promise : janji di hati
.
.
.Kamar pengantin itu indah, dengan lampu temaram dan aroma mawar yang memenuhi udara. Tempat tidur besar dengan kelambu putih berada di tengah, dikelilingi oleh lilin-lilin kecil yang masih menyala. Namun, suasana romantis itu terasa dingin, seolah tak ada maknanya bagi dua orang yang kini berada di dalam kamar tersebut.
Rose berdiri di depan jendela, punggungnya menghadap Jeffrey. Gaun putihnya masih melekat sempurna di tubuhnya, tapi tatapan matanya kosong, seolah masih tak percaya dengan apa yang terjadi.
Jeffrey hanya duduk di tepi tempat tidur, diam seribu bahasa. Dia tahu, kata-kata tidak akan mengubah apapun sekarang.
Rose berdiri tegak di tengah ruangan. Wajahnya merah padam, dengan emosi yang memuncak seiring dengan ketidakpahaman atas apa yang terjadi di hadapannya.
"Mas Jeffrey." Rose memulai, suaranya pelan tapi bergetar. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu yang ada di altar tadi?"
Jeffrey hanya menunduk, tidak menjawab. Dia menghela napas panjang, merasa berat untuk menjelaskan hal yang bahkan dia sendiri masih coba cerna.
Rose mengerutkan alisnya, menatap Jeffrey dengan penuh kebingungan. "Dimana Juan? Kenapa dia nggak datang?" tanya Rose lagi, kali ini dengan suara yang lebih mendesak.
Jeffrey tetap diam. Rahangnya mengeras, tapi dia tidak menatap Rose. Rose bisa merasakan amarah mulai membakar di dadanya.
"Ini semua rencana Ayah kan?" suara Rose terdengar parau, seperti berbisik tapi penuh tuntutan. Dia menatap Jeffrey dengan pandangan tajam. "Kamu pasti tahu sesuatu, Mas."
Jeffrey menggeleng pelan, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Saya nggak tahu apa-apa, Rose." jawabnya tenang, tapi di dalam hatinya ada rasa sakit yang menusuk.
Rose menatapnya dengan penuh amarah, air matanya mulai turun lebih deras. "Kalau kamu nggak tahu apa-apa kenapa kamu nggak menolak? Apa yang membuat kamu mau menikahi saya?" suaranya mulai meninggi, penuh frustrasi dan rasa kecewa. Dia bangkit berdiri, mendekat ke arah Jeffrey dengan napas terengah.
Jeffrey lagi-lagi tak bisa menjawab pertanyaan itu. Hanya diam. Karena di dalam hatinya, jawabannya terlalu rumit untuk diucapkan, terlalu berisiko jika dikatakan di tengah suasana ini.
"Dasar, gak tahu malu."
Rose tertawa kecil, namun bukan tawa bahagia. Tawa yang pahit, seolah tak percaya dengan apa yang terjadi. "Apa menurut kamu pernikahan itu main-main Mas? Apa menurutmu aku bisa dipermainkan begitu saja?" ucapnya sambil menatap Jeffrey, matanya penuh kebencian.
Frustrasi mengambil alih. Rose mulai merobek gaun pengantinnya dengan brutal, menarik kain sutra putih yang awalnya terjahit rapi. Dia terisak, tangisnya pecah, dan mulai melempar barang-barang di meja rias. Vas bunga jatuh, pecah berkeping-keping di lantai. Botol parfum, bingkai foto, semuanya terhempas keras ke dinding.
"Rose, stop!" Jeffrey berteriak, terkejut melihat Rose yang begitu hancur. Dia mencoba mendekat, ingin menghentikan Rose, tapi langkahnya terhenti saat pecahan vas melukai lengannya. Darah segar mengalir, tapi Jeffrey tidak menghiraukannya.
"Saya udah bilang jangan mendekat!" teriak Rose sambil menangis, tubuhnya bergetar.
Jeffrey menahan rasa sakit di lengannya, tapi dia tetap tenang, mengatur napasnya sebelum berbicara. "Oke, aku nggak bakal mendekat. Tapi kamu harus tenang dulu oke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MBW || jaerose
FanfictionSalah jodoh? Kok bisa? Keputusan yang terpaksa sering kali membawa kita ke tempat yang tidak kita inginkan. Ketika Juan tiba-tiba menghilang di hari pernikahan mereka, Jeffrey mendapati dirinya terjerat dalam ikatan yang tidak pernah dia rencanakan...