Bagian 7

375 57 0
                                    

Angga sudah meracik sendiri bumbu yang ada di dapur mbok Genuk tadi pagi pagi sekali . Bumbu bumbu di sini masih sangat sederhana. Walaupun empon empon sudah komplit tapi garam masih berupa gumpalan kasar yang kekuningan. Tidak putih bersih seperti di jamannya.
Angga juga sudah memetik daun singkong di kebun belakang. Rencananya Angga akan membuat buntil daun singkong dan nasi uduk kesukaannya. Tadi ia melihat disini banyak tumbuh pohon kelapa. Kenapa tidak ia manfaatkan saja. Tapi bagaimana bisa ia memetik buah kelapa ? Oh tentu saja ia harus memanfaatkan bocah bocah itu.

"Kenapa kau suruh aku membuat api. Kau bisa memasak tapi kau tidak bisa membuat api. Aneh sekali kau ini."

"Aku memang tidak bisa membuat api dengan batu itu. Kalau aku bisa tentu aku tidak akan menyuruhmu membuat api."

Panji Kunal memang hebat , tak butuh waktu lama api sudah membakar kayu di tungku.

"Oh ya satu lagi Panji Kunal. Kau harus membuat kamar mandi khusus untukku. Aku tidak mau mandi bersama dengan laki laki seperti kemarin . Aku melihat di samping rumahmu ada papan kayu dan bambu. kau buatlah sekarang di samping rumah ini. Ingat kau harus bertanggung jawab atas keselamatanku di sini ".

Panji Kunal buru buru keluar dari dapur itu. Ia tak mau mendengar lagi perintah aneh dari gadis itu. Lebih baik ia pergi ke sawah daripada harus mengurusi gadis aneh itu lagi. Tapi ketika sampai halaman, pikirannya berubah. Benar juga Kata Angga.
Tidak seharusnya seorang gadis mandi di tempat terbuka seperti itu. Bukankah di rumah ini yang tinggal banyak laki lakinya? Kalau hanya saudara saudaranya saja kami bisa menahan diri. Coba kalau yang datang orang yang tak dikenal, memang akan sangat berbahaya. Bukankah Angga termasuk gadis yang cantik. Kulitnya sangat putih . Di kampung ini tidak ada gadis yang kulitnya seputih Angga. Bahkan tangannya sangat halus. Ketika tadi Angga mencekal lengannya ia bisa merasakan tangan gadis itu sangat halus. Rambutnya panjang lurus dengan ujung yang tidak rata. Rambutnya seperti bersap sap. Bagian depan pendek bagian belakang panjang. Rasanya dia belum pernah melihat gaya rambut seperti itu. Jika rambutnya tergerai Angga terlihat sangat cantik sekali. Namun jika Angga mengikat rambutnya, bulu bulu halus di tengkuknya terlihat berjejer rapi menggoda siapapun untuk mengelusnya.
Tiba tiba tubuh Panji Kunal menegang. Sialan mengapa jadi dia membayangkan yang tidak tidak. Sambil menggelengkan kepalanya berkali kali Panji Kunal bergegas menuju samping rumahnya mengambil parang dan papan kayu.

Panji Kunal mencari cari adiknya. Ia bermaksud meminta bantuannya membuat kamar mandi untuk Angga. Tapi sudah di carinya ke mana mana tak juga ditemukan adiknya itu. Hahh apa boleh buat akan dibuatnya sendiri kamar itu.

Ketika sedang membuat saluran air, Panji Kunal melihat sesuatu di pojok kolam. Tanpa menyelidiki pun Panji Kunal tahu kalau itu adalah adiknya yang sedang berendam. Sudah menjadi kebiasaannya dia hanya berendam saja di kolam. Ia tahu adiknya tidak bisa berenang. Tapi berendam pagi pagi tentu bukan kebiasaannya. Hanya sekedar agar tubuhnya basah itulah tujuan ia mandi pagi. Dan akan berendam jika hari sudah sore. Tapi hari ini Panji Kunal melihat adiknya berendam, tentu hal yang menyalahi adat kebiasaannya. Atau jangan jangan adiknya sedang merencanakan sesuatu? Hmm....

" Hei Kenengkung. Cepat ke sini bodoh. Kau tidak bisa membohongi aku. Apa kau berencana mengintip lagi? Belum puas rupanya kau dicium gayung. Cepat mentas dan bantu aku membuat kamar mandi. "

"Aku tidak berencana mengintip kakang. Kakang lihat kan, tadi pagi tubuhku sudah dipukul dengan sapu lidi kotor. Jadi aku harus berendam agar tubuhku tidak gatal.
Kakang terlalu banyak prasangka. Kenapa kakang sampai sejauh itu menuduhku. Apa kakang cemburu padaku?" Panji Kenengkung merajuk menggoda kakaknya

"Kau memang pandai mencari alasan Kanengkung. Sudahlah. Cepat bantu aku membuat kamar mandi. Atau kau akan merasakan pukulan sapu lidi lagi di tubuhmu."

"Kenapa harus aku yang dipukul sapu lidi? Bukankah yang disuruh adalah kau kakang. Tentu kau yang akan dipukulinya. Ha.. ha.. "

Panji Kenengkung memang pandai bicara. Selalu saja ada alasan yang bisa dibuatnya. Panji Kunal mendengus sambil meninggalkan adiknya. Walau enggan, akhirnya Panji Kenengkung pergi mengikuti kakaknya bersiap membantunya.

Sang PemukulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang