Kekasih Jen

4.4K 366 15
                                    

Sesampainya di kafe, Jen disambut oleh seorang laki-laki yang menunggunya di depan kafe. Tas punggung tersampir di bahu kanan, jaket denim dipadukan dengan sepatu berwarna dongker, kaos putih, dan celana jin menambah kadar ketampanan lelaki itu di mata Jen. Laki-laki yang sejak awal masuk kuliah dulu sudah bersama-sama dengan Jen. Mendekati perempuan itu dengan sabar, sehingga setahun belakangan ini mereka menjalin hubungan asmara.

Jen melambaikan tangan pada laki-laki itu yang dibalas serupa. “Kamu nggak kerja?” tanya Jen bingung walau senang, biasanya mereka hanya bertemu malam hari atau di hari libur. Karena jadwal kerja mereka tidak sama, tentu saja Jen yang biasanya harus meluangkan waktu barang sebentar jika lelaki itu datang.

Namanya Kenzo.

“Surprise, Babe.” Laki-laki itu mendekat dan memeluk Jen. Sudah satu minggu sejak terakhir mereka bertemu, walau masih bisa saling bertatap muka melalui video call.

“Ken, kita dilihatin banyak orang, please, lepasin aku.” Jen menepuk-nepuk pundak Kenzo agar lekas melepaskannya. Namun, laki-laki itu justru semakin mengeratkan pelukan mereka, bahkan beberapa kali Jen merasa Kenzo menghirup aroma rambutnya. Aroma yang paling disukai Kenzo kendati Jen sudah berkeringat di sore hari.

Saat Kenzo melepas pelukan mereka, Jen melotot pada laki-laki itu yang hanya dibalas dengan cengiran. “Maaf, Sayang. Aku kangen sama kamu.” Kendati tak suka hal-hal berbau cheesy, tetapi tiap Kenzo melempar rayuan dan sejenisnya, Jen tetap merona.

“Kamu belum jawab pertanyaanku, Ken. Kenapa kamu nggak kerja?” tanya Jen sekali lagi dengan mimik serius. Sumpah, Jen merasa pegal sekali harus mendongak menatap Kenzo setiap berbicara dengan laki-laki itu. Ingin rasanya ia naik ke kursi atau meja supaya gantian dia yang menunduk.

Padahal, Jen tidak pendek-pendek amat dibandingkan teman-temannya yang lain.

“Aku cuti hari ini, Sayang. Pasti kamu nggak inget, kan?” Kenzo menaikkan sebelah alisnya membuat dahi Jen mengernyit. Dia tidak ingat apa pun. Lalu kepala perempuan itu menggeleng ragu-ragu.

“Apa?” tanyanya kemudian.

Kenzo mengembuskan napas panjang, kemudian berkacang pinggang. “Tadi aku ke rumah, tapi kamu nggak ada. Makanya aku ke sini karena aku yakin kamu pasti lupa. Hari ini, hari jadi kita ke setahun, Sayang.” Kenzo memicingkan mata kepada Jen. Perempuan itu melongo dan menyemburkan tawa.

“Aduh, Ken. Kupikir apaan. Yang bener aja kamu, kukira ada tanggal penting yang kulupain.” Jen mengibaskan tangannya. Kini gantian Kenzo yang melongo. Jen tidak menganggap anniversary mereka penting?

“Wow. Jadi hari jadian kita nggak penting?” Pertanyaan bernada sarkastis itu mengingatkan Jen bahwa dia sudah keceplosan. Jen memang menyusun segala hal yang harus dan akan dilakukan, bahkan tanggal-tanggal penting seperti belanja kebutuhan kafe, membayar gaji karyawan, dan membaca buku, itu semua ditulis Jen dengan rapi di yearbook planner-nya.

Jen, hanya tidak merasa perlu merayakan hari jadian. Namun, sepertinya bagi Kenzo hal itu penting, sehingga Jen merasa harus menghargai itu. Apalagi Kenzo sampai mengambil cuti demi hari ini. “Maaf, Ken. Maksudku, tentu hari jadian kita penting.” Perempuan itu mendekat dan menyentuh lengan Ken.

“Tapi kerjaan kamu jauh lebih penting. Aku nggak mau kamu cuti hanya karena aku, Ken. Kamu mati-matian dapetin pekerjaan ini.” Jen menatap Kenzo dengan semburat hangat, ia usahakan agar terlihat setulus mungkin kali ini. Sehingga Kenzo tidak kecewa dan marah.

Kenzo melepas tangan Jen dari lengannya. Ia mundur, kemudian mengembuskan napas kuat-kuat. Mengusap wajahnya kasar. Lalu mendekat lagi pada Jen dan menatap mata perempuan itu lekat-lekat. “Kita udah sama-sama setahun, Jen. Aku berusaha dapetin kamu itu nggak mudah dan aku mau merayakan itu. Kerjaan? Jen, selama ini yang ada di pikiran kamu cuma gimana caranya bisa cepet sukses. Cuma itu.”

Tidak Lajang (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang