.........
"Masuk. Jangan di luar sendirian."
"Iya, Tuan."
Michael masuk lebih dalam, sementara Laras menutup dan mengunci semua pintu dan jendela yang ada. Selesai dengan aktivitas menutupnya, Laras menemukan Michael di ruang televisi—yang tak menyala. Ia memangku laptop di atas bantal yang diletakkan pada paha.
Michael mengenakan kaus lengan pendek kini. Laras dapat melihat jelas bekas jahitan yang lumayan panjang pada pergelangan kiri si lelaki. Tentu sudah sering melihatnya 2 bulan ini, tetapi batin selalu menjadi sedih.
Laras menghela napas kecil, berusaha tak terlihat ingin menangis. Mengatur ekspresi muka, kemudian menghampiri.
"Tuan."
Michael mendongak.
"Tadi katanya... belum mau ngerjain tugas?" Ia bertanya dan tersenyum sopan, hanya bermaksud mengingatkan.
Michael menghela napas, menatap laptopnya dengan malas. "Iya, tapi setelah gue pikir-pikir, daripada numpuk, gue kerjain sekarang aja. Soalnya besok gue mau ke Bekasi, ada pertemuan sama orang-orang direksi dari perusahaan mana tuh, lupa gue namanya, panjang banget. Gue harus buat materi meskipun singkat-singkat," katanya menjabarkan.
Laras hanya menangguk. Menyadari Michael sudah lebih banyak bicara ketimbang dulu. Lebih ramah, juga tak terlalu misterius.
"Kenapa lo?" Michael sedikit mengernyit.
"Enggak, Tuan." Laras menahan senyum.
Michael mengembuskan napas lelah. "Padahal udah bagus ini tugas gue. Cuma perkara typo doang harus revisi. Kenapa sih semua dosen itu lebay? Padahal, mereka bisa ngerti apa yang gue ketik meski typo. Kayak gak punya otak aja buat mikir." Ia mulai mengomel dan mencibir dosen.
Laras sudah biasa dengan kalimat Michael yang dipenuhi 'mutiara-mutiara'. Ia pun makin mendekat, lantas mengintip-intip pada laptop Tuannya.
"Eumm, kalau cuma mau revisi yang typo-typo, saya bisa, kok. Nanti saya aja yang ketik. Tuan ke kamar aja, istirahat," saran Laras, tak mau Michael kurang istirahat.
Michael menatap Laras, dengan tatapan yang entah bagaimana menjelaskannya. Pokoknya lama-lama, Laras menjadi salah tingkah, lantas memilih untuk membuang pandangan.
Michael menyeringai tipis melihat Laras yang tertunduk.
"Kenapa? Salting?" Tanya yang laki-laki.
Laras melebarkan mata sejenak, kemudian menggeleng banyak. "Gak, Tuan," sangkalnya.
"Gue tau lo bohong, tapi karena lo mau ngecekkin typo-typo gue, jadi gue gak marah," ujar Michael tanpa beban seraya berdiri dari sofa.
Astaga, pipi Laras bagai dipanaskan. Merah. Untung cahaya di ruang tengah ini agak redup, jadi tidak terlalu kelihatan. Lagipula Michael tidak terlalu memerhatikan juga.
Laras bingung merespons apa. Yang pasti, ia mengatai diri sendiri karena ketahuan salah tingkah. Kemudian, segera ia menduduki sofa, memangku laptop majikannya. Mulai menggunakan mata jeli untuk melakukan pengecekan.
"Dari page 1, ya." Michael mengingatkan.
Laras mengangguk. "Iya, Tuan."
Michael pun beranjak ke kamar. Memasuki kamar mandi dalam kamar sebentar. Selesai, lalu ia mengintip Laras dari sela pintu. Gadis itu tampak serius menatap layar laptop.
Usai mengecek Laras, Michael pun naik ke ranjang. Mematikan lampu putih kamar, lalu menyalakan lampu kecokelatan yang redup sinarnya.
"Okay, Mike. Let's sleep, okay? Good." Ia memberi afirmasi positif.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNSTABLE ✔️
General FictionTentang Michael yang tampan, sombong, pemarah, kasar, dan kaya. Lalu tentang Laras yang cantik, baik, sabar, lembut, dan miskin. Laras hanya pembantu, sementara Michael adalah majikannya. Sebenarnya, Michael yang kasar hanya seonggok manusia rapuh b...
