The dinner : carbonara pasta
.
.
.22.00 pm.
Ceklek..
Rose membuka pintu dengan lembut, membiarkan kesunyian rumah menyambutnya. Gelap menyelimuti setiap sudut rumah, kecuali satu ruangan yang cahayanya masih menyala—ruang kerja Jeffrey. Ia berdiri sejenak di ambang pintu, menatap ruang yang tampaknya tak berubah sejak terakhir kali dia melihatnya. Cahaya dari lampu meja kerja Jeffrey menyapu lembut langit-langit, menciptakan bayangan yang menggelapkan ruangan yang lain.Pikirannya kembali kepada percakapan dengan Jiho di kantor tadi. Suaranya bergetar di telinganya, "Eh lo beliin kita makanan banyak gini, laki lo udah makan belum btw?"
Awalnya, Rose hanya menganggapnya remeh. Tapi sekarang, saat dia berdiri di ruang tamu yang hening, pertanyaan itu bergaung dalam pikirannya. Keresahan menyelinap ke dalam hati, meresap ke dalam kesunyian malam.
"Mas Jeff udah makan belum ya?" pikirnya dalam hati, berusaha menepis kekhawatiran yang tiba-tiba menghampiri.
"Ah, udah kali. Lagian ngapain gue pikirin?" Rose bergumam pada dirinya sendiri, berusaha menenangkan diri. Dengan langkah ringan namun penuh kecemasan, dia menuju dapur. Matanya segera tertuju pada wastafel yang penuh dengan cangkir-cangkir kopi berserakan. Beberapa bahkan masih menyisakan ampas, seolah menertawakan betapa Jeffrey mengabaikan waktu makan.
"Kok gak ada piring bekas makan, cuma gelas kopi doang?" pikirnya, hatinya mulai tergetar oleh kekhawatiran. "Dia ngopi terus lambungnya gak meledak apa?"
Rose menghela napas panjang, merasakan beban di dadanya. Dia menguncir rambut blondenya dengan cepat, mencoba menenangkan pikiran.
Srett.
Dia memutar keran, membiarkan gemercik air mengalir ke tangannya yang sibuk mencuci gelas-gelas kotor. Setiap tetes air seolah berusaha menenangkan kecemasan yang menggelayuti dirinya.
"Rose? Baru pulang?" Suara Jeffrey tiba-tiba terdengar, memecah keheningan. Rose menoleh dengan alis terangkat, terkejut melihat Jeffrey muncul dari balik pintu.
"Kalau saya belum pulang terus siapa yang Mas lihat sekarang? Setan?" jawab Rose sambil terus mencuci, mencoba terdengar santai meski suaranya sedikit bergetar.
"Ya... bisa jadi," jawab Jeffrey dengan nada santai yang membuat Rose semakin gelisah.
Mata Rose membulat, tidak percaya. "Sembarangan! Gimana kalau ada setan beneran, hah?"
Jeffrey hanya mengangkat bahu, "Kamu gak tahu aja, biasanya—"
"Ssst! Mas! Bisa diem gak?" Rose panik, memotong kalimat Jeffrey yang tampaknya tidak menyadari betapa gelisahnya dia. Jeffrey hanya tertawa kecil, meletakkan gelas bekasnya di samping wastafel. Rose melirik Jeffrey kikuk, sementara Jeffrey berhenti, merasakan perubahan dalam suasana.
"Nanti gelasnya saya cuci sendiri," ucap Jeffrey, berbalik pergi ke arah meja makan.
"Bukan itu..." Rose menelan ludahnya, menunduk, "M-mas udah makan?"
Jeffrey berhenti dan menatap Rose dengan tatapan bingung. Wajah Rose memerah, bukan karena malu, tetapi karena terpaksa bertanya sesuatu yang seharusnya tidak perlu menjadi urusannya.
"Hmm... gatau, terakhir sarapan bareng Mama sebelum nganter ke hotel," jawab Jeffrey santai, tampak tidak menyadari ketegangan di wajah Rose.
Dugaannya benar. Jeffrey yang workaholic ini pasti terlalu terjebak dalam rutinitasnya untuk memikirkan waktu makan. Rose merasa jantungnya berdebar kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
MBW || jaerose
FanfictionSalah jodoh? Kok bisa? Keputusan yang terpaksa sering kali membawa kita ke tempat yang tidak kita inginkan. Ketika Juan tiba-tiba menghilang di hari pernikahan mereka, Jeffrey mendapati dirinya terjerat dalam ikatan yang tidak pernah dia rencanakan...