19 | PENYAKIT MALAM MINGGU.

8.6K 734 19
                                    

^^^

"Hachii.. hachii.. huaaaa,, mama! Hachii." Arneta tidak henti bersin dari tadi sore. Setelah pulang di antar Rangga. Arneta nekat mandi hujan di taman belakang tanpa sepengetahuan mamanya. Dan inilah akibatnya jika menjadi anak bandel, Arneta dapat karma.

"Mama, Arneta pusing. Hiks."

"Iya sayang. Iya." Surya dengan telaten menyuapi anak gadisnya yang sedang terserang flu itu.

Arneta demam. Badannya panas, matanya berair dengan hidung merah dan ingus bening yang terus mengalir membuat kepalanya bertambah pusing. Arneta yang sedang demam sangat menyebalkan karena apa? Gadis barbar itu akan berubah manja dan rengeng saat demam, itulah yang membuat Lina melarang keras Arneta untuk mandi hujan.

Emang dasar Arneta ngeyel. Dilarang tambah jadi.

"Udah dibilangin jangan mandi hujan. Masih aja ngeyel. Ginikan jadinya!" Ceramah Lina yang sedang mengurusi Arneta.

"Mamaa, hiks.. hiks.. mama." lihatlah Arneta masih saja merengek di saat semua anggota keluarganya sudah ada di sampingnya.

Adipati bahkan langsung pulang dari Kodam setelah tugas saat dapat kabar dari mamanya bahwa Arneta, adik semata wayangnya demam.

Lina memasukkan alat termometer oral kedalam mulut Arneta dengan sedikit kasar.

"Hujan-hujanan aja sana. Demam tahu rasakan kamu!" Ketus Lina.

Arneta yang memang dasarnya rengeng dan rewel saat sedang demam langsung menangis mengadu kepada Surya yang duduk di sampingnya.

"Papaa.. hiks. Mama jahat.. huaaa."

Lina mendengus kesal. Tangannya memasang kompres di dahi Arneta yang duduk setengah berbaring di kepala ranjang.

"Nggak usah rewel!"

Surya dengan telaten dan lembut mengelap ingus bening yang terus mengalir dari hidung Arneta yang memerah. Adipati? Kakaknya itu sedang duduk anteng di pinggir kasur samping mamanya, tidak berniat melakukan apa-apa. Hanya menghadirkan diri bila ditanya. Pasalnya ia sudah paham betul dengan sifat Arneta yang satu ini.

Lina meletakkan empat butir pil beda warna dan bentuk di tangan Arneta.

"Ini obat. Kamu telen, jangan di buang." Tegasnya. Pasalnya selama ini Arneta tidak pernah mau minum obat. Ia akan membuang obat yang Lina berikan dengan alasan pahit.

"Banyak, amat ma. Hachii.."

Lina berdiri berkacak pinggang. "Itu resep dokter. Jangan kamu buang, mahal mama nebusnya, Arneta." Tangannya menyodorkan cangkir berisi air.

Dengan bibir mengerucut, Arneta berusaha menelan satu-satu pil yang di berikan mamanya dengan bantuan sang papa.

Setelah meminum obat, Lina meminta Arneta untuk beristirahat. "Kamu tidur. Istirahat biar obatnya cepat bereaksi."

Entah epek pusing karena terkena flu dan kelamaan menangis atau memang obatnya mulai bereaksi Arneta merasakan ngantuk berat.

Matanya terpejam. Tidak sampai dua menit Arneta sudah tertidur pulas. Lina meminta suami dan putranya untuk meninggalkan kamar Arneta. Setelah membereskan baskom bekas kompres. Lina keluar dari kamar Arneta, tidak lupa menyempatkan diri untuk mengecup kedua pipi putrinya dengan doa semoga Arneta cepat sembuh.

"Ma. Kata Rangga di mau kesini." Lina yang melangkah menuruni tangga dengan baskom di tangannya menoleh kearah Adipati yang duduk di sofa ruang keluarga bersama suaminya.

"Lho mendadak. Kan Arneta nya demam."

Adipati menoleh kearah Lina yang berlalu ke dapur.

"Udah Adip bilang Arneta nya demam. Katanya dia mau kesini mau nengokin Arneta. Boleh ma?"

ARNETA UNTUK RANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang