Salah jodoh? Kok bisa?
Keputusan yang terpaksa sering kali membawa kita ke tempat yang tidak kita inginkan. Ketika Juan tiba-tiba menghilang di hari pernikahan mereka, Jeffrey mendapati dirinya terjerat dalam ikatan yang tidak pernah dia rencanakan...
John McGann dari Departemen Psikologi Universitas Rutgers New Jersey, Amerika Serikat, menyatakan bahwa otak memiliki beberapa bagian yang kinerjanya berhubungan langsung dengan bau atau aroma. Aroma adalah satu-satunya sensasi yang langsung menstimulasi pusat emosi di otak. Ketika mencium aroma tertentu, syaraf-syaraf di hidung akan menangkap rangsang yang diteruskan ke amygdala.
Tok! Tok!
Ketukan pada pintu ruangan miliknya membuat Jeffrey mendongkak, ia dengan cepat menutup halaman jurnal yang tengah ia baca. Lelaki itu menghela nafas, ia menutup laptopnya dengan perasaan campur aduk.
"Ini berkas yang lo cari."
Jeffrey mengangguk, ia membuka lampiran dokumen yang Johnny berikan untuknya.
"Lo pernah ganti parfume John?" Tanya Jeffrey kemudian.
"Sering sih, kenapa? tumben mau tau urusan gue?"
Jeffrey mengangguk paham. "Pantesan, aroma tubuh lo nggak khas, John." Jawaban dari Jeffrey sontak membuat Johnny menutup mulutnya tidak terima.
Enak saja aroma tubuhnya disebut tidak khas oleh Jeffrey, padahal pacarnya betah-betah saja dalam pelukannya meskipun lelaki itu seringkali megonta-ganti parfume miliknya.
"Hey, aroma tubuh itu bukan cuma dari parfume aja ya tuan Jeffrey yang terhormat!"
"Meskipun gue sering gonta-ganti parfume, Jennie bilang tubuh gue punya baunya sendiri." Sambung Johnny membuat Jeffrey terdiam sejenak seraya mencerna ucapan yang baru saja Johnny lontarkan.
"Jadi aroma tubuh seseorang itu gak bisa diganti parfume ya?"
"Right, parfume cuma bisa menyamarkan bau tubuh aja. Dan itu gak bisa langsung merubah aroma tubuh yang memang udah ada secara natural."
Jeffrey termenung, kini semuanya masuk akal. Alasan mengapa Rose tetap pada pendiriannya bahwa parfume yang ia cium adalah milik Juan membuat Jeffrey tersadar bahwa kemungkinan besar Rose mencium aroma tubuh Juan.
Namun mengapa laki-laki itu kembali? rasanya tidak adil jika Juan mendadak datang lalu membawa cintanya pergi lagi.
Argh, memikirkan semua itu membuat kepala Jeffrey terasa pecah. Ia lagi-lagi menghela nafasnya gusar membuat Johnny yang melihatnya mengerut kening heran.
"Masalah Rose lagi ya Jeff?" Tebak Johnny tepat sasaran.
Jeffrey hanya terdiam menanggapi, membuat Johnny mengangguk paham atas tanggapan dari Jeffrey.
"Jeff, lo masih mau bertahan? I mean Rose belum selesai dengan masa lalunya yang entah bagaimana ujungnya. Lo bisa aja dicampakkan akhirnya dan dia balik lagi sama masa lalunya."
"I love her, john." Balas Jeffrey tanpa meragu.
"Meskipun akhirnya Rose memilih Juan, All I can do is let her go and make her happy with her choice."
Kali ini giliran Johnny yang menghela nafas, ia tidak habis pikir dengan pikiran Jeffrey yang terlalu dibutakan oleh cinta pertamanya.
Memang benar kata pepatah jika sudah jatuh cinta maka racun pun seperti madu rasanya. Begitulah kondisi Jeffrey saat ini, lelaki itu memilih menelan racun alih-alih meminum obat untuk penawar sakit hatinya.
"Oke, gue paham. Tapi menurut gue lo bodoh dan terlalu gegabah Jeff."
"Membiarkan cinta lo pergi dengan alasan agar dia bahagia? What kind of shit lah, kalau lo emang beneran cinta, lo harus bisa mempertahankan apa yang sudah lo perjuangkan."
- mbw -
"Mas makan ya, aku mau langsung tidur." Ucap Rose setelah berkutat kurang lebih 30 menit untuk menyiapkan makan malam untuk Jeffrey. Sedangkan Selena, gadis itu tengah pergi ke Surabaya untuk pemotretan untuk majalah terbarunya bulan ini.
"Kamu udah makan?" Tanya Jeffrey sebelum Rose pergi meninggalkan ruang makan.
"Aku gak laper mas."
"Makan dulu, sedikit aja."
"Gak usah. Aku mau langsung tidur, aku kecapekan."
"Kalau kamu kecapekan, duduk sini biar saya suapi."
"Tapi--"
Ucapan Rose terpotong ketika Jeffrey menarik paksa dirinya untuk kembali duduk.
"Buka mulutnya."
Rose menurut, gadis itu membuka mulutnya, menerima satu suapan dari sendok yang Jeffrey berikan.
"Masakan kamu enak, sayang banget kalau kamu nggak makan juga."
Kedua sudut bibir Rose perlahan terangkat, ucapan Jeffrey seolah-olah memberikan energi untuknya.
"Makasih, mas."
Jeffrey tersenyum.
"Kamu tahu apa yang paling saya nggak sukai Rose?"
Rose sontak menggeleng sebagai jawaban, dipikir-pikir Rose bahkan tidak mengetahui apapun tentang Jeffrey.
"Saya nggak suka sendirian."
"Apalagi kamu ada disini, tapi kamu nggak mau menemani saya Rose." Sambung Jeffrey membuat Rose terdiam.
Tangan Jeffrey terulur meraih tangan Rose, menggenggam jari-jari lentik itu perlahan seraya menatap Rose dengan senyuman.
"I am here."
"Saya nggak suka kamu menghadapi semuanya sendirian, kamu punya saya dan begitupun sebaliknya. Saya selalu ada disini untuk mendukung kamu, saya selalu siap untuk menjadi tempat kamu berpulang."
"Dan saya berharap kamu menjadikan saya rumah untuk pulang."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Selamat berpuasa bagi yang menjalankan ♥️‼️ maaf untuk update yang sangat sangat ngaret ini ya huhuhu