^^^
"Tidaaakkkk.." Arneta terbangun dari tidurnya dengan posisi duduk. Kepalanya pusing dengan tatapan tidak pokus.
Otaknya memutar kejadian dalam mimpinya. Ia datang ke pesta bersama abangnya Adipati, mereka mengaku sepasang kekasih. Lalu Arneta pamit ke toilet berakhir dengan jamuan konsumsi dan pertemuannya dengan pria tampan yang mengaku-ngaku tunangannya. Sungguh mimpi yang mengerikan.
Teriakannya berhasil mengagetkan seorang yang sedang duduk di sofa tunggu.
"Ya Allah mimpi gue kok serem amat. Gini nih kalo tidur di temenin bang Didip pasti mimpi buruk." Arneta menggosok permukaan kulitnya dengan kasar, berharap semua itu hanya terjadi dalam mimpinya.
"Emang kamu mimpi apa?"
"Masa aku mimpi ketemu cowok gila yang ngaku-ngaku kalo aku itu tunangannya." Celotehnya. Arneta belum sadar bahwa bukan hanya ia yang berada di dalam ruangan serba putih itu.
"Pasti cowoknya jelek!" Ucap pria yang duduk di sofa itu.
"Nggak kok. Cowoknya cakep tapi sayang lebih gila dari gue." Ucapnya jujur.
"Berarti kamu mengakui kalo saya ini tampan." Secepat kilat kepala Arneta menoleh ke sumber suara.
"What!! Kok loh bisa ada disini. SIH!!" Teriaknya heboh.
Rangga mengangkat bahunya acuh seakan teriakan heboh yang Arneta ciptakan tidak berdampak apa-apa bagi telinganya.
Arneta menatap sinis Rangga yang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.
Kok dia sih yang ada disini abangnya mana?
"Tunggu. Tunggu! Ini dimana? Kok gue bisa ada disini! Loh nyulik gue yah." Bingungnya saat tersadar bahwa ruangan ini bukan kamarnya melainkan kamar rumah sakit.
Arneta meringis saat punggung tangannya yang di impus mengeluarkan darah karena banyak bergerak.
"Nggak ada kerjaan saya nyulik kamu. Nambah beban." Sahut Rangga ketus.
Arneta mengerucutkan bibirnya. "Percuma cakep kalo nyinyir mending skip aja." Gumang nya sengaja. Biar tuh orang ngerasa kalo di sindir.
"Kamu ngomong sama saya?"
"Nggak, sama tembok!" Kini gantian Arneta yang bersikap ketus.
Hening. Keduanya saling diam-diaman. Rangga terus pokus pada layar ponselnya dan Arneta yang terus memperhatikan setiap pergerakan Rangga.
"Eng,, syut.. syut.. pesst.. pesst.."
Arneta terus mengeluarkan bunyi-bunyi aneh mencoba menarik perhatian Rangga.
Ya Allah mana hamba lupa namanya. Keluh Arneta dalam hati. Otaknya suka nggak jalan kalo laper. Arneta memutar otaknya mencoba mengingat nama pria itu.
Ra. Ra. Ra? Ra siapa ya? Rakit, Ratif atau Ramsudin. Ya kali muka cakep Ramsudin namanya.
"Ra- rangga?" Yang di panggil mengangkat wajahnya menatap Arneta yang nyengir.
Akhirnya Arneta ingat! Rangga namanya.
"Apa!"
Bhew, ketus amat bang. Mukanya tampan pengen tak gebukin.
"Gue laper! Pulang yuk." Ucapnya.
Rangga mengangguk lantas berdiri hendak melangkah meninggalkan Arneta sendirian.
"Eh, tunggu. Loh mau kemana?" Arneta bertanya cemas. Tentu saja seorang Arneta adalah penakut ulung. Panci jatuh aja di langsung lari ngibrit.
"Saya mau ke administrasi, ngurus biaya pengobatan kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARNETA UNTUK RANGGA
RandomArneta Ranjani, Gadis gendeng antikemayu yang sukanya bikin dara tinggi. Gadis 19 tahun yang sedang menempuh pendidikan di dunia perkuliahan. Arneta hanya punya satu kelebihan yaitu memiliki wawasan luas tentang dunia pe-ranjangan. Isi otaknya hanya...