Perjanjian 1 : pihak yang di rugikan.
Klik!
"Huftt.."
Jeffrey merenggangkan otot-ototnya setelah lebih dari enam jam di depan laptop. Matanya mulai terasa lelah, dan gelas kopi yang selalu menemaninya kini sudah kosong. Dengan satu nafas panjang, ia memutuskan untuk menyudahi pekerjaannya. Pikirannya terasa jenuh setelah satu hari kerja yang panjang dan melelahkan.
Ia berdiri dari kursinya, mengambil gelas kopi bekasnya, dan berjalan keluar dari ruang kerjanya. Sejenak, Jeffrey memandang sekeliling rumah yang terasa sepi. Rumah yang biasanya ramai dengan tawa kini tampak begitu hening. Rose, istrinya, telah menempati kamar terpisah di seberang kamarnya selama tiga hari terakhir. Kamar itu adalah kamar ibunya sebelum Jessica memilih pindah ke rumah peristirahatannya di Jakarta.
Kamar Rose kini selalu gelap dan sepi, dan Jeffrey tahu betul bahwa Rose tidak akan pernah mematikan lampu kamarnya jika dia masih ada di rumah. Biasanya, lampu kamar Rose selalu menyala sebagai pertanda dia masih berada di dalamnya.
"Pergi kemana dia?" gumam Jeffrey dalam hati. Dia merasa ada sesuatu yang aneh dengan perubahan ini. Suasana rumah terasa berbeda dan canggung, seolah ada dinding tak kasat mata yang memisahkan mereka.
Jeffrey melirik jam dinding di ruang tamunya. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Perasaan frustasinya semakin mendalam. Ini sudah kali ketiga Rose keluar malam tanpa memberi tahu ke mana dia pergi. Selalu pulang larut malam dengan cara mengendap-endap. Jeffrey merasa khawatir dan cemas, dan ini membuatnya semakin marah. Dia merasa ada yang perlu dibenahi dalam hubungan mereka.
"Kali ini saya nggak bakal kasih kamu toleransi lagi, Rose," gumam Jeffrey, berusaha menenangkan dirinya sebelum melakukan tindakan yang lebih lanjut. Dia tahu betul bahwa malam ini mereka harus membahas masalah ini secara serius.
Jeffrey merogoh saku dan mengambil ponselnya. Jemarinya langsung menekan kontak Rose. Dengan jari yang sedikit gemetar, ia menunggu suara di seberang.
Tut...
"Halo? Siapa?" Suara di seberang terdengar agak bingung.
"Jeffrey," jawabnya singkat.
"Loh, mas ganti nomor?"
"Kamu aja yang nggak nyimpen nomor saya," balas Jeffrey dengan nada datar. Ia merasa sedikit kesal karena Rose tidak menyimpan nomor ponselnya, padahal mereka sudah menikah.
"Oh, hahaha. Iya."
"Rose, ayo balik. Kalau suami kamu tahu kamu keluar malam terus, bisa-bisa dia marah besar nanti."
"Sst, diem deh mas, suami gue telpon!" balas Rose dengan nada panik.
Mendengar suara lelaki di seberang, hati Jeffrey langsung bergetar. Rasa cemas dan kekhawatiran menyelimutinya. Ia merasa harus segera bertindak agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Rose, pulang. Sekarang," ucap Jeffrey dengan nada rendah dan tegas.
"Iya, oke, sebentar lagi," jawab Rose dengan nada yang terdengar tidak yakin.
"Sekarang atau saya jemput?"
"Ish, rewel banget sih mas. Iya, yaudah saya pulang."
Pip
"Rose, kamu benar-benar..." gumam Jeffrey sambil menutup telepon. Hatinya dipenuhi dengan kekhawatiran dan frustasi. Ia hanya bisa menunggu kepulangan Rose sambil berharap agar tidak terjadi hal-hal buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
MBW || jaerose
FanfictionSalah jodoh? Kok bisa? Keputusan yang terpaksa sering kali membawa kita ke tempat yang tidak kita inginkan. Ketika Juan tiba-tiba menghilang di hari pernikahan mereka, Jeffrey mendapati dirinya terjerat dalam ikatan yang tidak pernah dia rencanakan...