^^^
"Kok kamu bisa ada di sini sih.?"
Arneta mendengus mendengar pertanyaan bodoh tersebut.
"Nggak kebalik! Harusnya saya yang nanya kenapa bapak bisa ada di sini." Ucap Arneta berkacak pinggang.
Pria berseragam di hadapannya malah cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang Arneta yakini tidak gatal sedikitpun.
"Saya mau ketemu bang Rendra. Kamu?"
Arneta membuka lebih lebar pintu rumahnya. "Ini rumah saya, bapak Budi yang terhormat." Ucapnya tersenyum geli.
Jika kalian menebak yang datang berkunjung Rangga orangnya, salah. Nyatanya yang datang bertamu ternyata Budiman. Sahabatnya.
Budi nampak kaget. "Kamu tahu nama saya?" Tanyanya memastikan.
"Iyalah pak. Orang tadi siang bapak yang nilang saya, masa saya lupa.." Budi mengangguk.
"Mari pak, masuk. Mas Rendra ada di dalam." Arneta mempersilahkan Budi masuk lebih dulu dengan ia yang mengekor di belakang setelah tadi menutup pintu terlebih dahulu.
Arneta dan Budi berjalan menuju ruang keluarga.
"Lho Budi. Kamu kok bisa ada disini?" Ucap mas Rendra bingung.
Pasalnya ia meminta adik iparnya untuk menjemputnya malah yang datang sahabatnya.
"Hehehe. Iya bang, saya yang jemput. Komandan lagi ada urusan." Sahutnya.
Adipati mempersilahkan Budi duduk di sofa singel di hadapan mereka.
Arneta berlalu ke dapur untuk membuatkan minuman. Sepertinya hari ini ia kedatangan banyak tamu.
"Ini pak mari diminum." Tangannya menyerahkan secangkir jus jeruk kepada Budi yang di sambut dengan senang hati.
"Makasih. Panggil Budi aja."
Arneta mengangguk. Kakinya melangkah mendekati sopa kosong di hadapan ketiga lelaki dewasa itu.
"Bagaimana bang. Mau langsung pulang apa nanti." Budi bertanya kepada Rendra yang duduk di samping Adipati.
"Kayaknya langsung pulang aja, deh. Saya sudah lama disini." Sahut mas Rendra.
Arneta yang sedari tadi diam menggeleng. "Nggak boleh!" Ucapnya tegas yang mendapat perhatian dari ketiga pria dewasa itu.
Adipati mengerutkan keningnya. "Kok nggak boleh dek. Rendra sama Budi mau pulang masa nggak kamu bolehin."
Lagi. Arneta menggeleng tegas. "Nggak boleh, Abang!" Ucapnya menatap Adipati.
"Kenapa?"
"Neta itu udah masak banyak lauk buat makan malam. Kalo tamunya Abang suruh pulang, siapa yang mau ngabisin masakan Neta. Abang mau habisin semuanya." Jelas Arneta. Matanya melotot meminta jawaban.
Adipati memutar bola matanya. Dia pikir adeknya kecantol pesona seorang Rendra makannya nggak di bolehin pulang. Tahunya, takut masakannya nggak laku.
"Abang pikir kamu naksir Rendra sama Budi. Tahunya takut masakannya nggak laku." Adipati menyuarakan isi kepalanya yang disambut timpukan bantal sopa dari adiknya.
"Ya kali bang." Protesnya.
Budi dan Rendra terkekeh geli.
"Ya udah mari Ren, Budi. Kita ke ruang makan." Adipati mengajak Rendra dan Budi ke meja makan yang sudah terhidang nasi lauk dan piring yang sudah Arneta tata.
"Sini mas Rendra piringnya. Biar Neta ambilin nasinya." Dengan cekatan Arneta mengisi nasi beserta lauk di piring ketiga pria itu.
"Ambil aja bang. Nggak usah malu-malu." Ucap Arneta, ia memutuskan untuk memanggil Budi dengan embel-embel Bang. Nggak enak panggil nama sama yang lebih tua 'Pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARNETA UNTUK RANGGA
AcakArneta Ranjani, Gadis gendeng antikemayu yang sukanya bikin dara tinggi. Gadis 19 tahun yang sedang menempuh pendidikan di dunia perkuliahan. Arneta hanya punya satu kelebihan yaitu memiliki wawasan luas tentang dunia pe-ranjangan. Isi otaknya hanya...