Bagian 26

193 41 0
                                    

Berjalan beriringan mengikuti si pemuda yang masih menggandeng tangannya, membuat Angga agak canggung. Angga tak mengenal siapa si pemuda ini. Yang dia tahu hanya namanya saja.  Ya, namanya Borang. Si Borang yang sekali waktu membuat dongkol hatinya, juga di lain waktu bisa membuat Angga tercekat diam tak berkutik. Seperti saat ini, Angga hanya bisa mengikuti kemana saja ia di bawa berjalan. Angga tak tahu harus berkata apa lagi agar ia terbebas dari situasi canggung  seperti ini.

Melirik sekilas ke wajahnya yang serius menatap jalan di depannya dan yang separuh wajahnya tertutup barang belanja Angga, tidak mengurangi Angga untuk menelusuri kembali ingatannya akan wajah di depannya itu. Sungguh Angga yakin kalau ia tidak asing dengan wajah Borang ini. Hanya otaknya saja yang tidak bisa menemukan jawaban dari pertanyaan di kepalanya.

" Borang, apakah kita pernah bertemu? Rasanya wajahmu tidak asing bagiku"

Akhirnya keluar juga pertanyaan dari mulut Angga yang tidak bisa menahan rasa penasaran di hatinya.

Pandangan Borang kini beralih menatap Angga.
" Tentu saja kita pernah bertemu. Waktu itu di hutan kau tiba tiba muncul , kemudian merobek kain panjangmu dan membalut luka di lenganku sambil marah marah yang membuatku bingung. Apa kau tidak ingat?"

" Tentu saja aku ingat. Maksudku itu, apa  sebelum sebelumnya atau sesudah sesudah saat ini kita pernah bertemu?"

Iyyuhh, pertanyaan macam apa lagi itu, Angga menyesal telah melontarkan pertanyaan yang absurd tadi. Apa mungkin Borang mengerti maksud pertanyaan Angga.

Sekali lagi Borang menatap heran gadis di sebelahnya.
" Pertanyaanmu aneh sekali. Bisakah kau tidak membuatku pusing dengan kata katamu ? "

" Maaf, kau tak perlu menjawab pertanyaanku."
Angga menyadari pertanyaannya sangat absurd.

" Apa kau sering membayangkan wajahku sampai kau menjadi tidak asing dengan wajahku? Aku tahu wajahku memang tampan. Kau tak perlu malu malu mengakuinya. "

Sekilas Angga melihat mata Borang berbinar binar ketika dia bertanya. Ya tuhan, kenapa aku harus bertemu orang yang sangat tinggi sekali level pede nya, batin Angga. Tak tahukah dia kalau aku sampai berkeinginan tak ingin bertemu lagi dengannya? Lha ini malah merancau tak tahu arah sampai menuduh sering membayangkan wajahnya segala. Wajah Borang memang tampan, tapi kelakuannya yang sering membuat dongkol membuat Angga lebih baik tak membicarakan apapun dengan Borang.

" Wajahmu memang tampan, tapi rupanya kau lupa menaruh otakmu di kepala. Bagaimana bisa kau dengan pede mengatakan aku selalu membayangkan wajahmu? Mengingat tingkahmu saja aku sampai tak ingin mengingatmu. Malah membuatku makan hati."

" Jadi kau mengakui kan kalau aku memang tampan?"

Angga hanya bisa memutar bola matanya saja, pasrah dengan kelakuan si Borang. Biarlah dia berbicara sesuka hatinya. Dikasih pengertian sampai kering mulut Angga pun, tak bakalan Borang mengerti.

" kenapa kau diam? Ayolah bicara. Aku senang kalau kau berbicara . Hatiku bisa terhibur."
Borang tersenyum ringan.

" Kau memang benar benar gila ya. Berbicara denganmu membuatku dongkol setengah mati. Kau anggap itu hiburan ya buatmu. Kenapa juga kau harus muncul di sini. "

" Nah , begitu. Aku senang sekali kita bisa bertemu di sini. Mungkin kita memang berjodoh. "
Kembali Borang tersenyum melihat Angga menjadi cemberut .

" Berjodoh katamu? Ya tuhan , siapa juga yang senang berjodoh denganmu. Belum berjodoh saja aku sudah ketiban sial terus. Apalagi jika berjodoh denganmu, bisa kurus kering badanku tiap hari."

Sumpah tangan Angga sudah gatal sekali ingin menimpuk kepala si Borang agar otaknya kembali ke tempatnya. Bicaranya  semakin melantur saja.

" Kau belum tahu siapa aku. Kalau kau tahu, tak sedetikpun kau akan rela berpisah denganku. Percayalah padaku. "
Borang semakin senang melihat Angga tak bisa menahan geramnya.

Sang PemukulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang