Pukul tujuh malam, ketika Jen masih berada di dapur kafenya dan sedang menikmati jeda karena tidak ada pelanggan baru yang datang, Jen menyempatkan diri untuk membuka ponsel, kalau sudah begini ia jadi ingat pada Kenzo. Pria itu masih belum membalas pesannya.
Namun, di sana ada notifikasi pesan dari Handoko.
Jen, malem ini Papa mau ajak kamu makan di luar. Jam delapan ya Jen, Papa tunggu.
Lengkap dengan alamat tempat makan yang dipilih Handoko untuk mereka bertemu. Jen mendesah, ia tidak bisa menolak jika sudah begini, tetapi bagaimana dengan makan malam Sanee, Ziba, dan Agya?
Di saat begini, ia berharap Kenzo bisa dihubungi agar bisa meminta tolong padanya untuk menemani tiga beruang, setidaknya membawakan mereka makan. Muncul nama Arya di kepalanya, perempuan itu berpikir siapa tahu Lando mau main di rumahnya sampai malam.
Jen menggigit-gigit kukunya dan menimbang-nimbang apakah harus menelepon pria itu. Dia tidak punya pilihan sih, lagian Lando sedang main di rumah sejak pulang sekolah tadi. Lalu dengan ragu ia pencet tombol panggil pada nomor pria itu dan tak butuh waktu lama untuk Arya menjawab panggilannya.
"Iya, Jen?" Terdengar sekali nada riang dari suara Arya, senang dihubungi Jen lebih dulu.
"Mas Arya di mana?"
"Masih di hotel. Kenapa, Jen?"
"Saya kayaknya pulang malem, jadi kalau hari ini Lando mau main di rumah sampek malem saya bakal seneng," jelas Jen tidak langsung pada poinnya.
"Kafe hari ini tutupnya malem?"
"Enggak, saya diajak makan di luar sama Papa. Kasihan anak-anak kalau di rumah sendirian, mereka juga belum makan."
"Biar saya yang urus anak-anak, nggak usah khawatir, oke? Saya udah selesai dari tadi kok, cuma ngobrol aja sama rekan bisnis. Saya ke rumah kamu sekarang."
"Nggak apa-apa kan, Mas, kalau saya minta tolong buat beliin anak-anak makan dulu? Nanti saya ganti," tanya Jen tidak enak, sudah berapa kali saja dia menyusahkan Arya. Berkali-kali merasa tidak enak nyatanya tidak membuat ia berhenti merepotkan Arya.
Apalagi mengingat Arya dengan senang hati disusahkan oleh ketiga beruangnya untuk membuat kue. Padahal Jen tahu mungkin Arya sedang lelah, punya masalah, dan banyak pikiran. Namun, setiap hari Arya selalu terlihat baik-baik saja di depan mereka semua. Selalu hangat dan menyenangkan.
"Nggak apa-apa. Kita udah bagi tugas kan? Kamu jemput anak-anak pulang sekolah dan Lando ikut sekalian ke rumah kalian." Mereka memang sepakat untuk membagi tugas, jika Arya sedang sibuk Lando ikut sekalian ke rumah Jen, tapi jika Jen sibuk Arya yang akan menjemput anak-anak dan mengantar mereka pulang.
"Kita udah mirip suami istri yang lagi bagi tugas ya, Jen?" goda Arya dengan tawa kecil di akhir kalimat. Jen yang sadar akan hal itu pun tiba-tiba merasa suhu udara di sekitarnya berubah menjadi panas. Namun, cepat-cepat ia tepis perasaan itu.
"Mas Arya jangan mulai deh," protes Jen tak suka. Tak suka pada hatinya yang mulai merasakan hal aneh yang tak menyenangkan.
"Nggak ada kesepakatan yang mengatakan kalau Saya nggak boleh gombalin kamu, Jen. Tolonglah jangan larang saya, gombalin kamu, lihat kamu marah, itu obat yang paling ampuh buat ngilangin sakit kepala saya karena tekanan kerja seharian."
Benar juga, walau mereka bekerja untuk diri sendiri, mereka adalah atasan untuk lingkup pekerjaan yang mereka geluti. Tetap saja setiap hari ada tekanan-tekanan yang datang silih berganti. Jen paham betul itu.
"Oh ya, Jen." Jen siap mendengarkan lagi kalimat yang akan keluar dari mulut Arya yang pikirnya kali ini akan serius.
"Berapa hari ini saya nggak lihat Kenzo, kalian nggak putus diem-diem karena kamu udah terpesona sama saya, kan? Kalau iya sih nggak apa-apa, saya pria sejati yang akan tanggung jawab kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tidak Lajang (Completed)
RomanceSeorang pria yang sudah memiliki anak mendekati Jen saat perempuan itu mengantarkan adiknya ke sekolah. Tentu saja Jen berpikir jika pria itu sudah beristri, karena tidak semua pria adalah duda. Apalagi Jen sudah memiliki kekasih. Namanya Mas Arya...