"Hidup itu bukanlah perkara sederhana. Banyak kejadian yang luput dari mata. Jika saja kita melihat dunia dari sudut yang berbeda, tentulah keadilan serta rasa syukur akan semakin kuat tertanam."
<Re-Search>
=/•🗝️• \=
"Kak, aku bosan."
"Sama. Kak, ayo keluar. Gue boring."
Entah sudah berapa kali Freya dan Halza berkata mengenai kebosanan mereka. Tidak bisa disalahkan memang, tapi tetap saja kau akan kesal jika mendengarnya.
Coba bayangkan, anak berumur di bawah 15 tahun diminta duduk diam tanpa melakukan apapun, jelas saja dia bosan. Ingin berisik tidak boleh, ingin bermain tidak bisa bergerak bebas karena ruangannya terlalu banyak orang.
"Sabar, habis makan siang kita jalan-jalan."
Mendapat jawaban serupa dari Alvand untuk kesekian kalinya membuat Freya kesal. Sudah 27 kali dia bertanya, 27 kali pula Alvand menjawab demikian. Karena dongkol, gadis itu kembali bertanya.
"Makan siangnya kapan? Aku mau jalan-jalan," tanyanya agak merengek.
"Sabar napa sih, Frey! Lo tinggal duduk diem nunggu Hasna selesai masak aja kok susah," kesal Aze yang tidak tahan dengan sikap Freya.
Kalimat bernada tinggi itu sukses membuat Freya takut. Gagap, gadis itu meminta maaf dan berhenti bertanya.
"M–maaf."
Pelupuk mata itu mulai digenangi air. Wajahnya memerah menahan tangis. Bibirnya bergetar pelan, berusaha untuk tidak terisak. Semua itu tidak luput dari penglihatan Halza selaku pemilik rumah.
Berhubung dia juga sudah muak berada di antara para remaja yang tidak memahami anak-anak sepertinya, gadis itu berinisiatif mengajak Freya bermain.
"Frey, ayo main. Kita di sini kena omel mulu."
Halza menarik gadis itu keluar, pergi ke ruang bermain di sebelah kamarnya.
"Kak Aze ngeselin," gerutu Halza sambil menata konsol game. Sepertinya mereka akan bermain PS, terlihat dari perangkat yang tersedia.
"Daripada menyebalkan, Kak Aze lebih pantas disebut menyeramkan saat marah," sangkal Freya.
"Tahu, tuh! Kayak gak pernah jadi bocah, aja! Dipikir duduk diem gak boleh ribut itu enak apa?!"
Wah, wah, wah. Parah sekali kelakuan duo mungil ini. Bisa-bisanya mereka menghardik orang di belakang. Pasti ini ajaran Revan. Awas saja anak itu!
Beres menata PS, keduanya segera duduk dengan masing-masing memangku setoples biskuit. Setelah sama-sama siap, permainan dimulai.
Ternyata mereka bermain FIFA 21, permainan sepakbola. Terlihat keduanya sangat serius beradu di dunia digital itu, mengabaikan para remaja di sebelah yang entah sedang apa.
Permainan berlangsung seru. Keduanya sama-sama tidak mau mengalah. Banyak peluang gol diambil, banyak pula serangan yang ditahan.
Skor permainan masihlah sama, nol. Kendati demikian, waktu pertandingan terus berjalan. Entah sudah berapa match mereka mainkan, yang jelas sudah satu jam mereka menatap layar. Mereka semakin berambisi untuk menang karena sedari tadi pertandingan selalu berakhir seri, nol sama.
Pada match yang entah ke berapa, Halza mulai kesal karena Freya berhasil mencetak satu angka. Sungguh, pertahanan Freya seperti tanpa celah, membuat perasaan dongkol dan dendam mulai bersemayam.
Gadis ini benar-benar menghafalkan semua pola serangan Halza, mencari cara menghentikannya di sela-sela ingatannya mengenai olahraga sepakbola. Tidak ada satupun serangannya yang berhasil, membuat Halza memutar otak.
PS ini miliknya. Oleh karena itu, dirinya sudah hafal luar kepala seluruh kode cheat pada setiap permainannya. Tanpa pikir panjang, Halza melakukan kecurangan super kecil yang berlangsung sangat halus.
Jika saja kita yang bermain dengannya, pastilah kita tidak menyadari kecurangan itu. Sayang, lawan Halza kali ini adalah Freya, gadis dengan kekuatan ingatan terbaik di sekolah.
Tanpa perlu memastikan ulang, Freya langsung menyadari kecurangan itu. Jangan ditanya bagaimana dia bisa tahu. Gadis ini sudah pernah membaca semua artikel terkait PS 5, termasuk artikel tentang cara-cara melakukan kecurangan dalam permainannya.
Dengusan kesal terdengar. Sebisa mungkin Freya menghalangi pergerakan Halza agar gadis itu tidak berhasil mencetak angka. Sayang, kecurangan Halza tidak hanya sekali terjadi, sehingga Freya kebobolan untuk pertama kali.
"Yha, Kak! Kak Halza ... jangan curang, ih!"
Langsung saja Freya membanting stik PS-nya, menghasilkan bunyi bantingan yang cukup keras. Halza segera menoleh, balik membentak untuk menutupi tindakannya.
"Gue gak curang, woy!"
"Kakak curang!"
"Gak!"
"Apa buktinya kalau Kakak tidak curang?!" tantang Freya.
Halza berdecak kesal. Sungguh, bocah di hadapannya ini sangat menyebalkan saat sedang memojokkan orang. Tidak terima, Halza melempar pertanyaan serupa yang sialnya berhasil dijawab dengan sempurna.
"Lo sendiri tahu dari mana kalau gue curang?!"
"Skill move yang Kakak pakai. Itu bukan basic skill yang tersedia dalam permainan."
"Tahu dari man—"
Brak!
"Woy! Lo berdua kenapa lagi, sih?! Berisik mulu dari tadi."
Baik Freya maupun Halza, keduanya sama-sama terdiam saat Aze membanting pintu serta membentak mereka. Tatapan galak pemuda itu membuat nyali mereka ciut. Tanpa menjawab, mereka menunduk dalam, ketakutan.
Melihat gelagat mereka, Aze mengusap wajahnya kasar. Karena kejeniusan serta kelas, Aze jadi kerap lupa jika dua gadis di hadapannya ini masihlah anak-anak. Aze mendudukkan diri di antara keduanya, berusaha melerai dengan cara yang lebih lembut.
"Sorry, gue gak maksud buat kalian takut. Lo pada ribut kenapa tadi?"
"Kak Halza curang."
"Gue gak curang! Dibilangi kok ngeyel."
Senyum Aze terbit. "Coba jelasin satu-satu."
"Tadi Kak Halza pakai skill move diluar basic skill," adu Freya.
"Gak pakai basic skill bukan berarti curang, Frey!"
"Wow, kalem Za. Freya gak salah curiga ke lo, tapi lo juga gak seharusnya ngegas kalau emang gak salah. Sekarang gue tanya, gimana caranya lo pakai skill move diluar basic skill kayak gitu?"
"Kak, lapar."
Belum juga Halza menjelaskan, Freya mengatakan sesuatu yang random. Dia tidak sepenuhnya salah sih, perutnya memang sudah keroncongan. Perdebatannya dengan Halza tadi semakin membuatnya lapar.
"Sama, gue juga laper. Ayo turun, Kak Aze. Barangkali makan siangnya udah mateng," kata Halza setuju.
Dua anggota termuda X-Class itu melangkah bersama keluar ruangan. Halza merangkul Freya akrab, seakan-akan tengah merangkul adiknya sendiri. Freya sendiri berjalan sambil memeluk pinggang Halza, sesekali menggoda kawannya mengenai perdebatan mereka sebelumnya.
Keakraban mereka tidak luput dari penglihatan seorang Azery Wisnu Ekadirael. Hal itu tentu membuat Aze melongo tidak percaya. Bisa-bisanya suasana hati kedua gadis mungil itu berubah dalam waktu singkat. Terlebih, perubahan mereka bukan karena masalah selesai, tetapi karena perut mereka sama-sama kelaparan.
Dengan wajah nelangsa, Aze membereskan mainan yang mereka pakai barusan walau tidak diminta. Kakinya melangkah keluar sambil bergumam tidak percaya, "Astaga, siapapun tolong kasih tahu gue, serandom apa anak-anak itu."
1002 kata
16 Juli 2021____________________________________________________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
School: Re-Search [Terbit]
Teen Fiction[Open PO sampai 20 Agustus 2022] Sekolah. Apa yang kalian pikirkan tentang kata itu? Tumpukan tugas? Nilai di atas kertas? Perebutan ranking kelas? Atau ... kalian memiliki pikiran lain? Tidak apa, semua itu memang benar. Iya 'kan? Semua sekolah itu...