Bagian 9

369 58 0
                                    

Malam itu Panji Kunal memperhatikan adiknya yang sedang sibuk menulis sesuatu di lontar. Entah apa yang di tulisnya. Wajahnya terlihat serius.

"Kau sedang apa Panji Kenengkung?"
Panji Kunal mendekati adiknya mencoba melihat apa yang sedang ditulis adiknya.

"Tentu aku sedang menulis, apa kakang tidak tahu."

"Tentu aku tahu. Maksudku kau sedang menulis apa. Apa kau sedang menulis surat untuk Ratih anak ki buyut? Sudah dua hari kau tidak menginap di rumah ki buyut. Tumben kau betah di rumah. Apa kau tidak rindu dengan Ratih?"

"Ah kakang terlalu mengada ada. Aku tidak ada hubungan apapun dengan Ratih. Memangnya ada yang salah jika aku tinggal di rumah sendiri. Kakang terlalu berprasangka terhadapku. "

"Alasan saja kau. Lalu kau menulis surat untuk siapa? Jangan jangan kau punya banyak kekasih di mana mana. Apa benar itu? "
Adiknya memang pandai bergaul dengan banyak gadis . Tidak seperti Panji Kunal yang cenderung menutup diri dengan para gadis. Bagi Panji Kunal lebih baik ia bekerja di sawah atau berlatih ilmu kanuragan di padepokan empu Yasa dari pada harus bergaul dengan perempuan. Memang Diantara semua saudara saudaranya Panji Kenengkung yang wajahnya paling tampan. Kulitnya lebih terang dibandingkan dengan yang lain. Makanya dia akan marah jika ada orang yang melukai tubuhnya. Dia juga lebih senang belajar kitab daripada harus belajar ilmu kanuragan. Baginya kitab tidak akan melukai tubuhnya. Lain halnya dengan pedang. Setiap saat merasa cemas seandainya ujung pedang menggores tubuhnya. Tapi walau begitu, Panji Kenengkung tetap rajin berlatih kanuragan. Karena dengan berlatih kanuragan dirasakan tubuhnya menjadi bugar dan otot otot tubuhnya terbentuk sempurna. Alhasil Kenengkung ini perpaduan yang harmonis antara otak yang selalu belajar kitab kitab dengan fisik hampir sempurna karena selalu berlatih kanuragan. Tidak heran memang jika Panji Kenengkung sangat terkenal di antara para gadis di desanya. Bahkan karena kepandaiannya membaca kitab, ki buyut selalu meminta Kenengkung membacakan kidung kidung untuk menghibur tamu tamu penting dari pakuwon. Disamping karena Ratih anak gadis ki buyut yang cantik, membuat Kenengkung rajin pergi ke rumah ki buyut, bahkan lebih sering tinggal di sana daripada di rumah sendiri.

"Aku tidak menulis surat kakang. Aku sedang menulis kata kata aneh dari Angga tadi. Rasanya terlalu banyak yang tidak aku ketahui tentang kata katanya itu. Aku akan menanyakannya pada empu Yasa nanti, barangkali beliau bisa menjelaskan kepadaku. Apa kakang tidak merasa aneh dengan gadis itu? Jangan jangan dia seorang telik sandi Kediri yang memata matai kita Kakang. Apa Kakang juga berpikiran seperti aku?"
Panji Kenengkung masih saja sibuk menulis di lontarnya.

"Kau benar Kenengkung. Aku selalu dibuat pusing sejak bertemu dengannya. Perkataannya sangat aneh. Dia tidak tahu di mana tempat tinggalnya , tapi dia tidak lupa dengan daerahnya. Bukankah tadi dia bercerita tentang aturan menikah yang aneh di tempatnya? Dia tidak lupa dengan saudara saudaranya yang berlima dengannya yang semuanya perempuan. Dia juga tidak lupa jika dia bisa memasak. Perempuan mana di seantero Kediri yang bisa memasak tapi tidak bisa membuat api? Sikapnya pun aneh. Tidak seperti gadis lain yang malu malu dengan laki laki. Sikapnya sering kali membuat jengkel . Dan yang paling menjengkelkan dia senang sekali memukul orang. Akupun sudah tiga kali kena pukul olehnya. Bukan hanya aku, kaupun juga kena pukul olehnya. Dilihat dari perawakannya aku yakin dia tidak punya ilmu kanuragan seperti kita. "

"Bukan itu saja kakang. Dia punya wajah yang sangat cantik. Kulitnya putih sekali. Selama aku bergaul dengan banyak perempuan aku tidak pernah melihat gadis semulus dia. Potongan rambutnya aneh. Rambutnya lurus menjuntai juntai. Dia pandai berenang dengan gaya yang aneh aneh. Gadis biasa tentu tidak bisa berenang seperti itu. Dan yang pasti kakang, dia punya tubuh yang sangat indah. Aku sudah melihatnya ketika dia mandi di kolam. Seandainya hari tidak keburu gelap, mungkin dia akan lebih lama mandinya. Sayang dia hanya sebentar, jadi aku tidak bisa dengan teliti mengamatinya."

"Dasar kau anak kurang ajar. Hanya itu saja yang kau ingat di kepalamu."
Panji Kunal maklum, memang dalam hal menilai wanita , adiknya ini adalah ahlinya.
Tapi memang benar kata Kenengkung. Panji Kunal sendiri juga terpesona dengan Angga. Walau dia sendiri kadang harus membohongi diri sendiri.

"Tapi masakan Angga sangat enak kakang. Kalau tadi kakang tidak dipukulinya, tentu seluruh bakul nasi akan kakang habiskan."

"Hah kau pun juga akan demikian. Kau hanya menunggu aku agar kau aman."

"Aku kan pintar kakang. Aku masih sayang tubuhku kalau hanya untuk dipukuli. "

"Kau sengaja mengumpankan aku ya. Dasar adik kurang ajar." Panji Kunal melotot pada adiknya yang memang banyak akal itu.

"Bukan begitu kakang. Aku hanya menuruti tata krama. Tak mungkinkan aku mendahului yang lebih tua? Perihal makanannya kakang, Walau masakannya baru kali ini kutemui, tapi rasanya sangat enak kakang. Kalau dia seorang putri dari Kediri , tentu dia tidak akan pandai memasak. Bukankah seorang putri memang tidak harus memasak?"

"Aku tidak tahu Kenengkung. Aku belum pernah bertemu putri Kediri. Bertemu putri Tumapelpun aku belum pernah."
Panji Kunal memang tidak bohong. Jangankan bertemu dengan seorang putri, bergaul dengan perempuanpun sangat jarang.

"Jangan sampai Angga pergi ke Tumapel. Bisa berbahaya dia di sana. Bisa bisa dia dimakan oleh Akuwu."
Panji Kenengkung tak bisa membayangkannya jika sampai hal tersebut terjadi. Akuwu adalah orang yang sangat gemar bermain perempuan. Memang dia belum menikah. Tapi dia tidak akan bermain dengan sembarang perempuan. Dia hanya mau dengan yang masih perawan saja. Entah perempuan seperti apa yang akan menjadi permaisurinya kelak. Sampai saat ini belum ada perawan yang berhasil mencuri hati Akuwu. Karena sampai saat ini Akuwu masih betah sendiri.

"Tapi kalau dia telik sandi Tumapel, tentu dia akan ke Tumapel. Sebaiknya nanti kita sampaikan saja pada kakang Panji Bawuk. Dia kan juga telik sandi kita. Mungkin dia paham dengan putri Kediri atau putri Tumapel."

Sang PemukulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang