15. Runaway

3.5K 365 206
                                        

......

"Michael! Ngapain kamu duduk di situ? Berdiri!"

Sebuah perintah tegas yang membuat dua insan muda itu menoleh bersamaan. Ternyata Nyonya Irma, dengan muka yang sudah marah dan mata memelototnya.

Laras pun langsung berdiri. "Maaf, Nyonya," katanya.

Irma mendekat, lalu bertanya nyalang kepada Laras, "Kamu nyuruh Michael duduk di lantai?"

Laras menggeleng kuat. "Enggak, Nyonya."

Michael ikut berdiri dan mendekati. "Aku yang mau duduk di bawah. Jangan nyalahin Laras, Ma..." katanya.

Irma mengerling sinis pada Michael, lalu menatap Laras lagi yang setia menunduk. "Laras kamu keluar dulu, ya. Saya mau bicara sama Michael," titah Irma membaik pura-pura.

"Tapi aku lagi dengerin cerita, Ma..." Michael melirih.

"Cerita apa sih, Michael?" Irma bertanya sinis, sebelum kembali menoleh pada Laras, "Udah ya, Laras. Kamu keluar dulu." Perintahnya lagi.

Laras pun tak ada pilihan lain, ia mengangguk lebih rendah. "Iya, Nyonya. Permisi." Lalu, meninggalkan kamar tersebut.

Michael memandang sedih Laras yang menjauh dan hilang di luar pintu.

"Ma. Kenapa, sih?" Michael berujar penuh sesal.

"Kamu yang kenapa?! Ngelempar gelas, marah-marah gak jelas cuma gara-gara belain pembantu. Gak pantes kamu ngebelain sampai segitunya!"

Michael hanya menatap nanar. Tak percaya dengan apa yang Mamanya ucapkan.

"Gak usah dengerin kata-katanya Sela kurang ajar itu, Ma. Dia gak tau apa-apa." Michael berusaha pelan-pelan. Sebenarnya, makin geram mengetahui Sela mengadukan hal ini pada ibunya.

"Apanya yang kurang ajar? Sela bener, kok. Ngapain semalam kalian berduaan di kamar jam 12 malam? Siapa yang gak bakal curiga? Lagian kamu kan bisa ngomong baik-baik ke Sela, gak usah marah-marah!" Sentaknya lagi.

"Aku gak ngapa-ngapain sama dia, Ma. Dia cuma ngambilin aku makan, terus aku minta dia cerita. Dan aku ketiduran, terus dia keluar. Udah, cuma itu."

"Cerita apa sih, Michael?!" Irma semakin kesal dengan mata yang berkilat marah.

"Apa aja... aku suka denger ceritanya Laras. Emangnya gak boleh?" Michael berujar lirih. Hatinya sedih mendengar ucapannya sendiri.

"Orangnya yang salah. Kamu kan punya temen, ngapain cerita-ceritanya sama Laras? Mana di kamar!"

Michael sudah lelah sekali untuk marah-marah. Ia tidak tahu harus menjawab apa lagi pada Mamanya. Dengan gerakan pelan, ia memilih kembali duduk di pinggir ranjang. Menunduk, mulai menangis tanpa suara.

Irma terus memerhatikan, lantas ikut duduk di samping Michael dengan gerakan yang kasar. "Ngapain kamu nangis? Kamu lihat itu!" Ia menunjuk gelas pecah yang belum dibersihkan dari lantai kamar.

Namun, Michael enggan menengok. Terus menunduk, tak mau melihat gelas yang sudah tak berbentuk itu. Ia kini terisak, kedengaran sesak sebab tak mau suara tangisnya keluar banyak. Di saat yang sama, perasaan sudah tak mampu lagi untuk diredam. Tangis pun bagai pecah di dalam, menyakiti seluruh rongga dadanya.

"Michael, lihat sini!" Perintah Irma sambil memegang sebelah pipi Michael, lalu menariknya paksa untuk menghadap.

Michael tak dapat melawan kala kepalanya tertarik menengok dengan paksa. Ia hanya bisa menatap Irma dengan air mata yang sudah membasahi mata dan pipinya.

"Kenapa kamu nangis? Kamu nangisin Laras?"

Michael menggeleng nanar. Wajahnya masih ada dalam cengkraman longgar Mamanya.

UNSTABLE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang