Hari Libur

2.2K 225 1
                                    

Jen keluar kamar pagi-pagi, mengikat rambutnya asal dan mengetuk satu per satu pintu kamar adiknya. Ia tunggu beberapa saat tetap tak ada sahutan, perempuan itu masuk ke kamar Sanee dan Ziba. Melihat kedua adiknya masih tertidur walau matahari sudah terlihat membuatnya geleng-geleng heran.

“Bangun, San, Zib.” Jen menggoyang-goyang kedua kaki adiknya, sampai mereka menggeliat dan memicingkan mata ke arah Jen dengan kesal. Pagi-pagi sudah dibuat kesal oleh kakaknya itu. Mereka berdua melihat ke arah jam dinding dan saat ini baru menunjukkan pukul enam pagi.

“Kak, serius bangunin kita jam segini di hari Minggu?” tanya Sanee kesal, dia merebahkan tubuhnya lagi dan menutup kepalanya dengan selimut. Ziba yang masih bergelung pun memejamkan matanya lagi. Seolah-olah Jen tidak kasat mata.

“Bangun!” teriak Jen membuat keduanya terlonjak tiba-tiba, Jen tersenyum puas dan menyilangkan kedua tangan di depan dada dengan gaya yang menyebalkan. Kedua adiknya semakin geram ketika diminta lekas mandi.

“Kakak bangunin Agya dulu, kalau kalian ketahuan belum mandi. Habis kalian!” ancam Jen dan berlalu dari sana. Ziba menendang-nendangkan kakinya ke udara sampai membuat selimut jatuh ke lantai, ia menggaruk-garuk kepalanya yang terasa gatal akibat kepanasan, panas karena emosinya melonjak naik pagi-pagi.

Ketika Jen sudah berada di depan pintu kamar Agya dan hendak membukanya, pintu itu ternyata dikunci. Jen mendengkus kesal karena Agya pasti tahu Jen akan mengganggunya. Anak lelaki itu tidak mau Minggu paginya dirusak.

Namun, Jen adalah penguasa rumah, walau tiga beruang itu adalah penguasa alam liar yang membuat kepala Jen ikut liar. Peraturan rumah tetap harus ditegakkan sebagaimana mestinya. Pantang bagi Jen untuk mengalah sebelum mencoba sampai titik darah penghabisan.

Dia mengetuk pintu Agya berkali-kali, tetap tidak ada sahutan. Ia gedor pintu itu lagi. Tetap masih tidak ada sahutan. Kepala Sanee menyembul dari bali pintu kamarnya mendengar kegaduhan itu.

“Mungkin, Agya pakai headset, Kak. Jadi nggak akan denger walau Kakak ketuk berkali-kali,” kata anak itu. Benar juga, Jen mengangguk-angguk, bisa jadi seperti itu. Agya dan smartphone serta PS-nya yang menyebalkan.

Jen tidak habis akal, ia menyimpan semua kunci cadangan di rumah ini. Ia tertawa menyeringai, siapa bilang Agya bisa lepas dari jeratannya kali ini? Dia hanya tidak tahu saja bahwa ratu di rumah lebih berkuasa daripada beruang-beruang itu. Usai mendapatkan kunci, Jen kembali ke depan pintu kamar Agya. Melihat Sanee masih di sana, ia mengerutkan kening. “Ngapain kamu masih di situ?” tanyanya.

“Aku juga harus mandi bareng Ziba?” Jen memutar bola matanya ke atas, agak ngeri membayangkan kedua adik perempuannya mandi bersama. Ia tidak menjawab lagi dan membiarkan Sanee melihat aksinya.

Berhasil sudah, pintu kamar Agya terbuka, ia melihat anak itu sedang bermain game di atas tempat tidur lengkap dengan penyumbat telinga. Jen memijit kepalanya yang tiba-tiba berdenyut, Agya tampaknya belum menyadari kehadiran Jen. Perempuan itu bersiap mengeluarkan amukan.

Dia mencopot sumbatan di telinga Agya sampai keduanya ikut terlepas, Agya terkejut melihat kakaknya dan pintu kamar bergantian. Lupa bahwa Jen bisa masuk ke kamarnya walau sudah dikunci. Bukan seperti ini rencananya, Agya berencana mendekam di dalam kamar sampai siang dan baru keluar setelah mandi untuk merapel sarapan serta makan siang.

“Apa? Kamu pikir kamu bisa menghindari Kakak? Iya?” Nyolot, Jen tidak terima dan berkacak pinggang di sebelah tempat tidur Agya. Ia mendekatkan kepalanya ke kepala adiknya. Lalu mengeluarkan ultimatum yang membuat seluruh organ tubuh Agya bergidik ngeri.

“Kalau kamu nggak mandi sekarang dan turun, semuanya Kakak sita, termasuk uang jajan kamu,” kata Jen pelan sekali, tetapi sarat ancaman yang tak main-main di telinga Agya yang masih berada di posisinya semula, tiduran.

Tidak Lajang (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang