4 | PESTA PEMBAWA SIAL.

13.6K 1.1K 27
                                    

^^^

Malam ini, Arneta sudah siap dengan gaun putih selutut tanpa lengan dengan tali sejari bercorak bunga-bunga berwarna merah yang sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih. Rambut hitam sepunggung nya yang di cat silver bagian bawahnya ia biarkan tergerai bebas. Untuk menyempurna kan penampilannya Arneta meminjam high heels silver lima senti milik Prajna.

Sekali lagi Arneta mematut dirinya di depan cermin. Perfect.

Malam ini ia berdandan cantik layaknya putri dongeng khusus untuk menemani abangnya Adipati menghadiri acara nikahan teman SMA nya sekaligus mantan terindahnya. Biar nggak kelihatan ngenes tanpa gandengan, Adipati menumbalkan Arneta yang akan berpura-pura sebagai pacarnya. Tentu saja Arneta tidak dengan sukarela mau melakukannya. Sebagai imbalan atas bantuan adik perempuan nya Adipati harus merelakakan dompetnya bolong sebagai sogokan agar Arneta mau menemaninya.

"Bang. Jadi malam ini gue jadi pacar bayaran loh?" Bukannya menjawab Adipati malah mengelu.

"Udah belum, dek. Lama amat loh."

Adipati bersandar di kepala ranjang Arneta dengan wajah terkantuk-kantuk.

Sudah hampir dua jam lebih ia menunggu Arneta bersiap-siap. Mulai dari mencari baju dan sepatu yang katanya tidak cocok. Sampai mengobrak-abrik lipstik mama mereka yang sekiranya cocok dengan dandanan nya, itu semua tidak luput dari pandangan Adipati.

"Kalo tahu gini, mending gue ngajak Prajna aja, tadi! Itu anak nggak minta banyak, dandannya juga nggak lama." Dumel Adipati yang masih dapat di dengar Arneta.

Arneta berbalik menghampiri Adipati yang berbaring di ranjangnya. "Sepertinya anda kurang beruntung, karena Prajna saat ini ada di Amerika. Jadi hanya Arneta lah pilihan satu-satunya." Tangannya menyambar tas Hermes milik Prajna yang lagi-lagi ia ambil dari apartemen gadis itu.

"Kapan ya gue punya tas kayak gini." Tangannya mengelus tas Hermes dalam genggaman nya penuh sayang.

Adipati memutar matanya melihat kelakuan adiknya. "Kalo loh udah nggak jadi maniak miniatur Naruto. Mungkin loh bisa beli tas, sepatu bahkan mobil kayak temen loh itu. Lagian ya dek nggak ada untungnya juga buat loh, ngoleksi mainan kayak gitu. Di bawah buat gaya-gayaan juga nggak bisa.." omelnya.

Siapa tahu Arneta bisa sadar bahwa mengoleksi miniatur dengan harga pantastis itu nggak ada hasilnya.

"Tapikan itu hobi kali, bang." Protes Arneta. Bibirnya cemberut jika menyangkut anak-anaknya.

"Serah loh dek. Tapi gue bilangin ya, mending loh ganti hobi sana. Kasian mama papa kalo uang hasil kerja mereka loh beliin mainan kayak gitu." Tunjuk Adipati pada ruangan dalam kamar Arneta yang ia jadikan musium miniatur Naruto miliknya.

"Iya deh. Kalo koleksi miniatur antagonis Naruto gue udah komplit. Nggak lagi-lagi deh gue beli mainan."

Adipati menepuk bahu Arneta. "Ini baru adek gue. Emang masih berapa karakter lagi?" Tanyanya.

"Masih tiga karakter lagi. Pain, Konan, sama Itachi. Bulan lalu mau beli tapi kehabisan."

Adipati mengangguk-angguk mengerti. "Emang berapa duit itu?"

Arneta mengancung kan dua jarinya. "Dua ratus."

"Ribu?"

"No, no, no. Bukan!" Arneta menggeleng. "Dua ratus juta." Ucapnya kalem.

Adipati membulatkan matanya. "Dua ratus juta? WHAT!! Mati ae loh sana." Teriaknya frustasi.

Arneta ngakak sejadi-jadinya.

"Hahahaha. Abang udah janji beliin satu tadi." Ucapnya tengil. Alisnya naik turun minta di gaplok.

"Nggak jadi pergi. Batal, batal!"

ARNETA UNTUK RANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang