39 | DI SANDRA.

689 61 8
                                    

^^^

Malam semakin larut, suasana hutan begitu mencekam. Suara suara malam mulai terdengar. Kelelawar yang hinggap di atas pohon terbang di atas kepala berpindah tempat ke dahan pohon yang lain, tatapan dengan bola mata merah di dalam kegelapan mengintai, bunyi burung hantu dan serangga lain begitu mencekam di malam yang mulai larut.

Dengan wajah pucat pasih Arneta melirik kanan kiri, badannya mepet kearah Mona. Keduanya bergandeng saling menguatkan satu sama lain.

"Kak Mon takut." Rengeknya menahan tangis.

"Hustt.. diam dek nanti mereka denger. Udah nggak papa ada kakak."

Walupun di dalam hati Mona juga takut oleh keadaan sekarang sebisa mungkin ia menenangkan Arneta agar tidak menarik perhatian para pembajak yang sudah menyandra mereka.

Arneta, Mona dan para anggota KKN lainnya beserta Ningsih di giring masuk ke dalam hutan melewati jalan setapak yang sempit. Di depan dan belakang bahkan di kiri dn Kanang mereka para pembajak yang baru Arneta sadari mungkin saja teroris itu membawa mereka mengelilingi mereka. Entah akan di bawah kemana. Sedari tadi hanya keheningan di tengah hutan. Hanya terdengar langkah kaki saja.

Hanya Arneta dan Mona yang tidak di ikat tangannya, sedangkan teman-teman lainnya beserta Ningsih di ikat tangannya ke belakang.

Gelap makin mencekam, hanya penerangan dari senter yang di bawah salah satu teroris di barisan depanlah yang menjadi sumber cahaya.

Rasanya sudah lama mereka berjalan tapi tidak sampai juga. Arneta merasa kakinya mulai pegal. Ingin rasany ia mengeluh berhenti sejenak untuk beristirahat tapi keadaan tidak memungkinkan. Bisa bisa ia di tembak di tempat jika berani mengatakan istirahat.

Brukk.

Suara benda jatuh menghantam tanah itu berasal dari belakang, kontan para teroris yang berada di barisan depan berhenti dan berbalik. Senter di arahkan ke sumber suara di mana Ningsih yang berada di barisan paling belakang terjatuh akibat tersandung ranting.

"Awwss.. sakit." Ringisnya.

"Cepat berdiri." Salah satu teroris menarik paksa Ningsih untuk berdiri dan mendorongnya untuk kembali berjalan mengabaikan kaki gadis desa itu yang terluka.

"Cepat jalan. Jangan menghambat jalan!" Sentaknya kasar.

"Ayo ayo jalan jalan. Atau saya ledekan kepala kalian!!"

Mereka kembali berjalan dengan pikiran berkecamuk di kepala masing-masing.

Lama kaki melangkah akhirnya dari tempat mereka berjalan Arneta dapat melihat sebuah bangunan tua yang di terangi api unggun di depannya.

"Don."

Seorang teroris muda yang sedang berjaga di depan bangunan menghampiri mereka.

Don laki-laki bersorban hijau yang Dominic yakini adalah ketuanya mengangguk. "Bagaimana?"

"Semua aman. Hanya ada sedikit kendala, wanita tadi mengamuk tapi sudah aman." Jelasnya. Matanya melirik kearah para sandra yang di bawah kawan-kawannya.

"Bawah masuk." Don

Ke duabelas Sandra di giring masuk ke dalam bangunan.

Adnan memperhatikan sekeliling bangunan. Bangun ini terletak di tengah-tengah hutan, bangunan dengan gaya khas bangunan kuno era Belanda yang mungkin sudah puluhan tahun terbengkalai. Dinding-dinding bangunan banyak yang berlumut, bau lembab dan debu menyeruak saat pertama kali mereka masuk kedalam. Atapnya sudah banyak yang rusak.

Mereka terus di giring hingga kedalaman satu ruangan.

Cklek.

Pintu ruangan di buka mereka di dorong masuk dengan kasar. "Masuk. Jangan coba-coba kabur jika tidak ingin di tembak."

ARNETA UNTUK RANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang