10 | TOK! TOK! ADA TAMU.

10.8K 963 14
                                    

^^^

Arneta sedang berkutat di dapur. Tangan kirinya sibuk mengaduk sayur asam dan tangan kanannya sibuk membalik ayam goreng tepung buatannya.

Setelah menjemput abangnya Adipati dan sahabatnya mas Rendra. Arneta memilih mengasingkan diri ke dapur, memasak menu makan malam. Bang Didip dan mas Rendra sedang berada di ruang keluarga entah membicarakan apa Arneta tidak begitu paham.

Setelah masakannya matang, Arneta mematikan kompor dan mulai menuangkan masakannya ke dalam piring dan menatanya di atas meja.

Ayam tepung goreng, sayur asem, sambal tahu dan bakwan jagung tersaji di atas meja. Arneta berdecak kagum melihat masakannya. Tidak sia-sia ia belajar masak walaupun hanya masakan yang muda-muda. Setidaknya Arneta tidak membuat abangnya mati kelaparan saat hanya ada mereka berdua di rumah.

Matanya melirik jam yang ada di dinding atas kulkas yang menunjukkan pukul setengah enam. Dari tempatnya Arneta tidak lagi mendengar suara Abang dan sahabatnya. Apakah mereka ketiduran? Ah nggak mungkin. Emang mereka seumuran Bobby yang bisa ketiduran sehabis lelah bermain.

Mengambil nampan yang diatasnya ada sepiring pisang goreng yang masih panas dan tiga cangkir kopi yang asapnya masih mengepul Arneta berjalan keruang keluarga. Sangking asiknya berbincang abangnya itu pasti lupa menawari sahabatnya minum.

"Cek, kebiasaan." Gerutunya.

Dari tempatnya berjalan Arneta dapat melihat abangnya dan mas Rendra sahabatnya sedang duduk lesehan di karpet sopa sambil bermain catur, bahkan sangking niatnya abangnya sampai menggeser posisi meja sopa yang kini berada di samping lemari tv.

"Nih bang, mas. Di minum dulu kopinya." Arneta meletakkan nampan tersebut di samping papan catur.

"Wihh.. ada pisang goreng, coy!" Adipati mencomot pisang goreng dalam piring.

"Makasih, Ar." Ucap Mas Rendra tersenyum kearah Arneta.

Arneta mengangguk. "Neta aja mas." Ucapnya.

"Hehehe, oh iya maaf. Makasih Neta."

"Iya sama-sama."

"Makasih dek." Adipati mengusap puncak rambut Arneta.

Arneta hendak beranjak saat terdengar bunyi ketukan di pintu.

Tok. Tok. Tok.

"Permisi!"

"Itu pasti Dwi." Mas Rendra hendak beranjak namun di tahan oleh Arneta.

"Biar aku aja mas, yang bukain. Mas Rendra lanjut makan aja." Arneta melangkah membuka pintu utama yang terus di ketuk.

"Iya bentar." Teriaknya jengah. "Itu orang namu nggak sabaran banget sih." dumelnya, tapi tidak urung tangannya memutar handel pintu.

Cklek.

Pintu terbuka. Air wajah Arneta berubah masam.

"Nggak punya duit!" Ucapnya saat tahu siapa tamu yang datang berkunjung.

Pletak.

"Siapa yang mau minjam duit, kampret!"

Satu jitakan mendarat di keningnya. Membuat sang empu mengerucutkan bibirnya.

"Ih, mbak ullie. Sakit tahu." Arneta mendengus jengkel sambil mengusap keningnya.

"Habisnya kamu sih..."

Berdecak, Arneta berkacak pinggang. "Emang mbak mau ngapain kesini sore-sore?" Tanyanya. Pasalnya mbak ullie itu jarang bertandang ke rumahnya kalo nggak ada urusan penting, karena sibuk mengurus ketringan kue miliknya.

ARNETA UNTUK RANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang