........
"Kalau misalnya... Tuan lagi gak sama temen-temen atau pacar Tuan... saya mau nemenin Tuan, supaya Tuan gak sepi. Ya?"
Michael hanya bisa menangis selagi terus menyimak, hingga bantal yang ia tiduri menjadi basah.
Akan tetapi, malu bila terlalu lama. Michael memejamkan mata sembari menghela napas dalam-dalam, mencari kelapangan. Lalu, perlahan menggerakkan tangan kanan terinfusnya, ingin menyeka air mata membasahi area pelipis dan sisi samping kepala. Namun, tercegat. Jari-jemari Laras sampai duluan, menyeka semua basahan di wajah sang Tuan. Tangan Michael terhenti sampai di dada saja.
"Tangan kanannya juga gak boleh banyak bergerak, Tuan. Nanti infusnya berdarah," kata Laras lembut sambil tersenyum.
Michael hanya menatap saja dari arah bawah. Bahkan, Laras belum menyeka air matanya sendiri, tapi sudah sibuk dengan air matanya.
Walau sudah diberi obat anti nyeri, tangan kiri Michael masih terasa ngilu, pedih, dan kebas sehingga ia tak mengangkatnya. Lantas, memilih tangan kanan yang diinfus untuk mengelap wajah. Ternyata, hal itu terlarang juga, ya?
Atau... karena Laras saja yang terlalu peduli pada Michael sekarang?
"Makasih," ucap Michael serak.
Laras hanya tersenyum, lalu menyeka air matanya sendiri dengan punggung tangan, sebelum memberikan Michael tatapan dan senyuman hangat. Kepalanya ia miringkan sambil terus menyungging senyuman.
"Kenapa lo senyum-senyum terus?"
Tidak memedulikan, Laras masih tersenyum membuat pelangi di bibirnya.
"Rambutnya Tuan lucu. Kenapa potong sampai sependek itu?" Laras bertanya dengan ringan dan santai agar mood baik kembali tercipta.
"Gak tau," jawab Michael cuek, "gue gak sadar. Tau-taunya udah hampir botak."
Laras terkekeh sambil menutup mulut, menyebabkan Michael tersenyum samar tanpa sadar. Masih ada yang mau tertawa karena dirinya.
Biarpun terlihat jahat dan licik, Michael selalu senang bila ada yang tersenyum atau tertawa karenanya. Ia jadi merasa berguna. Setidaknya, bisa membuat orang lain tertawa meski sebentar. Memang begitu ia. Di sisi lain sering menyakiti dengan kalimat-kalimat tajam emosionalnya, di sisi lain malah senang saat ada orang tertawa karenanya.
Sejurus kemudian, pintu kamar VVIP itu dibuka seseorang.
"Michael."
Ujaran itu terhenti. Langkah kaki orang itu pun tersendat kala menjumpai adegan yang dianggapnya cukup romantis. Adegan Laras duduk dekat sekali kepada Michael, saling tersenyum dengan manis.
"Abby?" Michael berucap pelan.
Laras menengok, berdiri cepat. Hendak memberikan senyum sopan pada yang baru datang, tetapi tak jadi mengembang manakala raut gadis bernama Abigail itu berubah kecewa dan marah, lantas berbalik cepat dan kembali ke luar.
Laras sontak panik. Langsung sadar telah terjadi kesalahpahaman di sini.
"Tuan, sebentar, ya." Laras berucap buru-buru sebelum berlalu, mengejar Abigail.
Michael masih terpana melihat kejadian yang begitu cepat. Bahkan, masih bingung mau menyahut 'iya' atau 'gak usah'. Laras sudah berlari duluan.
"Mbak Abby! Tunggu, Mbak!" seru Laras, berlari kecil di koridor luar kamar Michael.
Begitu berhasil mengejar ketertinggalan, Laras menggenggam tangan kiri Abigail untuk menahannya. "Mbak... jangan pergi dulu," ujarnya sedikit tersengal.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNSTABLE ✔️
General FictionTentang Michael yang tampan, sombong, pemarah, kasar, dan kaya. Lalu tentang Laras yang cantik, baik, sabar, lembut, dan miskin. Laras hanya pembantu, sementara Michael adalah majikannya. Sebenarnya, Michael yang kasar hanya seonggok manusia rapuh b...
