1200

650 63 0
                                    

Meskipun tergopoh gopoh , Angga menuruti kata kata Panji Kunal untuk tidak membuat dia marah. Tapi Angga tidak biasa hanya diam jika sedang bersama orang lain, apalagi peristiwa sekarang ini membuat Angga harus berpikir lebih keras dengan apa yang tengah terjadi padanya.

Seolah olah lupa dengan janjinya untuk diam, Angga mulai mengajak Panji Kunal bercakap cakap . Memang niat Angga adalah untuk mencari informasi darinya terhadap beribu pertanyaan yang hilir mudik berseliweran di kepalanya.

"Panji Kunal, sebenarnya ini tahun berapa? "
Pertanyaan wajar dari Angga yang pastinya menjadi pertanyaan tak wajar bagi Panji Kunal.

"Kenapa? Apa juga kau lupa sekarang tahun berapa. Sebegitu parahkah penyakitmu?"

Huh.. seandainya ia tidak membutuhkan pertolongan pemuda ini, sudah dari tadi ia menghajarnya dengan ranting kayu, kalaupun tidak ada ranting batu kecilpun bolehlah, asal bisa membuat pemuda ini lebih sopan menghormatinya.

"Ya, aku memang hilang ingatan. Bukankah aku kau temukan di sungai dalam keadaan pingsan. Mungkin kepalaku terbentur batu saat aku jatuh ke sungai, atau bisa jadi aku kesambet hantu penunggu sungai sehingga aku jadi lupa ingatan."
Angga berharap kebohongannya bisa membuat Panji Kunal sedikit perhatian kepadanya.

"Kau pikir aku percaya kepadamu? "
Jawab Panji Kunal acuh .

Busyet, Angga tak tahu lagi harus bicara bahasa yang bagaimana lagi dengan orang ini. Seolah apa yang dikatakan Angga adalah angin yang tidak perlu di jawab. Biarlah mengalir saja, toh hanya angin saja. Jadi apa peduli. Sekali lagi Angga Mendumel.

"Aku memang tidak menuntut kamu untuk percaya kepadaku. Jawab saja pertanyaanku. Habis perkara. Begitu saja kok repot"

"Sekarang tahun 1200, apa kau puas?"

"AAAPPPAAAA"
Bersamaan dengan jawaban dari Panji, terdengar jerit Angga saking terkejutnya.
Bersamaan dengan teriakan Angga pula Panji Kunal ikut terkejut sampai meloncat kesamping beberapa langkah.

"Benarkan kataku, kau pasti akan berbuat aneh lagi. Jangan kau buat jantungku copot gadis bodoh."
Panji Kunal mendumel setelah beberapa saat bisa menguasai rasa kagetnya.

Jantungku lebih copot lagi Panji Kunal. Sanggah Angga. Bisa kau bayangkan, bagaimana aku bisa berada pada 800 tahun lebih yang lampau dari masa aku hidup normal. Apa maksudnya semua ini. Bagaimana beradaptasinya. Jaman apakah ini. Sudah pasti kini adalah jaman kerajaan. Tapi kerajaan apakah itu, Angga tidak tahu. Otaknya tidak bisa berpikir normal. Badannya terasa dingin semua. Angga tidak percaya dengan yang di katakan Panji Kunal. Bukankah tadi pagi ia mendapat kejutan pesta ulang tahunnya yang ke 25 di restonya mama? Sampai gempa besar yang merusak pestanya mengantarkan Angga bertemu dengan Panji Kunal yang super jutek?. Oh mama, Angga tidak bersalah padamu kan. Mama tolonglah, Angga ingin pulang. Angga tidak mau disini.

"Hei gadis bodoh, kau tidak apa apa? "
Panji Kunal merasa gadis yang di depannya seperti akan pingsan. Dia diam saja dengan wajah pias memucat.

"HEI ANGGA, KAU BAIK BAIK SAJA?"
Panji Kunal sengaja berteriak agar gadis itu sadar.

"Tak perlu berteriak begitu Panji Kunal. Aku baik baik saja." Angga menyahut setelah di rasakan bahunya di guncang guncang oleh Panji Kunal.

Panji Kunal mendengus. Bisa bisanya Angga menasehatinya untuk tidak berteriak. Padahal Angga sendiri yang selalu berteriak teriak membuat Panji Kunal harus sabar mengelus dadanya.

"Kita sudah sampai di rumahku."
Panji Kunal mengalihkan pembicaraannya untuk menepis rasa jengkelnya.

Angga melihat sebuah rumah di pinggir kampung. Rumah dengan beberapa bangunan yang agak terpisah pisah . Halamannya luas dengan banyak pohon perdu di dalamnya. Sebenarnya halaman itu akan nampak asri jika saja halaman itu bersih dari sampah sampah daun yang berserakan hampir menutupi seluruh halamannya. Ishhh ... apakah tidak ada orang di rumah ini sampai sampai menyapu halaman saja tidak bisa. Keluarga macam apa yang ada disini. Huh jorok sekali.

"Kenapa? Kau tidak suka dengan rumahku? Aku tidak memaksa , kau boleh pergi jika tidak suka."
Panji Kunal seolah olah bisa menebak apa yang ada di pikiran Angga.

"Bu- bukan begitu. Apakah kau tinggal sendiri di dalam rumah, sampai sampai kau tidak sempat membersihkan halaman yang kotor itu?"

Hati hati Angga bertanya agar Panji Kunal tidak tersinggung dengan ucapannya. Tapi memang dasar Panji Kunal yang jutek. Begitu saja ia sudah mulai pasang muka masam dan langsung menyemprot Angga.

"Dengan siapa aku tinggal, itu terserah aku. Kau hanya menumpang disini. Kalau kau merasa tidak nyaman kau sapu saja halaman itu."

Menyesal Angga bertanya pada Panji Kunal. Ujung ujungnya dia sendiri yang kena semprot kata kata tajamnya.

Sebelum memasuki rumah, Panji Kunal berhenti dan menunjuk ke bangunan di samping bangunan utama itu.
"Kau tidurlah di rumah mbok Genuk Buntu itu. Oh ya. Sebelumnya kau bisa mandi di kolam belakang rumah. Kau bisa memakai baju mbok Genuk. Cepatlah mandi sebelum hari gelap. Kau tahu tubuhmu seperti halaman itu. Berdebu dan banyak lumpur, bau sekali." Setelah itu cepat cepat Panji Kunal masuk ke dalam rumah dan dengan cepat menutup pintu .

Sialan Panji Kunal ini. Maki Angga dalam hati. Tidak tahu dia kalau Angga adalah orang yang selalu menjaga penampilannya. Tak pernah lupa ia selalu menjalani perawatan tubuh demi tampil prima di depan nasabah nasabahnya. Kini ia di katakan bau bahkan diibaratkan seperti halaman rumahnya. Tapi ketika Angga melihat tubuhnya sendiri, baru ia sadar, memang dari tadi ia tidak sempat membersihkan dirinya di sungai. Pakaiannya penuh pasir dan lumpur. Benar juga Kata Panji. Tapi bagaimana sempat dia berpikir untuk membersihkan diri. Boro boro ingat mandi, ingat dirinya sendiri saja ia tidak bisa. Apalagi ketika itu ia harus mengejar Panji Kunal agar tidak tertinggal olehnya. Tuh kan, dimana bisa ingatnya.

Sang PemukulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang