Beruang Rusuh

3.4K 320 25
                                    

Jen dan Kenzo sudah tidak berselera untuk keluar dan merayakan hari jadian. Lebih memilih menghabiskan waktu berdua di depan TV, memutar film kesukaan mereka. Jen bersandar di bahu Kenzo, sebelah tangan mereka saling tertaut dan masing-masing mata menatap layar TV.

Sampai kemudian ketukan pintu membuyarkan suasana romantis di antara mereka berdua. Jen bergegas keluar. “Iya sebentar,” teriak Jen sembari membuka pintu.

Matanya membelalak ketika melihat siapa yang ada di depan pintu itu. Dua pasukan beruang dengan seorang pria yang tadi menghampiri Jen serta mengirimkan pesan cheesy. Jen teringat bahwa dia seharusnya menjemput dua pasukan beruang itu tadi. Bagaimana bisa ia lupa?

“Kak, jangan bengong,” tegur Agya sembari memanyunkan bibirnya. Ziba menyilangkan kedua tangan di depan dada sembari menatap Jen kesal.

“Halo, Jen,” sapa pria itu melambaikan tangan dengan senyuman lebar. “Siapa yang nyangka kalau saya bakal tahu rumah kamu secepet ini, kan?” Pria itu terkekeh.

Jen memejamkan matanya dan mengembuskan napas panjang. “Oke. Maaf Agya, Ziba. Kakak lupa jemput kalian. Kakak bener-bener minta maaf atas itu.” Lalu Jen menatap Arya yang menggandeng seorang anak laki-laki. “Terima kasih, Mas Arya karena bersedia mengantar adik-adik saya.”

“Kami nungguin berjam-jam tahu, Kak.” Agya memanyunkan bibir. Mereka memang tidak membawa ponsel ketika sekolah. Larangan dari Talita sekaligus Jen. “Tahu nggak mau jemput, kita bisa naik taksi, kan,” gerutunya.

Arya mengelus lembut kepala Agya. “Jangan begitu. Kakak kamu udah minta maaf dan kamu harus maafin. Kak Jen nggak sengaja.” Arya membela Jen, membuat perempuan itu memutar bola mata tak suka. Hal remeh seperti itu tidak akan membuatnya luluh.

Baru saja Jen ingin menyuruh Agya dan Ziba masuk, Kenzo menyusul keluar. “Siapa yang dateng, Yang?” tanyanya berdiri di sebelah Jen. Kedua alisnya naik ketika melihat banyak orang di depan rumah kekasihnya.

Kenzo memang belum pernah dikenalkan kepada keluarga Jen sama sekali, kendati sudah meminta untuk dikenalkan. Karena itu ia tidak langsung mengetahui bahwa dua dari orang yang ada di depan itu adalah adik Jen. Bahkan Jen belum mau berkenalan dengan keluarga Kenzo walau hanya sekadar telepon atau video call. Kenzo sudah sering mengajak Jen saat pulang kampung, tetapi perempuan itu selalu menolak. Padahal, Kenzo ingin mereka jauh lebih dekat usai menjalin hubungan sebagai pasangan kekasih. Namun, Jen seperti punya bentengnya sendiri.

Ternyata, tidak semudah itu untuk melangkah masuk ke dalam kehidupan Jen lebih jauh. Bahkan mengajak Jen masuk ke dalam hidupnya lebih jauh saja Kenzo tidak mampu.

“Siapa?” tanya Agya dan Ziba hampir bersamaan.

Kenzo menaikkan kedua alisnya. “Kalian siapa?” Kenzo balik bertanya. Jen menyentuh lengan Kenzo lalu menjelaskan bahwa mereka adalah kedua adiknya.

“Maaf aku lupa bilang, kalau adik-adikku sekarang tinggal di sini. Karena Mama ke LN satu tahun. Mama nitipin mereka ke aku.” Kenzo mengangguk-angguk. “Kalau gitu kita masuk dulu, jangan di luar begini,” ajak Jen.

Jen menatap Arya. “Oh ya. Mas Arya?” Jen bermaksud meminta pria itu pulang sebetulnya, tetapi Arya sepertinya tidak paham kode itu.

“Baiklah, kami berdua mampir sebentar. Terima kasih tawarannya.” Jen hampir-hampir tertawa jika tidak ingat bahwa pria itu sudah berbaik hati mengantarkan kedua adiknya. Memang siapa yang menawarinya untuk mampir?

Mereka semua masuk ke dalam rumah. Jen mematikan TV yang menayangkan film romantis kesukaannya.  Menyuruh Arya dan anaknya untuk duduk di sana, ditemani Kenzo. Sedangkan Agya dan Ziba sudah naik ke atas untuk berganti pakaian. Jen sendiri ke dapur untuk mengambilkan minuman dan camilan untuk tamunya.

“Maaf, kamu siapanya Jen?” tanya Arya. Sedari tadi dia menahan diri untuk tidak bertanya.

“Saya pacarnya Jen,” jawab Kenzo tidak merasa ada yang aneh dari pertanyaan itu. Sebab Kenzo menebak bahwa Arya ini ayah dari anak laki-laki yang saat ini ada di samping pria itu.

Arya mengangguk-angguk. Tiba-tiba dia merasa pedih, patah hati karena cemburu. Baru tadi pagi dia jatuh cinta, siang hari begini sudah harus patah hati?

“Pacar ya. Tapi nggak kenal adik-adik Jen?” tanya Arya membuat Kenzo mengerutkan keningnya. Nada suara Arya sarkastis dan menyebalkan di telinganya. Namun, karena tahu bahwa Arya jauh lebih tua darinya, Kenzo berusaha untuk tetap tersenyum dengan sopan.

“Belum,” jawab Kenzo singkat.

Arya mengembuskan napas panjang, berusaha menganggap bahwa laki-laki di depannya ini bukanlah hal yang harus ia risaukan untuk mendekati Jen. Karena yang seharusnya ia risaukan adalah Jen sendiri, semuanya berada di tangan perempuan itu bukan? Arya tahu raut wajah Jen memperlihatkan ketidaksukaan terhadapnya. Dia sendiri tidak tahu apa yang membuat Jen sudah tidak menyukainya seperti itu, padahal mereka belum saling mengenal.

Agya dan Ziba turun ke bawah, duduk di dekat Arya, lengket sekali dengan pria itu yang tampak tidak terganggu sama sekali dengan keberadaan anak-anak.

Jen keluar membawa minuman dan setoples camilan. “Diminum, Mas Arya,” tawar Jen sopan kepada tamunya.

“Saya nggak bisa lama-lama di sini, Jen. Maaf.” Pria itu berdiri, tetapi Agya mencekal tangannya.

“Jangan dong, Om. Di sini dulu. Agya masih mau Om di sini, aku mau main sama Lando.” Jen yang sudah senang ketika Arya memutuskan untuk pulang, mendadak kesal pada Agya. Mengapa juga anak itu mau main dengan om-om?

“Ziba juga mau Om di sini. Kenapa buru-buru pulang?” tanya anak kecil itu sembari memasukkan camilan ke mulutnya.

“Om nggak mau mengganggu Kak Jen dan pacarnya.”

Agya dan Ziba langsung menatap Kenzo dengan mata menyipit dan pandangan menilai. Dari atas sampai bawah, Kenzo jauh berbeda dengan Arya yang tampak dewasa.

“Kakak pacarnya Kak Jen?” tanya Agya. Kenzo mengangguk mengiyakan.

Agya mengerutkan dahinya. “Kak Jen nggak pernah cerita kalau udah punya pacar.” Kenzo ingin menjawab, tetapi dia tahu tidak punya jawaban untuk itu. Dia tahu betul kalau Jen memang tidak menceritakan dirinya kepada keluarga perempuan itu.

“Ngapain juga Kakak harus cerita ke kalian?” tanya Jen sembari mendelikkan matanya kepada dua pasukan beruang itu.

“Mas Arya kalau mau pulang, nggak apa-apa, nggak perlu ladenin Agya dan Ziba.”

Iya, Jen yang berharap pria itu lekas pergi. Dia masih bingung dengan apa yang pria itu kirimkan tadi pagi padanya. Jatuh cinta pada pandangan pertama? Ingin tertawa saja ia rasanya. Apa Arya memang om-om yang suka mendekati banyak gadis belia sepertinya. Mata keranjang dan tukang selingkuh.

Arya hanya tersenyum singkat pada Jen. Kemudian mengalihkan pandangannya pada Agya dan Ziba. “Om bakal ke sini kalau kalian mau ketemu Lando. Tapi nggak bisa sering-sering juga karena harus kerja, mungkin Landonya aja yang ke sini.” Lalu Arya menatap Jen lagi. “Om juga suka sama kalian, lucu.” Kendati objeknya adalah Agya dan Ziba. Arya justru menekan kalimat suka dan lucu saat menatap Jen.

Kenzo merasa ada yang ganjil dengan pria itu. Tiba-tiba otaknya menginstruksikan untuk berhati-hati pada Arya saat melihat pria itu tersenyum kepada Jen, kekasihnya.

Arya pamit pada mereka semua, Jen mengantar sampai ke depan rumah, sampai mobil Arya menghilang dari pandangannya. Namun, tak lama setelah itu ponsel yang ia taruh di saku celana bergetar.

Baru tadi pagi jatuh cinta, siangnya udah harus terluka karena patah hati dan cemburu? Jen, saya enggak peduli kalau kamu punya pacar, selagi bukan punya suami. Tolong simpan nomor saya karena saya rasa kita akan sering berinteraksi setelah ini.

Saya janji.

**

Aduh, gimana coba ini Mas Arya ketemu pacar Jen, Kenzo?
Mas Arya patah hati katanya tuh, padahal aku sih dengan senang hati menerima dia kalau dia lari ke aku. Wkwkwkwk.

Selamat membaca ya. Selamat Senin malam, Minggu masih lama hehe.

Tidak Lajang (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang