BAB 22

861 135 6
                                    

The fear | Hadapi atau Hindari?
.
.
.

Hari ini Rose dan Jeffrey berada di gedung dimana pernikahan Raisya dan Wira diselenggarakan. Rose begitu cantik dalam balutan gaun berwarna hitam, sedangkan Jeffrey tidak kalah tampan dan berwibawa dalam balutan jas yang senada dengan gaun milik Rose.

"Beri tepuk tangan kepada kedua mempelai!"

Tepuk tangan bergemuruh memenuhi seluruh gedung. Raisya terlihat sangat bersinar di hari pernikahannya, memancarkan keindahan dan keanggunan yang membuat banyak mata terpaku padanya dengan kekaguman. Setiap langkahnya seakan menari dalam cahaya, sementara sorotan mata para tamu tampak tak henti-hentinya mengagumi pesona dan kebahagiaannya yang memukau.

Momen seperti itu membawa ingatan Rose kembali ke hari pernikahannya sendiri. Saat itu, ia dengan sengaja mengenakan cincin di jari tengah sebagai bentuk protes terhadap keputusan mendadak orangtuanya yang mengganti calon mempelai. Kini, ketika mengingatnya Rose tidak bisa menahan tawa, mengenang bagaimana ia dengan penuh keberanian mengekspresikan penolakannya dan betapa situasi tersebut terasa penuh warna dan drama.

"Kenapa tiba-tiba ketawa gitu sih?" Tanya Jeffrey menatap Rose heran.

"Lihat mereka pasang cincin, aku jadi ingat waktu kita menikah. Mbak Raisya keliatan bahagia banget waktu mas Wira pasang cincin di jarinya. Sedangkan aku? Boro-boro bisa senyum. Ngeliat mas Jeffrey aja, aku malah nggak mau." Jawab Rose terkekeh, mengundang senyum tipis pada wajah Jeffrey.  Lelaki itu menatap cincin pernikahan mereka yang terpasang di jari keduanya—cincin itu memang indah dan berkilau, namun Jeffrey merasa seolah cincin ini bukan miliknya.

Karena seharusnya, cincin ini terpasang di jari manis Juan. Bukan Jeffrey.

Jeffrey membatin, mungkin jika saat itu ia kembali lebih awal dan mengambil hati Rose lebih dulu daripada Juan semuanya tidak akan seperti ini. Jeff tidak akan hidup dengan rasa ketidakpercayaan diri karena statusnya sebagai pengganti.

Namun Jeffrey hanya bisa menghela nafas, bisa bersama Rose dan mulai lembaran baru dengan gadis yang ia cintai merupakan hal yang masih bisa ia syukuri saat ini.

"Aku bahagia bisa menikah sama kamu Rose."

Jeffrey tersenyum, mencoba menutupi segala kekhawatirannya. Rose membalas tatapan Jeffrey dengan senyuman hangat, tangannya menggenggam tangan Jeffrey erat.

"Aku juga bahagia bisa menikah sama kamu mas."

"Meskipun suatu saat dia kembali?" tanya Jeffrey, suaranya dipenuhi keraguan. Pertanyaannya membuat Rose terdiam, tatapannya dengan jelas menunjukkan kebingungan. Melihat itu, Jeffrey semakin tidak percaya diri, takut jika suatu hari nanti Rose akan meninggalkannya.

Jeffrey terlalu takut jika suatu hari Rose akan meninggalkannya. Meskipun Jeffrey tahu bahwa Rose seharusnya bukan miliknya, hatinya tidak ingin gadis itu kembali pada seseorang yang pernah menyakitinya.

"Aku harap kamu selalu bahagia bersamaku Rose,  I want to spend the rest of my life with you, menikmati kebahagiaan bersama keluarga kecil yang kita bangun. I want to be with you forever."

Tanpa menunggu balasan Rose, Jeffrey segera menarik Rose dalam pelukannya,  berusaha meyakinkan diri bahwa Rose akan selalu memilihnya.

- mbw -

"Selamat atas pernikahannya mbak Raisya."

Rose tersenyum melihat Raisya yang tampil cantik dalam balutan gaun pengantinnya. Setengah tahun lalu, Rose juga pernah berada di posisi yang sama, mengenakan gaun pengantin yang membuatnya merasa istimewa. Melihat Raisya yang begitu bahagia di hari pernikahannya membuat Rose merasakan sedikit rasa iri. Ia merasa belum pernah benar-benar merasakan esensi pernikahan yang sebenarnya—di mana kedua mempelai tampak begitu bahagia dan saling menikmati moment tersebut.

"Terima kasih karena sudah datang ya Rose! Kamu udah nggak salah paham lagi kan tentang hubungan aku dan Jeffrey? "

Rose tertawa, ia merasa malu karena telah salah paham dengan Raisya.

"Maaf soal waktu itu ya mbak, aku bener-bener nggak tahu kalau mbak mantan sekretarisnya mas Jeffrey."

Kali ini Raisya yang tertawa menanggapi, tatapannya kini beralih pada Jeffrey.

"Dulu banyak yang ngira kalau aku pacarnya Jeff. Aku risih karena hal itu bikin banyak cewek yang naksir Jeff sempat ganggu aku. Ngadu sama Jeffrey berharap dapet perlindungan, malah aku yang disuruh jagain dia dari cewek-cewek yang ngejar dia. Jeffrey itu bener-bener nggak peka, segala kehebohan disekitarnya cuma dianggap angin lalu."

Rose dan Raisya saling melempar tawa, sampai akhirnya Jeffrey datang menginstrupsi obrolan mereka.

"Kalian ngobrolin apa?"

"Ngomongin lo." Balas Raisya spontan membuat Jeffrey mengerutkan keningnya heran.

"Kata mbak Raisya kamu narsis mas." Timpal Rose terkekeh.

"Jangan di dengerin, Eca emang biang gosip."

Tidak terima dengan ucapan Jeffrey, Raisya mencubit lengan Jeffrey keras, membuat Jeffrey sontak meringis.

"Heh, gue kerja sama lo gak sebulan dua bulan ya! Tau banget gue tingkah lo yang absurd itu, apalagi kejadian pas lo hampir ngompol.."

"Ca!" Pekik Jeffrey dengan cepat menghentikan ucapan Raisya sebelum gadis itu mempermalukan Jeffrey lebih dalam lagi.

"Hah gimana? Kamu ngompol mas?" Tanya Rose kebingungan, Raisya hendak membuka mulutnya namun Jeffrey kembali menginstrupsi.

"Diem atau tiket honeymoon ke Paris gue batalin?"

"Gue diem, sumpah!" Ucap Raisya memberikan gesture seolah-olah mengunci mulutnya.

Jeffrey menghela nafas, tangannya meraih tangan Rose dan menggenggamnya erat.

"Gue sama Rose balik dulu. Anyway congratulations on your wedding, Ca."

Raisya mengangguk, ia memeluk Jeffrey sekilas sebagai tanda perpisahan sambil menepuk bahunya pelan.

"Makasih udah dateng, makasih juga buat tiket ke Paris!"

Setelah memberi salam, Jeffrey dan Rose segera berbalik. Selama berjalan Jeffrey terus menggenggam tangan Rose erat, seolah-olah tangan Rose akan lepas jika Jeffrey tidak menggenggamnya kuat.

Melihat itu Rose tersenyum, ia menyadari betapa besarnya rasa yang Jeffrey berikan untuknya. Hal itu membuat Rose merasa campur aduk, ada perasaan tidak nyaman yang masih mengganggu hatinya. Dia tahu bahwa dia harus segera menyelesaikan masalahnya dengan Juan.

Brak!

Langkah Rose terhenti ketika wajahnya dengan tidak sengaja menabrak punggung Jeffrey. Rose sempat mengaduh, ia menatap heran pada Jeffrey yang terlihat tegang menatap kosong kedepan.

"Mas? Kamu baik-baik aja?" Tanya Rose cemas. Namun Jeffrey sama sekali tidak menggubris pertanyaan membuat gadis itu mengikuti arah pandang Jeffrey.

"Oh, Rose? Akhirnya kita bertemu lagi."

Tubuh Rose seketika lemas, lagi-lagi dia dipertemukan dengan Juan dalam kondisi yang tidak tepat.

Rose meringis pelan ketika genggaman tangan Jeffrey semakin erat, Jeffrey bahkan hampir saja meremukkan seluruh tulang tangannya.

Rahang Jeffrey mengeras, namun dibalik wajahnya yang tegas ada tatapan penuh ketakutan yang Jeffrey sembunyikan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MBW || jaeroseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang