35 - Tim A vs Tim E (part 1)

906 158 0
                                    

"Orang-orang yang selalu mencicipi kegagalan bukanlah pecundang. Mereka ada sosok pahlawan yang pantang menyerah kala ada tantangan menghadang."

<Re-Search>

=/•🗝️• \=

Yo, kalian!

Apa kabar? Semoga baik-baik saja, ya.

Kita bertemu lagi! Sedikit bocoran, mulai dari sini situasi akan sedikit menegangkan.

Oke, mari kita mulai.

Kabar gembira, untuk kita semua. Kulit mang—Eh, salah. Maksudnya, tim A akhirnya bertanding hari ini. Nah, itu baru benar.

(Muliputlah dengan benar, kau tidak dibayar untuk promosi.)

Ck, padahal sejak awal kita memang tidak dibayar. Dasar penulis aneh!

(Kerjakan saja tugasmu seperti biasa! Jangan terlalu banyak mengomel tidak perlu.)

Sudahlah, abaikan saja penulis yang sedang mengomel di balik naskah. Lebih baik kita lanjutkan kisah ini.

Seperti penjelasan di atas, hari ini Tim A akan bertanding dengan pemenang pertandingan sebelumnya–tim E.

"Riq, kita main apa ini? Labirin Kaca, Panco? Panco!, sama Ular Tangga Pedang udah ditutup. Sisa 12 game doang," tanya Aze menjelaskan situasi.

Thariq tidak merespon. Sepertinya dia tertidur. Wajahnya menampilkan gurat-gurat kelelahan. Sebagai gantinya, Alvandlah yang bertanya.

"Thariq tidur deh kayaknya. Kita diskusi tanpa dia aja sementara ini. Aze, bisa minta tolong?"

"Apaan, Bang?"

"Coba cari, permainan apa yang peluangnya paling gede?"

"Sebentar, gue survei dulu."

"Jangan lama."

Aze mengutak-atik laptopnya sebentar, membaca cara bermain setiap game yang tersisa. Di saat yang sama, laptop Halza juga dia operasikan, menghitung peluang kemenangan mereka di masing-masing permainan.

Berbagai bahasa pemrograman muncul bergantian di layar, bergerak cepat bak gelombang air yang deras. Beberapa kali terdengar bunyi 'ting' yang menandakan jika hitungan yang diminta Aze telah selesai dikerjakan.

Aze membaca hasilnya. Keningnya agak berkerut, tanda bingung. Lagi, pemuda itu mengetik di laptop Halza. Sepertinya dia mengulang kembali hitungannya, karena sekumpulan angka yang sama seperti sebelumnya muncul lagi di layar. Setelah yakin, barulah dia menjawab.

"Kalau nyocokin antara skill anak X-Class sama game-nya, yang berpeluang menang cuma Racing Mario, Free Fire Survival, sama Super Soccer doang."

Kening Alvand mengernyit. Ini aneh. Tim ini penuh remaja berbakat, tidak mungkin peluang kemenangan mereka hanya ada di 3 permainan.

"Lo yakin, Aze?" tanya Alvand akhirnya.

"Sorry, bukannya gue ngeremehin skill komputer lo. Tapi nih ya, X-Class itu berbakat banget. Ya kali peluang kemenangannya cuma di tiga permainan? Yang bener aja," sambung Misaki.

School: Re-Search [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang