30 | SAYNA A DOWN.

1.6K 115 3
                                    

^^^

Tap. Tap. Tap.

Bunyi ujung hak runcing yang beradu dengan lantai koridor yang sepi menggema di sepanjang lorong.

Sepatu hak setinggi lima sentimeter tersebut nampak melekat indah di kaki jenjang wanita dewasa yang berprofesi sebagai dosen tersebut.

Langkahnya begitu anggun dengan tatapan tajam mengintimidasi, raut wajahnya datar tidak memancarkan senyum di bibir ranum layaknya buah plum segar.

Sayna melangkah di koridor lantai tiga setelah mengajar mata kuliah di mana isi otaknya terkuras habis oleh tingkah gila keponakannya yang hari ini kembali membuat ulah menghilang di jam mata kuliah nya.

"Arneta sialan!!"

Niat hati pergi kekantin untuk membeli secangkir kopi agar sedikit meredakan rasa pusing di kepalanya yang nyut-nyutan langkah kaki wanita dewasa itu terhenti oleh panggilan seorang pria yang menjabat sebagai rekan kerjanya sesama dosen.

"Buk Sayna."

Kakinya terhenti melangkah badannya berbalik menoleh kebelakang mendapati seorang dosen baru yang berjalan ketempatnya berdiri dengan senyum manis yang mampu melelehkan setiap siswi kampus tersebut, tapi tidak bagi Sayna senyum dosen tengil itu terkesan menyebalkan.

Terutama mengingat waktu, beberapa bulan belakangan ini dosen yang di Gandrungi siswi-siswi centil itu selalu saja mengacau harinya.

Hal apakah yang membawa dosen tengil ini padanya.

Mengubah raut wajah sedatar mungkin Sayna menunggu kalimat lanjutan yang akan di sampaikan Pak Hans, dosen tengil yang akhir-akhir ini mengganggunya.

"Iya pak Hans. Ada apa?"

Pak Hans nampak menggaruk tengkuknya yang di yakini tidak gatal, postur tubuhnya sekarang menunjukkan seseorang yang sedang salah tingkah. Sayna tidak paham bagaimana bisa dosen berjenis kelamin laki-laki itu salah tingkah oleh tatapannya.

"Pak Hans?" Lagi Sayna memanggil.

"E-eh iya." Sedikit gelagapan Pak Hans memberanikan diri menyampaikan maksudnya.

"Ehm, itu buk.."

Alis Sayna berkerut, tidak jelas. "Apa?"

"Buk Sayna sibuk tidak?"

"Sekarang?"

Pak Hans mengangguk. "Iya sekarang Buk Sayna sibuk tidak."

Menatap sekilas jam tangannya Sayna menggeleng. "Nggak saya nggak sibuk."

"Emm, buk Sayna mau makan siang bareng saya." Tawarnya terlewat antusias.

"Tidak." Datar, padat, singkat dan jelas.

Raut ceria yang di pancarkan laki-laki 28 tahun itu memudar tergantikan dengan raut wajah kecewa setelah mendengar jawaban wanita di depannya.

Hati nurani Sayna sedikit berderit menyaksikan perubahan wajah laki-laki ceria tersebut. Apakah ia berlebihan pikirnya? Tapi sepertinya tidak.

Seakan memiliki kepribadian lain raut wajah lesu itu kembali ceria dengan binar terang. "Bagaimana kalo sepulang Buk Sayna mengajar. Apakah ada waktu luang?" Tanyanya sedikit memaksa.

Sayna menarik nafas panjang. "Sepertinya saya ada kegiatan lain dan tidak ada waktu luang. Kalo pak Hans ada waktu luang mengapa tidak mengajak dosen-dosen lain saja. Jangan saya." Sarkasnya.

"Tapi saya maunya sama Buk Sayna." Lirih kalimat itu terlontar seperti gumangan.

"Pak Hans bilang apa tadi?"

ARNETA UNTUK RANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang