BAB 32

508 80 3
                                    

Conscience | percakapan dua lelaki
.
.
.

Lokasi photoshoot kali ini adalah studio indoor yang luas dengan tema vintage dan klasik. Rose tengah terlibat dalam pemotretan untuk sebuah majalah fashion terkenal. Ia mengenakan gaun elegan berwarna emerald dengan aksen renda, rambutnya distyling wavy, memberikan kesan anggun yang memukau. Setiap pose yang ia lakukan disorot oleh lampu-lampu studio yang terang, menciptakan bayangan dramatis di belakangnya. Kamera mengambil beberapa angle terbaik, dan setiap kali sang fotografer mengarahkan, Rose dengan sigap memberikan pose yang sempurna.

"Good job, Rose! Take five, everyone! Kita selesai untuk hari ini!" seru sang fotografer, Pak Indra, sambil mengangkat ibu jarinya.

Semua orang di studio bertepuk tangan dan mulai merapikan peralatan mereka. "Terima kasih semuanya!" seru para kru sambil mengangguk ramah pada Rose. Rose membalas senyuman mereka, merasa puas dengan hasil kerja hari ini.

Rose melangkah ke ruang istirahat, di mana Mbak Dienna, manajernya, sudah menunggu sambil membawa kapas dan micellar water. "Ayo sini, aku bantu hapus make-up kamu." ucap Dienna sambil mempersiapkan alat-alatnya. Rose duduk di depan cermin, melepas antingnya dan menatap wajahnya yang masih penuh riasan.

Dienna mulai menghapus foundation dan eyeshadow dengan lembut. "Eh kamu kapan mau ambil cuti Rose? Soalnya tiket honeymoon ke Bali yang waktu itu aku kasih, kadaluarsanya tuh akhir bulan ini."

Rose yang tengah memejamkan mata tiba-tiba membuka matanya. "Oh iya, aku hampir lupa soal itu. Belum sempat dibicarain sama Mas Jeffrey mbak. Rencananya mau aku omongin nanti pas pulang." jawab Rose sambil tertawa kecil, merasa bersalah karena terlalu sibuk bekerja hingga melupakan rencana mereka.

Dienna tersenyum hangat, matanya tampak melunak melihat Rose. "Jangan sampai lupa ya. Soalnya tiketnya bakal susah diperpanjang kalau udah kadaluarsa. Sayang banget kalau gak jadi berangkat. Kalian butuh liburan, apalagi setelah semua drama awal pernikahan kalian itu."

Rose mengangguk sambil tersenyum tipis. Ia tahu Dienna adalah salah satu saksi perjuangannya selama ini, dari awal pernikahan yang penuh keraguan hingga akhirnya bisa saling mencintai dengan tulus.

Tiba-tiba, seorang staf masuk ke ruang istirahat dan menghampiri mereka. "Kak Rose, suaminya udah jemput di depan." lapornya sambil tersenyum.

"Oh, sudah datang ya?" Rose tersenyum lebar. Ia segera berdiri dan menoleh ke Diana. "Mbak, aku duluan ya. Terima kasih buat hari ini."

Dienna mengangguk sambil melambaikan tangan. "Oke, hati-hati di jalan. Bilangin sama Jeffrey jangan lupa bawa kamu liburan!"

Rose terkekeh, mengangguk sekali lagi sebelum melangkah keluar ruangan. Di luar, ia melihat Jeffrey menunggu di dekat mobil. Wajahnya tampak segar, mengenakan kemeja casual yang membuatnya terlihat santai namun tetap tampan.

"Mas!" seru Rose riang sambil melangkah cepat menghampiri Jeffrey. Tanpa ragu, ia melingkarkan tangannya di pinggang suaminya, memeluknya erat.

Jeffrey tertawa kecil dan membalas pelukan itu, tangannya mengusap lembut punggung Rose. "Udah selesai?"

Rose mengangguk dengan senyum berseri-seri. "Sudah kok. Yuk, kita ke rumah Bunda."

Jeffrey mengangguk sambil tersenyum, wajahnya menunjukkan antusiasme yang sama. "Ayo, aku udah gak sabar liat Bunda. Kamu juga pasti kangen banget, kan?"

"Iya, kangen banget!" jawab Rose, matanya berbinar-binar.

Jeffrey membuka pintu mobil untuk Rose, membantunya masuk sebelum ia sendiri duduk di kursi kemudi. Dengan senyum lembut di bibir, ia menyalakan mesin mobil dan mereka pun langsung menuju rumah Lilyana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MBW || jaeroseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang