Bagian 65

143 21 5
                                    

Angga duduk terdiam di hadapan Borang. Angga tidak berani menatap wajah Borang di depannya. Dia hanya menunduk saja sambil menaut nautkan jari tangannya untuk mengurangi ketegangan tubuhnya. Namun sesekali dia melirik ke arah kaki Borang yang masih diselonjorkan. Menurut Angga , melihat kaki Borang sudah bagaikan hiburan tersendiri bagi Angga yang hatinya sedang bukan main gundahnya. Bagaimana tidak gundah, dari tadi Borang tidak juga mengeluarkan kata kata. Dia juga ikut ikutan diam. Kalau Borang dan Angga sama sama diam lalu kapan pembicaraan ini akan selesai. Kalau  tahu Borang akan diam terus seperti ini tentu Angga tadi lebih memilih kabur keluar gua untuk mencari udara segar. Setidaknya di luar gua Angga banyak objek menarik yang bisa Angga lihat untuk mengalihkan pandangannya dari Borang. Nah kalau di sini , justru objek menariknya ada dalam diri Borang. Sedangkan Angga sudah kena tegur oleh Borang gara gara melihat objeknya. Tambah panjang dong catatan dosa Angga di bukunya Borang.

Tiba tiba Borang menarik kakinya . Kaki yang tadi diselonjorkan kini sudah ganti posisi . Menjadi posisi bersila karena Borang menyilangkan kakinya. Perkara Borang menyilangkan kaki , itu bukan masalah buat Angga. Yang menjadi perkara adalah kenapa moment ketika dia bersila bertepatan dengan moment ketika Angga melirik kakinya. Apa Borang ini tahu kalau Angga sedang memperhatikan kakinya?

" Umang, sebelum aku bicara, bersihkan dulu pikiranmu."

Deg.. benar kan Borang tahu. Rasanya wajah Angga sudah seperti kepiting rebus saat ini. Bagaimana tidak, sudah tak terhitung lagi Angga kepergok oleh Borang sedang berbuat tak lazim terhadapnya. Nah inilah yang membuat Angga jadi tak ingin berlama lama dengan Borang. Karena isi kepala Angga pasti akan tidak lazim.

" Pikiranku sudah bersih Borang. Kau tak perlu khawatirkan itu."

Angga menjawab sambil sekilas melirik ke arah Borang. Ternyata dia sedang menatap Angga tajam. Wah ini berbahaya kalau sampai lampu merah itu menyala. Angga bakal tidak bisa mengendalikan tubuhnya. Makanya Angga langsung menundukkan wajahnya. Takuuut.

" Kalau  pikiranmu sudah bersih, kenapa wajahmu masih memerah begitu. Bukankan itu pertanda kalau kau masih bernafsu.?"

Angga menaikkan pandangannya. Mas Bo mas Bo. Pertanyaanmu itu aneh aneh wae . Angga hanya memandang saja bukan bernafsu. Tolong bedakan antara memandang dengan bernafsu. Kalau Angga bernafsu sudah sejak dari tadi Angga makan itu kaki Borang. Buktinya sekarang kaki Borang aman aman saja. Bukankah itu sudah bukti yang sangat otentik. Lagian wajah Angga yang memerah itu bukan karena Angga menahan nafsu tapi karena Angga sedang menahan malu. Sudah jelas kan bedanya antara malu dan nafsu.

" Sudah aku bilang Borang. Pikiranku sudah bersih. Perkara wajahku yang memerah itu, bukankah itu lebih baik daripada mukaku menjadi biru? Muka merah itu menandakan kalau aku masih hidup normal. Kalau mukaku menjadi biru barulah kau boleh mencemaskan aku. "

Kembali Angga melihat ke arah Borang untuk melihat reaksinya. Sekilas Angga melihat wajah Borang sedikit tegang ketika menatap Angga. Nah begitu lebih baik Bo. Itu menandakan kalau mas Bo ini pikirannya masih fokus. Dia masih mengkhawatirkan Angga ketika Angga mengatakan dirinya berubah menjadi berwajah biru. Wajah biru itu tandanya orang sedang keracunan atau sedang kekurangan oksigen. Nah orang orang seperti inilah yang seharusnya perlu dicemaskan. Karena bisa saja jika tidak segera ditolong orang ini bisa dijemput oleh maut. Bukannya malah mengkhawatirkan Angga yang wajahnya memerah. Wajah orang yang sehat. Itu terbalik.

" Baiklah, baiklah. Aku tidak ingin membahas  wajahmu yang menjadi biru. Benar katamu. Aku lebih menyukai wajahmu yang memerah daripada wajahmu yang membiru. Sangat mengerikan. "

" Nah kau sudah mengerti. Tidak perlu kau ributkan lagi wajahku yang memerah. Sekarang cepat katakan apa yang ingin kau tanyakan. "

Borang menautkan kedua alisnya. Sepertinya dia sedang berpikir. Salah satu tangannya juga bergerak mengusap usap mulutnya. Waduh kalau dia terus terusan mengusap itu bibirnya, bisa bisa mata Angga malah akan lari  ke situ. Kalau mata sudah ke situ pikirannya juga akan lari ke situ juga. Kalau pikirannya lazim sih tidak apa apa. Nah kalau tidak lazim, bagaimana? Makin panjang kan dosa Angga.

Sang PemukulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang