Bagian 20

269 48 0
                                    

Secercah cahaya matahari pagi yang menerobos dinding kamar Angga jatuh membelai kelopak mata Angga.
Rupanya Angga tidur terlalu nyenyak . Angga tidak tahu kapan dia sampai di rumah ini . Seingatnya ia kemarin tertidur saat dalam perjalanan pulang. Dan kini tahu tahu ia sudah berada di kamarnya. Rupanya sampai juga Panji Kunal di rumahnya. Dan itu berarti dia tidak harus tidur di jalan .

Angga duduk di tepi pembaringannya. Kakinya sudah tidak sakit lagi. Tapi terlihat jelas kakinya ada bekas ramuan obat hijau. Rupanya seseorang telah mengobati kakinya tadi malam. Tapi Angga tidak tahu siapa yang membalur kakinya dengan ramuan obat itu. Mungkin Panji Kuncang yang sudah seperti seorang tabib .

Perlahan Angga membuka pintu kamarnya. Agak terkejut Angga melihat Panji Kuncang sedang makan singkong rebus di ruang tengah rumah mbok Genuk tepatnya di depan ruang tidur Angga. Tidak biasanya dia ada di sini. Yang paling banter main di rumah ini adalah si bandel Panji Kenengkung,  lalu kakaknya Panji Kunal. Walau Panji Kunal tidak sesering adiknya. Angga tidak melihat Kenengkung dan Kunal. Tumben Panji Kuncang sendirian di sini tanpa adik adiknya.

" Rupanya kau sudah bangun. Tadi malam kalian pulang sangat larut . Kata Kunal kakimu sakit dan sudah langsung ku obati. Apa kakimu sudah baikan ? " panji Kuncang langsung bertanya tanpa meninggalkan tempat duduknya.

" Ya Panji Kuncang. Kakiku sudah baikan. Terima kasih sudah mengobatiku." Rupanya benar dugaan Angga, Kuncang lah yang mengobatinya.

" Syukurlah kalau sudah membaik. Kemarilah. Makanlah bersamaku. Aku sudah merebus singkong ini. Aku yakin kau lapar. Karena sejak kemarin kau belum makan. "

Panji Kuncang mengambilkan singkong untuk Angga pada sebuah daun pisang. Angga yang memang sejak kemarin belum makan langsung menerima tawaran Panji Kuncang tanpa harus ditawari dua kali. Singkong yang masih panas itu langsung saja habis dalam sekejab. Memang dalam keadaan lapar makanan apapun akan terasa sangat nikmat. Itulah mengapa Angga jaràng sekali ngemil kalau di rumah. Karena bagi Angga, kalau sudah ngemil Angga akan langsung kenyang dan akan lupa makan. Padahal makan teratur itu jauh lebih baik bagi kesehatan daripada ngemil.

Angga melihat Panji Kuncang tersenyum . Menurut Angga Panji ini memang orang yang paling ramah diantara semua saudaranya. Pikirannya sangat dewasa jika dilihat dari umurnya yang Angga kira tidak terpaut jauh dengan adik adiknya. Tatapan matanya sangat teduh. Siapapun akan merasa damai jika berada di dekatnya.

" Kemana adik adikmu? Aku tidak melihat mereka makan denganmu?" Akhirnya Angga bertanya juga yang menjadi ganjalan sejak tadi.

" Mereka sudah pergi ke padepokan dari tadi. Jangan khawatir , aku sudah membuatkan mereka makanan. Mereka sudah makan dari tadi. Aku di sini karena aku ingin memastikan kau dalam keadaan baik. Kunal sudah menceritakan semuanya kepadaku mengapa kalian pulang sangat larut malam. Apakah kau masih ingin melanjutkan perjalananmu menyusuri sungai ? " tanya Panji Kuncang penasaran.

" Oh tidak. Aku tidak akan ke sungai itu lagi. Aku yakin jalanku pulang tidak di sana. Aku harus mengingat kembali bagaimana caraku pulang. "
Rasanya Angga sudah pening memikirkan jalan pulangnya. Seribu kalipun diputar otaknya, benang merah itu tak pernah dijumpainya.

" Apakah kau ingat bagaimana ciri ciri daerahmu ? Mungkin kami bisa membantumu mengenali daerahmu . Syukur kalau kami bisa mengantarmu pulang. Mendengar cerita dari Kunal , dia bilang kau sangat ingin pulang tapi tak tahu jalan pulangmu. Kalau kau cerita padaku mungkin aku bisa membantumu."
Kembali Panji Kuncang meyakinkan Angga.

" Aku sendiri tak yakin apakah aku bisa pulang atau tidak. Aku juga bingung bagaimana aku akan bercerita kepadamu. Karena sungguh aku tak tahu apa yang terjadi padaku. Mengapa aku bisa di sini dan bagaimana bisa di sini itu yang selalu jadi pertanyaanku. "
Ingin sekali Angga bercerita yang sesungguhnya  pada Panji Kuncang. Tapi yang dijumpai malah Angga sendiri yang kebingungan .

" Apakah kau bukan dari dunia ini ? "
Mata Panji Kuncang menatap tajam Angga
" Bagaimana kau bisa menduga seperti itu ? Apakah aku seperti makhluk asing bagimu?"
Kini gantian Angga yang mencuatkan alisnya menanggapi pertanyaan Panji.
Apakah Panji Kuncang mempunyai indara keenam dan dapat melihat sesuatu yang tidak semestinya sebagaimana orang normal melihat sesuatu ?

" Bukan seperti itu. Aku hanya merasa kau sangat berbeda dari kami. Kau bukan bagian dari kami. Auramu begitu kuat. Sepertinya kau sedang dalam keadaan menjalankan sebuah tugas rahasia. Aku tak tahu apa itu. Tapi kalau itu memang menjadi sebuah rahasia bagimu, aku tak memaksamu untuk bercerita kepadaku. Aku hanya bisa menasehatimu. Sebaiknya kau lebih berhati hati. "

Yah seperti dugaan Angga sebelumnya. Rupanya Panji Kuncang memiliki mata batin yang lebih tajam dari orang biasa. Buktinya dia bisa melihat aura Angga. Tak banyak orang yang bisa melihat aura dalam diri seseorang seperti itu. Angga sendiri percaya bahwa memang di dunia ini ada orang orang yang diberi kelebihan oleh tuhan seperti Panji Kuncang. Angga seperti mendapat setitik harapan , yah walau setitik Angga berharap nantinya bisa menuntun Angga pada sebuah kenyataan dia bisa pulang selamat sampai rumahnya. Angga pikir Panji Kuncang inilah orang yang bisa diajak berdiskusi . Tapi kalau harus bercerita yang sesungguhnya , Angga masih menimbang nimbang dulu. Biarlah nanti pelan pelan Angga akan membuka rahasianya. Jangan sampai hal ini malah nantinya akan merugikan Angga sendiri karena dianggap orang gila.

" Terima kasih Panji Kuncang. Ternyata kau sangat perhatian kepadaku. Kau sungguh sangat dewasa sekali. Aku tak tahu bagaimana aku harus bercerita. Tapi kalau kau mengira aku adalah makhluk asing, kau salah. Aku masih manusia biasa sepertimu. Aku masih berasal dari tanah Jawa ini. "

" Baiklah kalau begitu. Aku percaya kepadamu. Kalau kau butuh bantuanku, jangan sungkan berbicara denganku. Kalau aku sanggup, aku akan menolongmu."
Panji Kuncang bangkit dari duduknya. Dia mangambil tas selempang di sampingnya.

" Aku akan ke hutan mencari daun obat. Apakah kau tidak apa apa jika ku tinggal sendirian di rumah ?"
Sebelum melangkah keluar, Panji Kuncang menyempatkan diri bertanya.

" Aku ikut denganmu Panji. Sepertinya menyenangkan bisa jalan jalan ke hutan. Tunggulah sebentar aku akan mempersiapkan diri."

Sang PemukulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang