18. Red Rose

3.1K 364 201
                                        

⚠️⚠️⚠️
ADEGAN SENSITIF. JANGAN DITIRU. SILAKAN CLOSE JIKA TIDAK NYAMAN.

.
.
.
.
.

Sebuket mawar cantik yang berada dalam plastik transparan tengah Michael tenteng sekarang. Pemuda itu berjalan pulang menuju penginapan. Sesekali memandangi langit, mengamati sang surya yang akan segera tenggelam di bawah cakrawala.

Lembayung senja begitu indah, namun tidak dengan hati sang pemuda yang tengah terombang-ambil sambil membawa bunga-bunga. Ponsel sengaja ditinggalkan di penginapan. Tidak perlu dibawa karena untuk apa? Ia tak ingin mengangkat atau membalas apa pun yang masuk ke sana.

Seperti kaset film rusak. Seiring menggelapnya angkasa, pikiran-pikiran masa lalu mulai membelenggu benak, menghujam rasa hati dengan deraan nestapa.

Bayang-bayang pertengkaran orangtua yang sering sekali terjadi, lalu papanya yang kedapatan selingkuh lantas memilih selingkuhannya dan tinggal di Surabaya. Beralasan mamanya egoistis, tak mau kalah, dan suka membantah. Lalu, Bintang yang terbunuh di depan matanya.

Walau membenci kebejatan Krisna, seiring berjalannya waktu, Michael diam-diam membenarkan penilaian sang papa tentang mamanya. Wanita itu egoistis, selalu tak mau kalah—terlepas dari perselingkuhan bukan jalan keluar bijak dan ayahnya tak kalah bajingan.

Irma gemar membuat Michael 'teraniaya'. Irma Soraya, mama yang sangat Michael sayang dan hormati, tetapi selalu membuat sakit hatinya. Selalu memarahi ketika gangguan kecemasan Michael datang, tidak pernah suka melihat tubuhnya gemetar ketakutan, lalu akan menampar ketika emosi Michael meluap-luap.

Sakit. Sakit sekali. Merasa sendirian di muka bumi ini. Tidak ada yang mengerti.

Kaki terus melangkah dengan pandangan kosong tak berarah. Keramaian dunia sekitar mulai pudar, tak dapat ia saksikan. Melihat bunga dalam plastik yang dijinjing sedari tadi, mendatangkan kehampaan tak terkira.

Bermenit-menit berjalan, Michael sampai di penginapan 10 pintu yang salah satunya ia diami. Tak langsung menuju kamarnya, malah berbelok ke rumah sang pemilik penginapan di sisi kiri. Mengetuk pintu, menunggu sang pemilik rumah membukakan pintu seraya melepas masker.

"Sore, Bu." Michael tersenyum tatkala pintu terbuka.

"Ya, sore."

"Saya boleh pinjam pisau sebentar, Bu?"

"Pisau?" Ibu itu mengulangi.

"Iya. Saya mau potong tangkai bunga-bunga saya ini. Mau saya taruh di vas pendek. Ini tangkainya kepanjangan." Michael menjelaskan, mengangkat sedikit plastik putih transparan berisi satu buket bunga mawarnya.

Ibu pemilik penginapan melirik plastik yang Michael bawa, terlihat jelas sebuket mawar di dalamnya. Lantas, menatap Michael kembali. "Bentar ya, Mas. Saya ambil dulu di dalem," ungkapnya.

"Iya, Bu." Michael tersenyum dan mengangguk.

Menunggu beberapa saat, ibu itu kembali keluar dengan sebuah pisau di tangannya. "Ini, Mas." Ia menyerahkan pegangannya.

"Makasih, Bu." Michael menggenggam pegangan pisau.

"Nanti kalau udah, dibalikin langsung ya, Mas," pesan si ibu.

"Oh, iya. Gak lama, Bu." Michael mengangguk sekenanya.

Setelah itu, Michael pun berlalu, meninggalkan rumah itu menuju kamar penginapannya. Tak jauh, beberapa belas meter saja. Masih dalam satu halaman.

UNSTABLE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang