Bagian 23

240 49 0
                                    

Bugh...
Angga terjaga dari tidurnya setelah mendengar suara benda terjatuh.
Bugh.... bugh...
Suara itu terdengar lagi. Arahnya seperti dari luar rumah.
Bugh...
Sialan, Angga benar benar terganggu dengan suara itu. Siapa gerangan yang iseng pagi pagi buta membuat keonaran.
Bugh...
Kali ini Angga benar benar penasaran dengan suara gaduh di luar. Cepat cepat Angga bangun dan mengintip dari celah dinding untuk mengetahui apa yang sebenarnya sudah membuatnya penasaran.

Bugh...
Kembali suara itu terdengar. Setelah diamati ternyata itu suara buah kelapa yang terjatuh. Oh rupanya hanya kelapa saja yang jatuh. Untunglah hanya kelapa saja yang jatuh. Bisa Angga manfaatkan nanti untuk memasak. Ternyata Kelapa yang  membuat Angga penasaran .

Bugh..
Eh.. kelapanya jatuh lagi. Aneh, pikir Angga. Apa buah kelapa bisa kompak ya jatuhnya. Setahu Angga kalau buah jatuh secara alami ya paling satu atau dua. Lha ini sudah berapa buah kelapa yang jatuh. Apa mungkin buah kelapanya dimakan monyet ?

Kembali Angga menajamkan matanya mengamati bagian puncak pohon kelapa. Benar ada sesuatu di atas sana yang sedang memilah milah buah kelapa. Tapi dilihat dari bentuknya itu bukan monyet.  Lebih mirip manusia yang membawa golok  sedang memetik buah kelapa.

Bugh...
Sial banyak sekali buah kelapa yang dipetiknya. Menajamkan kembali pandangannya pada sosok di atas pohon, Angga yakin itu bukan trio panji si empunya pohon kelapa. Kalau bukan trio Panji berarti siapa yang sedang memetik kelapa di sana?

Hah??? Angga menutup mulutnya . Berarti sekarang Angga sedang memergoki maling yang sedang mencuri buah kelapa.

Bugh.. bugh...
Sial, maling itu kembali memetik kelapa lagi. Melirik bangunan utama rumah , Angga tak melihat ada tanda tanda trio Panji bangun. Di saat genting seperti ini, bisa bisanya mereka tak respon dengan keadaan di luar. Apa saja yang dipikirkan bocah bocah itu sampai tidak mendengar ada pencuri kelapa sedang melancarkan aksinya. Apa boleh buat Angga harus berbuat sesuatu sebelum maling itu kabur dan menjarah lebih banyak lagi buah kelapa.

Diambilnya pemukul yang setia bertengger di meja biliknya, Angga mulai mengendap endap keluar rumah untuk memberi pelajaran bagi maling tak tahu diri itu.
Setelah sampai di luar dicarinya tempat yang strategis untuk menyergap si maling. Angga berencana untuk melumpuhkan maling itu dulu kemudian akan berteriak membangunkan trio Panji untuk menolongnya. Empat orang lawan satu maling lebih berpeluang menang dari pada satu lawan satu. Yah mestinya seperti itu lebih baik daripada harus diam saja melihat maling menjarah tanpa berbuat sesuatu.
Nah syukurlah. Angga melihat maling itu sudah mulai turun dari pohon. Angga harus bersiap siap. Sebentar lagi Angga, jangan lengah. Angga menunggu dengan dada berdebar debar. Semoga apa yang direncanakan tidak meleset.

Setelah beberapa saat, maling itu sudah menginjakkan kakinya di tanah. Secepat kilat Angga melancarkan aksinya memukul maling itu sekuat tenaganya.
Bugh.. bugh..bugh..
" Jangan lari kau maling. Atau aku akan menghajarmu lagi. Diam di tempat. "
Bugh.. bugh.. bugh.

Mendapati tubuhnya sedang dibogem, tentu saja orang itu terkejut bukan main. Tanpa peringatan lebih dulu gadis di depannya secara membabi buta memukul tubuhnya tak memberi kesempatan untuk melakukan pembelaan . Al hasil ia hanya bisa melindungi tubuhnya saja dengan tangannya. Sambil menahan nyeri tubuhnya yang sudah kebiruan kena pukulan Angga.

Bugh.. bugh..bugh
Angga mulai membogem musuhnya lagi.
" Sudah aku bilang, jangan bergerak. Taruh tanganmu di atas kepala. Jangan melawan atau aku akan memukulmu lebih keras lagi."

Lelaki yang disangka maling itu mengikuti saja apa yang dikatakan Angga. Ia meletakkan tangannya di atas kepala.
" Siapa kau ? Kenapa kau ada di sini dan memukulku ? "

" Sudah jangan banyak bicara, ayo berlutut. Jangan coba coba kau kabur. "
Angga menyuruh si maling berlutut. Setidaknya dengan berlutut maling itu akan kesulitan untuk melarikan diri.

Sang PemukulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang