya. Matanya mengerjap beberapa kali, meyakinkan diri bahwa dia tidak sedang berhalusinasi. Setelah yakin, barulah ia memanggil sosok itu.
"Oma?"
"Eh, putri kecil Oma sudah bangun ternyata. Apa kabar, Sayang?" balas sosok itu—nenek Violla.
Sapaan hangat itu tidak mendapat balasan dari lawan bicaranya. Melihat cucunya yang cengo, sang nenek berinisiatif membuka obrolan.
"Kok diam? Tidak mau peluk Oma?"
"Oma! Vio kangen ...."
Bugh!
Saking bahagianya, Violla berlari menumbuk sang nenek, membuat mereka terjatuh di sofa tempat duduk neneknya tadi. Keduanya saling tatap sejenak, lalu tertawa lepas bersama.
"Maaf mengganggu Nona, Nyonya Besar, tapi sarapan sudah siap."
Tawa mereka terhenti oleh suara Sri—kepala pelayan—yang baru saja datang.
"Terima kasih Bibi. Bibi ikut sarapan dengan Vio dan Oma ya?"
"T–tapi Nona—"
"Tidak apa Bi," kata nenek Violla lembut.
"Baik, Nyonya Besar."
Ketiga orang itu berjalan bersama menuju ruang makan. Di atas meja makan mewah itu, tersaji berbagai menu lezat yang menggugah selera.
"Wah! Ada nasi goreng. Sepertinya enak. Terima kasih, Bibi."
"Sama-sama Nona. Ini sudah menjadi tugas saya, syukurlah jika Nona menyukainya."
Violla sangat senang. Sejak tadi senyumnya tidak berhenti terkembang. Sungguh, hari ini seakan menjadi hari paling bahagia baginya. Sesudah sarapan, sepasang nenek dan cucu itu duduk di kursi taman belakang dekat kolam renang sambil berbincang ringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
School: Re-Search [Terbit]
Teen Fiction[Open PO sampai 20 Agustus 2022] Sekolah. Apa yang kalian pikirkan tentang kata itu? Tumpukan tugas? Nilai di atas kertas? Perebutan ranking kelas? Atau ... kalian memiliki pikiran lain? Tidak apa, semua itu memang benar. Iya 'kan? Semua sekolah itu...