^^^
Matahari sudah melengser dari atas kepala, langit sudah mulai senja. Para pengunjung sudah mulai pergi meninggalkan kawasan Ancol, siap pulang ke rumah masing-masing. Tetapi ketiga manusia beda usia tersebut masih berjalan di taman bermain yang beberapa kali sudah di beritahukan melalui pengeras suara bahwasanya tempat itu akan segera ditutup.
"Kak Neta Bobby mau itu!"
"Abang ayok kecana."
"Kak Neta liat ada gula kapas!"
Celotehan penuh semangat tersebutlah yang sedari tadi mengisi indera pendengaran Rangga dan Arneta.
Rangga berjalan santai dibelakang Arneta yang sudah mulai kelelahan mengejar Bobby yang wara wiri kesana kemari menghampiri setiap permainan dan penjual di dalam kawasan taman bermain.
"Kak Neta. Bobby mau itu!" Telunjuk kecilnya menunjuk gula kapas yang digantung penjual gulali.
"Berapa pak?" Rangga hendak mengeluarkan uang dari dompetnya yang tiba-tiba sudah pindah ke tangan Arneta.
Gadis itu menggeleng merespon dengan gaya khas ibu-ibu yang hendak tawar-menawar dengan abang-abang kios pasar.
"Nanti pak." Ucapnya menahan bapak-bapak penjual gulali menyerahkan dagangannya.
Rangga yang tadinya hendak protes langsung kicep hanya dengan lirikan mata Arneta.
"Bobby, gulali itu manis nanti kamu sakit gigi. Ganti yang lain aja!" Bujuk Arneta yang ditolak Bobby mentah-mentah.
"Nggak mau kak. Bobby mau gulali."
Membuang nafas, Arneta menatap Bobby lembut. "Nanti gigi Bobby bolong kalo makan gulali,, terus giginya dicabut. Sakit tahu.." jelasnya.
Tidak perduli ucapan Arneta. Bobby kekeh ingin gulali. "Nggak akan kak Neta."
"Tapi kak Neta di titipin pesan sama mama kamu. Katanya kamu nggak boleh makan gulali Akbarsya Bobbyngga." Geram Arneta menyebut nama lengkap putra semata wayang tetangganya tersebut.
Bobby cemberut, bibirnya manyun dengan mata berkaca-kaca. "Iya deh Bobby nggak jadi makan gulali." Ucapnya dengan nada tak ikhlas.
"Jadi gimana ini mbak mas, mau beli kagak. Saya mau tutup ni!" Unjar bapak pedagang gulali yang sudah siap memasukkan dagangannya.
Membuang nafas kasar dan melirik sekilas Bobby yang masih saja manyun. Akhirnya Arneta luluh juga. "Jadi pak. Beli satu!" Ucapnya sambil menyerahkan selembar uang kertas dari dompet Rangga yang masih berada di tangannya.
Wajah Bobby seketika berubah sumbringan. Dengan senyum lebar di terimanya gula kapas yang di sodorkan bapak penjual kepadanya.
"Makacih kak Neta cantik!!" Soraknya kegirangan.
"Nih pak." Arneta menyerahkan dompet ditangannya kepada pemiliknya.
"Saya kira nggak akan kamu balikin sebelum isinya ludes." Kelakar Rangga sambil tangannya menerima dompet tersebut.
"Tenang pak. Kita belum jadi suami istri. Nanti kalo bapak udah jadi laki saya,, uang bapak uang saya juga. Jadi, siap-siap kartu merah putih bapak habis sama saya." Cengirnya cengengesan.
"Bisa saja kamu."
Arneta terpaku di tempatnya berdiri sesaat setelah pak Rangga mengacak-acak rambutnya gemas dengan senyum kecil yang spontan bikin jantung anak gadis keluarga Aditomo tersebut dangdutan.
Tanpa sadar Arneta meraba dada kirinya yang berdetak kencang seperti habis di kejar salpopepe.
"Bangke!! Damegnya pak Rangga bikin ubun-ubun gue dangdutan." Pekiknya tertahan sambil gigit jari.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARNETA UNTUK RANGGA
RandomArneta Ranjani, Gadis gendeng antikemayu yang sukanya bikin dara tinggi. Gadis 19 tahun yang sedang menempuh pendidikan di dunia perkuliahan. Arneta hanya punya satu kelebihan yaitu memiliki wawasan luas tentang dunia pe-ranjangan. Isi otaknya hanya...