Dan, selesai.

647 104 42
                                    

Berhari-hari telah berlalu tanpa kemajuan, hari terakhir di rumah sakit. Hoseok manfaatkan untuk beranjak lebih dahulu dari brankar nya. Sebelum mentari terlalu terang, meminta seorang perawat untuk mencabut jarum infus yang masih tertancap pada punggung tangan kiri nya. Sempat ada tanya dari beberapa perawat juga Dokter jaga, ketika melihat Hoseok yang masih belum terlalu sehat memilih untuk meninggalkan ruang inap nya lebih cepat dari jam yang ditentukan.

Ketika pukul delapan tepat, Hoseok sudah terlalu jauh berjalan tanpa arah. Merasa kosong entah karena apa, pandangannya sayu menatap lurus ke depan. Tungkainya melangkah pelan, menyusuri hiruk-pikuk jalanan.

Satu tarikan napas dalam Hoseok ambil, sebelum tubuhnya limbung dan memilih untuk bersandar pada pohon rindang. Semilir angin menyapu wajah pucatnya, dengan bola mata yang tertutup rapat. Hoseok bergumam pelan, jemarinya ia jatuhkan lembut keatas perut. Meremas kecil, sembari sesekali mengelus halus.

Jika diberi tanya. Apakah Hoseok sudah rela? Apakah Hoseok sudah menerima? Apakah Hoseok sudah tak lagi murka?

Maka jawabnya, tidak.

Hoseok berpikir, mana ada yang rela ditinggalkan oleh sosok yang berkembang didalam tubuh mereka? Mana ada yang mau, jika kasih juga cinta nya direnggut pada raga nya? Mana ada yang ingin, jika sosok yang begitu mereka impikan. Kini tak lagi ada.

Gerimis mengundang beribu tanya dalam benak Hoseok. Ini bukanlah dirinya, ia bukanlah sosok Alpha yang lemah seperti ini. Ia bukanlah sosok Alpha yang menyerah begitu saja. Ia bukanlah sosok Alpha yang akan merela begitu cepat. Jung Hoseok, sang pemimpin manusia serigala dituntut semenjak ia di usia dini. Harus menjadi sosok yang kuat, jangan mudah menyerah dan harus bisa mendapatkan apapun yang di inginkan.

Lagi, tarikan napas dalam Hoseok ambil. Rasa segar terasa begitu menenangkan dadanya. Tungkainya kembali melangkah, menghiraukan rintik hujan yang mulai membesar dan membasahi tubuhnya. Sebelum ia rasa rintik air yang turun dari langit itu terhenti begitu saja. Pandangnya masih tertunduk, menatap sepatu biru muda yang ia kenakan. Juga sepasang sepatu yang lain dihadapan, Hoseok enggan mendongak. Karena ia terlampau hafal aroma siapa, juga sepatu siapa disana.

"Kebiasaan, kenapa lo suka banget sih hujan-hujanan?"

Dan, satu pelukan hangat Hoseok rasakan dibawah payung hijau muda.

Jemari kakinya ia gerakan didalam sendal bulu berwarna violet. Dengan secangkir cokelat hangat, juga balutan selimut yang mendekap tubuhnya erat. Hoseok menatap jam dinding yang ada diatas televisi tak terlalu besar pada hadapannya, sudah pukul setengah dua siang. Namun hujan tak kunjung berhenti, justru semakin melebat bersama gemuruh terdengar.

"Minum obat ya, ntar lo pilek."

Hoseok menoleh, lalu mengangguk kecil. "Okay,"

Lalu hening, ketika sosok lain mendudukkan diri disamping tubuhnya. Ada jarak yang memisahkan mereka, buat Hoseok menghela kecil. "Te, sorry."

"Gapapa Hoseok." Taehyung, pemuda itu tersenyum kecil. Sebelum ikut menyeruput cairan merah kental dari dalam gelas tinggi favoritnya. Jemarinya berlari pada rambut milik Hoseok, mengusak lembut sebelum turun pada bahunya.

Keduanya kembali terdiam, kaku juga kikuk. Luka pada wajah elok milik Taehyung belum kunjung sembuh, buat Hoseok meringis kecil. Seakan-akan ikut merasakan. "Masih sakit?"

"Hm? Apanya?"

"Itu... Luka di muka lo?" Hoseok bersama jemari lentik miliknya mengarah pada pelipis Taehyung, mengusap lembut sebelum kembali berjalan keseluruh luka yang ada disana.

Soulmate • namseok • [ End ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang