...........
"Michael!"
"Ibu siapa?" tanya salah satu petugas ambulans.
"Saya yang nelfon ambulans tadi, Mas. Ini anak saya, dia kenapa?" tanya Irma panik dan tergesa. Duduk di sebelah sang anak yang tampak begitu lemah tak bertulang.
"Kenapa gak langsung dibawa ke ambulans, Pak?" Laras menimpali dengan panik juga.
"Oh, ini Masnya gak apa-apa. Kayaknya cuma kaget doang. Yang satunya, laki-laki sekitar umur 30-an, dia yang parah, Mbak," jelas si petugas.
"Parah gimana, Pak?" tanya Irma cepat.
Laras melihat lampu gantung yang sudah berada di lantai. Nalarnya pun bergerak cepat. "Kejatuhan lampu, Pak? Bang Didi kejatuhan lampu?" tanyanya terburu.
Michael bereaksi. Ia menoleh, lalu mengangguk-angguk lemah menatap Laras. Melihat itu, Irma memejamkan mata sekilas. Berusaha tidak sesak, tetapi tetap saja. Ia peluk longgar putranya karena kasihan.
"Laras, ambilin minum buat Michael," ujar Irma.
Laras langsung menurut. Ia mendatangi dapur. Di sana, ditemukan mangkuk yang sudah pecah, lengkap dengan susu dan sereal yang berhambur berantakan di lantai. Gadis itu makin bertanya-tanya, bagaimana awal mula kejadian ini bisa tercipta?
"Kamu gimana, Mike? Ada yang luka? Kita ke rumah sakit, ya?" Irma tergesa sambil mengecek bagian-bagian tubuh anaknya.
Michael menggelengkan kepala sebagaimana ia menolak tawaran 2 petugas medis sebelumnya. Irma tak mau berdebat. Ia hanya melanjutkan pelukan, berharap anaknya dapat cepat bicara.
Tak lama, Laras kembali dengan segelas air, lalu memberikannya kepada Irma untuk ia suapkan kepada Michael. Selain dipercaya merilekskan, air putih itu juga berguna untuk membasahi kerongkongan Michael yang dilanda kekeringan akibat sesak napas sebelumnya.
Oleh sebab Michael begitu gigih berkata tidak mau dibawa ke rumah sakit, 2 petugas medis pun meninggalkan tempat karena harus buru-buru membawa Bang Didi ke rumah sakit. Untunglah jarak apartemen Michael ke rumah sakit tidak jauh, sekitar 15 menit saja jika tidak macet.
Pak Selamet ditugaskan Irma untuk mengikuti ambulans, pergi ke rumah sakit guna mengantar dan menjaga Bang Didi. Nanti selanjutnya, Pak Selamet akan mengabari ART lain via grup Whatsapp agar dapat bergantian menjaga, juga membawa kebutuhan ke rumah sakit.
Laras menatap iba Michael, yang masih setia tak berdaya dalam dekapan Mamanya. Pandangan lelaki itu kosong dan mengawang, seperti sedang berkhayal.
"Mike? Sayang?" Irma memanggil lembut, melihat wajah anaknya dari dekat.
Michael sedikit mengangkat kepala tanpa melepas pelukan, menatap sang Mama dalam diam. Mata berkaca-kaca, rautnya sedih pula. Irma pun kembali membawa wajah putranya ke dalam dekapan. Tak mau dulu memaksakan.
"It's okay, sweetheart. You did very well. Bang Didi pasti gak apa-apa. Nanti Mama juga bakal nyusul ke rumah sakit, kok. Ya? Okay? Everything will be fine," bisik Irma lembut, sambil mengelus-elus helaian hitam sang anak.
Michael refleks mengeratkan pelukan, menyembunyikan wajah di area leher dan bahu Mamanya. Berusaha menghilangkan bayang-bayang kejadian yang masih kerap datang berulang-ulang.
Irma sudah tahu. Pasti seperti waktu itu. Belum bisa bicara karena syok.
"Laras, duduk di sebelah Michael," perintah Irma ringan, menunjuk posisi yang ia maksud.
Laras menatap wajah sendu namun tegar milik Irma, sebelum duduk tepat di sebelah Tuannya yang menghadap ke sana, sedikit membelakangi karena sedang dipeluk dan memeluk Mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNSTABLE ✔️
Tiểu Thuyết ChungTentang Michael yang tampan, sombong, pemarah, kasar, dan kaya. Lalu tentang Laras yang cantik, baik, sabar, lembut, dan miskin. Laras hanya pembantu, sementara Michael adalah majikannya. Sebenarnya, Michael yang kasar hanya seonggok manusia rapuh b...
