The dinner : carbonara pasta
.
.
.
Malam telah larut saat Rose tiba di rumah, Jam di tangannya menunjukkan pukul sepuluh. Udara dingin yang menyelinap ke sela-sela pakaiannya membuatnya merapatkan jaket lebih erat. Begitu pintu terbuka, ia disambut oleh keheningan yang janggal. Rumah yang biasanya terasa hangat dan penuh kehidupan kini gelap dan sepi, seolah ditinggalkan begitu saja.Pagi tadi, suasana masih ramai. Jessica, Livy, serta si kembar Lea dan Leon berceloteh riang di ruang tengah, menciptakan kebisingan yang justru terasa menenangkan. Namun kini, tak ada satu suara pun. Hanya kesunyian yang terasa begitu asing.
Rose melangkah masuk, meletakkan tasnya di sofa sebelum beralih ke sakelar dan menyalakan lampu ruang tamu. Matanya menyapu sekeliling ruangan yang tampak kosong.
Ke mana semua orang? pikirnya.
Pandangan Rose akhirnya tertuju pada satu-satunya cahaya yang masih menyala. Lampu kecil di dapur menyala redup, nyaris seperti enggan mengusik keheningan rumah. Ia melangkah ke sana dan begitu memasuki dapur, napasnya tertahan sesaat.
Wastafel penuh dengan gelas-gelas kopi yang menumpuk, beberapa masih berisi sisa cairan yang mulai mengering di dasar cangkir.
Dahi Rose berkerut. Tangannya terangkat menyentuh salah satu gelas, merasakan permukaannya yang dingin.
"Astaga, kok bisa dibiarkan begini?"
"Ini si bibi gimana sih? Gelas-gelas kotor kok nggak diberesin?"
Tanpa berpikir panjang, Rose menggulung lengan jaketnya dan mulai mencuci gelas-gelas yang menumpuk di wastafel. Air keran mengalir deras, menciptakan suara gemericik yang berpadu dengan gesekan spons di permukaan kaca. Dapur masih terasa sepi, hanya terdengar ritme monoton dari pekerjaannya yang tanpa sadar mulai mengisi keheningan rumah.
"Rose? Kamu sudah pulang?"
Rose menoleh sekilas. Jeffrey turun dengan langkah santai, sebuah gelas kopi kosong tergenggam di tangannya. Pandangannya tertuju pada istrinya yang berdiri di depan wastafel, dan raut wajahnya menunjukkan sedikit keterkejutan.
"Iya, baru aja." jawab Rose singkat, sebelum kembali fokus pada pekerjaannya.
Jeffrey berdiri canggung di dekat meja dapur, memperhatikan Rose dengan sedikit kebingungan. Matanya menyapu wastafel, di mana setidaknya lima atau enam gelas kopi berjejer menunggu giliran untuk dicuci.
"Yang ini nanti saya cuci sendiri." katanya, sedikit ragu.
Rose mendengus pelan, mencelupkan spons ke dalam busa sabun sebelum melanjutkan pekerjaannya. "Nggak usah, biar saya aja sekalian. Ini bi Ida ke mana sih mas? Kok gelas kotor begini dibiarkan numpuk gitu aja?"
Jeffrey menggaruk tengkuknya, lalu menyengir kecil.
"Kamu jangan salahin bi Ida, sebelum pulang tadi sore beliau selalu membersihkan piring dan gelas yang kotor. Gelas-gelas ini bekas saya 3 jam yang lalu."
Rose hanya mendengus sebal mendengar penuturan Jeffrey, sebenarnya ia tidak terkejut dengan kebiasaan mengopi Jeffrey karena sebelumnya pernah lebih parah dari ini. Ia menghela hanya napas panjang, seolah mendengar sesuatu yang sudah terlalu biasa terjadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
MBW || jaerose
FanfictionSalah jodoh? Kok bisa? Keputusan yang terpaksa sering kali membawa kita ke tempat yang tidak kita inginkan. Ketika Juan tiba-tiba menghilang di hari pernikahan mereka, Jeffrey mendapati dirinya terjerat dalam ikatan yang tidak pernah dia rencanakan...